Mohon tunggu...
Sang Dokterandes
Sang Dokterandes Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat/Pengacara yang suka seni

Kata adalah hal pertama yang diajarkan Tuhan kepada Adam.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Untuk Para Pecundang

27 April 2010   15:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:33 1552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sebuah acara reuni, seorang teman mungkin pernah memberitahu anda bahwa Si Anu sekarang sukses jadi anu. Dalam kesempatan lain, barangkali anda pernah memberi ucapan “selamat dan sukses selalu” kepada seorang teman yang mendapat promosi. Omong punya omong, apa sebenarnya sukses itu? Pertanyaan ini susah dijawab. Si Anu mungkin sudah sukses jadi anu menurut teman anda, tapi belum tentu dalam pandangan anda. Mungkin anda hanya berbasa-basi, tapi teman anda yang naik pangkat itu barangkali tidak dianggap sukses oleh teman anda yang lain. Artinya, setiap orang punya cara berbeda dalam memahami sukses. Begitupun dengan anda. Apakah anda merasa anda seorang pribadi sukses, tergantung bagaimana anda mengartikannya. Katakanlah sukses itu berarti ‘berhasil’, kebalikan dari keberhasilan adalah kegagalan. Jadi bisa dipastikan bahwa anda dinilai sukses karena ada orang lain yang dianggap gagal. Anda boleh merasa gagal, karena sadar atau tidak anda sudah melihat seorang yang sukses.

Pembicaraan soal sukses biasanya berkisar antara karir (pekerjaan), bisnis, dan cinta (keluarga). Karena itu, sukses terkait erat dengan cita-cita, rencana, harapan, dan sejenisnya. Setiap orang tentu berharap dan merencanakan yang bagus-bagus dalam hidupnya. Kalau keinginannya itu terwujud, berarti orang itu sukses. Tanpa harus merinci jenis profesi, bidang usaha, ataupun kriteria suami/istri ideal, pada dasarnya setiap orang mencita-citakan kebahagiaan. Dan konsep tentang kebahagiaan pun bisa sangat beragam. Tapi karena kita hidup di dunia kasat mata (material world), maka bahagia tanpa materi adalah dusta. Karena itu pula, suksespun mau tidak mau dipersepsi dari benda-benda.

Kalau kita melihat fakta material berupa dua orang direktur perusahaan multi-nasional dengan kualifikasi yang persis sama, kira-kira siapa yang layak disebut sukses ketika diketahui bahwa yang satu adalah anak seorang perwira dan satunya lagi anak pramuwisma? Siapakah sang pecundang dalam hal ini? Jawaban pasti, tetap tidak ditemukan. Kita tidak tahu persis apa cita-cita keduanya. Mungkin saja sejak awal anak jenderal berharap jadi musisi, sebagaimana anak babu ingin jadi politisi. Satu hal yang pasti, bahwa semua pihak yang terlibat hanya menjalani kehidupannya. Keberhasilan dan kegagalan hanyalah bagian dari suatu proses panjang bernama hidup. Ibarat sebuah permainan, kalah dan menang itu soal biasa. Maria Sharapova gagal menjuarai US Open misalnya atau di kesempatan lain Judith Polgar sukses meraih poin tertinggi dalam suatu turnamen antar master catur dunia. Semua itu tetap terjadi sebagaimana adanya. Sukses bukanlah perkara yang mesti diagung-agungkan. Kegagalan pun bukan untuk disesali habis-habisan. Kata anak gaul mah, biasa aja lageee..

Untuk mereka yang merasa gagal, ada nasehat yang cukup menghibur: Kegagalan adalah sukses yang tertunda. Lebih mantap lagi kalau ditambahkan: Sukses adalah kegagalan yang dibayar di muka. Sayangnya petuah yang terakhir itu tidak populer. Kebanyakan orang lebih peduli pada kesuksesan dan abai terhadap kegagalan. Tidak heran kalau kiat sukses laku dijual dan diseminarkan. Kita sering mendengar bahwa kerja keras merupakan kunci keberhasilan. Katanya lagi, bakat (bawa ti kudrat – Bhs.Sunda), hanya menyumbang satu persen untuk sukses. Sisanya adalah kerja keras. Tapi entah kenapa banyak lagu hits ditulis oleh orang yang tidak bisa membaca not balok.

Tips-tips serupa itu tidak salah. Tapi tidak sepenuhnya benar, malah cenderung timpang. Kalau saya bilang bahwa kesuksesan saya adalah buah kerja keras saya, tentu kegagalan anda adalah akibat kemalasan anda. Jika ternyata anda lebih sering on-time masuk kantor, haruskah pula saya katakan bahwa anda tidak lebih cerdas dari saya? Betapa malangnya anda ketika kerja keras dan kedisiplinan anda tidak membuat anda sukses, malah anda dianggap bodoh. Supaya anda tidak sakit hati, saya bilang saja anda kurang beruntung. Sementara itu saya tetap bersikukuh meyakini kerja keras saya. Adakah anda melihat kejujuran dalam diri saya?

Kerja keras memang perlu, tapi bukan segala-galanya. Kerja keras hanyalah faktor pendukung agar kita tidak gila memahami betapa ajaibnya hidup ini. Kerja (keras) sebagai suatu proses hanyalah untuk merasionalisasi segala hasil. Tidak lebih dari itu. Anehnya banyak orang menyikapi kerja keras sebagai suatu konsepsi. Dengan konsep kerja-kerasnya itu, banyak figur sukses gadungan berkacak pinggang di kepala seolah-olah paling digjaya. Secara tidak langsung ini mempecundangi mereka yang gagal makin merasa bersalah karena stigma dan propaganda. Itulah yang terjadi kalau sukses disikapi secara berlebihan.

Sayangnya tidak banyak icon sukses yang dengan rendah hati mengakui keberuntungannya. Hanya orang yang tamat belajar ilmu sukses saja yang dapat melakukannya. Bob Sadino mungkin salah satu dari yang sedikit itu. Ketika ditanya apa kiat suksesnya, pemilik grup KemChic itu seperti tidak peduli dengan pertanyaan itu. Begitupun ketika ditanya tentang rencana pengembangan bisnis dan keterlibatan anak-anaknya kelak, dia menyatakan tidak peduli apakah dirinya sukses atau tidak. Dia seperti ingin mengajarkan untuk cuek pada persoalan sepele itu. Walaupun terkesan banyak tingkah dari cara berpakaiannya, tapi orang itu telah terhindar dari menyakiti orang lain dengan tidak mengajari bagaimana caranya sukses. Sukses abis deh Oom Bob!

Pada akhirnya, keberhasilan atau kegagalan itu ibarat dua sisi mata uang. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Batasnya tipis-tipis aja koq. Bukankah setiap orang berpijak di kedua sisi itu? Apalah artinya sukses kalau dimaknai tanpa merasa diberkati? Apa salahnya gagal, jika kerja keras bukan jaminan sukses? Nyaris tidak ada alasan untuk tidak menerima kenyataan bahwa tampang, pendidikan, dan anggaran dapat memaksimalkan perjuangan. Sudahkah kita berlaku adil dalam soal beginian? Pelajaran penting apa yang bisa diambil ketika sepetak kebun apel yang ditimpa hujan, terik, dan angin yang itu-itu juga ternyata mengeluarkan buah yang manis, kecut, bahkan busuk dihuni ulat?

Kalau tidak mau pusing, mendingan cuek aja lah. Saya tidak hebat, anda pun tidak payah. Saya bukan pekerja keras dan anda bukanlah pemalas. Habis perkara !!!

Salam sukses

Sang Dokterandes

September 2007

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun