Pemahaman rentang dinamis yang sering kali dijelaskan oleh banyak fotografer, sangat jauh dari akuratnya dan tidak mudah dipahami. Coba saja tanya kepada teman teman yang mengaku sebagai fotografer : “Apa artinya rentang dinamis / dinamic range ?”
Biasanya sering dijawab : “Rentang itu lebar, warnanya lebih banyak. Pokoknya warnanya bagus saja lah”.
Anda puas dengan jawaban itu ? Bila anda sudah paham atau sudah puas ya ngak masalah.
Tapi yang belum puas dan mau paham secara jelas dan gamblang, ayo kita sama sama belajar.
Saya mencoba untuk menjelaskan sejelas-jelasnya dan mungkin artikel yang sangat sederhana ini adalah yang pertama kali mengulasnya semudah mungkin untuk orang awam.
Kita akan bahas ilmunya dari sudut pandang fotografer, ilmu fisika, algoritma dan ilmu kedokteran.
Target setelah selesai baca artikel ini, kita sudah harus paham dan mampu menjelaskan teman teman yang suka ngaku ngaku fotografer.
Saya ulang pertanyaan “Apa itu rentang dinamis / dinamic range?”
Saya menjawabnya melalui perumpamaan “kamera kamu agak budek !”
Loh koq rentang dinamis disamakan kameranya agak “budek” ?
Penjelasannya begini, sangat mudah.
Orang agak budek tidak mampu mendengar suara tertentu. Budek tidak mampu mendengar suara tinggi yang melengking atau tidak mampu mendengar suara rendah. Atau juga terjadi kerusakan sensor indra pendengaran karena terlalu lama dibuat stress (dibuat rusak) oleh frekwensi tertentu.
Karena itu pada pekerjaan tertentu harus mengunakan alat pelindung telinga.
Contoh binatang Kekelawar, mampu mendengar frekwensi di luar batas kemampuan telinga manusia. Sedangkan manusia normal hanya mampu mendengar di rentang frekwensi 20 Hertz sampai 20.000 Hertz. Sehingga frekwensi yang diluar itu tidak bisa kita dengar, tetapi kekelawar masih bisa terbang dengan mengandalkan indra pendengaran alias bukan mengandalkan matanya.
Dengan kata lain, kemampuan rentang indra pendengaran manusia lebih sempit dari pada rentang pendengaran kekelawar. Dengan kata lain, rentang indra pendengaran manusia lebih sempit dari rentang kemampuan kekelawar.
Kenapa kekelawar bisa mempunya rentang frekwensi yang lebih lebar dari manusia ?
Apa yang terjadi bila manusia bisa mendengar seperti Kekelawar ?
Tentu Yang Maha Kuasa sudah membuat manusia lebih tinggi drajatnya dari sang kekelawar. Pasti kacau balau pola komunikasi manusia, bila manusia bisa mendengar seperti kekelawar.
Jawabnya : sensor indra pendengaran di frekwensi tertentu sudah mulai rusak akibat suara bising yang terlalu keras dan terlalu lama. Atau akibat obat obatan seperti obat penyakit Tuberkulosis (efek samping obat).
Di koreksinya melalui mempertinggi level suara yang budek itu, sehingga penderita bisa mendengar lagi. Tapi bila sensornya rusak total, maka tidak mungkin pula dibantu oleh alat bantu telingga.
Contoh manusia rabun senja (rabun ayam), yang pada sore hari atau redup sinar; manusia penderita rabun senja sangat sulit memahami warna yang dilihatnya.
Kenapa tidak bisa melihat sempurna saat cahaya redup ?
Karena sensor mata terdiri dari dua macam sensor. Yang satu jenis khusus untuk sensor cahaya tinggi (cahaya terang) dan satu jenis lagi untuk sensor cahaya redup. Pada rabun senja ada gangguan di sensor cahaya redup
Setelah penjelasan diatas mari kita lihat perbedaan sensor cahaya pada camera digital bila di bandingkan dengan sensor mata manusia. Disini inti penjelasan nya dan para fotografer harus paham ini.
Keterangan gambar: Perhatikan pada sensor digital, bahwa tiap sensor ditambahkan lapisan warna merah atau hijau atau biru, supaya bisa membedakan warna. Beda dengan sensor pada mata manusia, bahwa tiap warna punya sensor sendiri sendiri.
Di area seluas itu terdapat bintik bintik halus sebanyak 24 Juta Pixel. Dan pixel itu kita anggap saja kepala batang korek api yang dari bahan kayu. Anggap saja kita dirikan korek api dari batang kayu dan kita dirikan berjejer rapih sebanyak 24 juta batang korek api. Ujung batang korek api yang bisa terbakar, kita umpakan saja sensor cahaya.
Artinya semua jenis pixel adalah indentis satu sama lainnya.
Dengan kata lain, tiap sensor (pixel) camera digital mempunyai karakter yang sama (100 % identis).
Bila kita perhatikan lapisan retina dan di perbesar maka ada perbedaan jelas antara sensor camera digital dan sensor cahaya mata manusia.
Bedanya sensor mata manusia dengan sensor camera digital adalah :
- Jenis sensor pada manusia ada 4 jenis: Merah, Hijau, Biru (RGB) dan sensor cahaya redup.
Pada sensor camera digital hanya ada 1 jenis untuk semua warna.
- Jumlah sensor terang (RGB) berjumlah 6 Juta dan 120 juta untuk sensor cahaya redup.
pada sensor format fullframe ada yang 24 Mega pixel dan 42 Megapixel.
- Panjang diagonal area retina sekitar 17mm.
Panjang diagonal area sensor camera digital format fullframe 43 mm.
Karena kita tidak mau belajar terlalu jauh ilmu kedokteran, sampai disini saja perbandingannya.
Sekarang kita perhatikan perbedaan mata dengan camera digital.
Perbedaan jenis sensor.
Pada Sensor camera digital hanya satu jenis dan dimodifikasi untuk bisa di konversi menjadi tiga warna (RGB), tetapi tipe jenisnya adalah 100 persen identis.
Cara modifikasinya pun sangat sederhana sekali, seperti kita mengunakan kacamata yang berwarna merah, hijau atau biru. Dan Bukan tiap sensor (pixel) berkemampuan mendeteksi satu warna saja.
Memahami kemampuan mendeteksi cahaya terang.
Bila kita memahami adanya 3 jenis sensor cahaya pada manusia , yaitu sensor warna merah, hijau dan biru (RGB), maka kita bisa paham kenapa ada manusia bisa buta warna. Buta pada warna tertentu. Buta warna itu karena tidak sempurnanya sensor warna pada warna tertentu, sehingga menyebabkan kualitas warna merah atau hijau atau biru yang terganggu.
Memahami kemampuan mendeteksi cahaya redup.
Bila kita memahami bahwa pada manusia ada dua jenis sensor, yaitu sensor cahaya terang untuk warna (RGB) dan satunya lagi sensor yang redup cahaya.
Artinya sensor cahaya pada manusia mempunya spesialisasi tersendiri untuk mendeteksi cahaya terang dan cahaya redup. Sedangkan pada sensor digital semua sensor dipaksakan untuk mendeteksi cahaya terang dan gelap.
Seperti kita pahami bahwa penderita penyakit rabun sore, tidak mampu mendeteksi warna warna gelap pada sore hari yang redup cahaya. Dengan kata lain, penderita gangguan sensor redup akan sulit melihat pada cahaya yang redup.
Memahami perbedaan kemampuan sensor manusia dan sensor digital:
Karena sensor mata manusia mempunyai total 4 jenis sensor (RGB dan redup), sedang sensor camera digital hanya 1 jenis saja, maka sensor camera digital tidak mampu memdeteksi cahaya yang jauh lebih terang maupun cahaya yang lebih redup.
Memahami kemampuan indra Manusia dan Kekelawar.
Manusia normal hanya mampu mendengar suara di rentang frekwensi 20 Hertz sampai 20.000 Hertz. Sedangkan Kelelawar mampu terbang cepat bukan mengandalkan indra pengelihatan (mata), tetapi Kekelawar mengunakan indra sensor frekwensi yang Kekelawar dengar.
Artinya kemampuan kekelawar mendengar frekwensi lebih lebar rentang dinamis nya daripada kemampuan manusia mendengar frekwensi suara.
Dengan kata lain, bahwa manusia lebih “budek” dari Kekelawar, karena tidak bisa mendengar frekwensi yang kekelawar bisa dengar. “Budek frekwensi” dalam perbedaan manusia dengan Kekelawar, karena memang manusia tidak memiliki sensor yang untuk mendeteksi frekwensinya, sedangkan Kekelawar mempunyai sensor yang mendeteksi frekwensi diluar batas kemampuan sensor manusia.
Sekarang kita coba memahami Silau.
Dalam kamus besar bahasa indonesia, silau diartikan “tidak dapat melihat nyata karena terlalu terang cahayanya”.
Contohnya :
Apa warna matahari ? Apakah merah atau kuning atau oranye ?
Bila sinar matahari sangat terik, maka warnya sulit kita jelaskan dan kita hanya berkata “putih sekali dan silau”
Artinya semua warna yang terlalu terang (kebanyakan atau over cahaya), menyebabkan silau dan mata mendeteksi warna itu menjadi putih
Sekarang kita coba pahami melewati terowongan.
Disaat matahari terik; kita masuk ke dalam terowongan yang gelap, apa yang terjadi ?
Beberapa detik pengelihatan kita menjadi gelap, karena sensor terang (RGB) lebih dominan aktivitasnya. Sehingga pupil mata harus membesar (bukaan pupil), terus makin membesar sampai sensor redup pada retina mata akan lebih dominan aktivitasnya.
Demikian juga pada saat kita keluar dari terowongan yang gelap gulita dan cepat menuju alam bebas yang terang, mengakibatkan mata harus adaptasi dari gelap menjadi terang. Sehingga pupil mata mengecil (bukaan pupil) makin kecil. Dan sensor terang pada retina mata akan lebih dominan aktivitasnya.
Belajar dari kemampuan sensor mata manusia dan sensor digital, artinya ada bagian gradasi cahaya yang tidak mampu dideteksi oleh sensor camera digital. Sehingga saya bisa umpamakan perbandingan sbb:
Manusia “budek” frekwensi suara dibandingkan kekelawar.
Camera digital “budek” frekwensi warna dibandingkan manusia.
Dimana letak “budek” sensor camera digital dibandingkan sensor manusia ? Dan berapa banyak perbedaan “budek” nya ?
Yuk kita lanjut dan kita merenung sejenak lagi.
Dalam satu ruangan yang gelap gulita dan semua pintu dan jendela terkunci rapat, alias kedap cahaya.
Saat kita tutup jendela, maka ruangan gelap gulita tanpa cahaya. Bila kita buka jendela secara total, maka ruangan sangat terang bendera sekali.
Pada daun jendela di pasangkan lubang cantelan supaya gagang cantelan bisa menjaga daun pintu tidak terhempas angin. Pada daun pintu itu kita pasangkan beberapa lubang cantelan supaya kita bisa mengatur lebar sempitnya daun pintu , sehingga cahaya dan udara bisa masuk.
Cantelan posisi 33 adalah posisi daun pintu terbuka paling lebar.
Maka mulailah kita membuka sedikit demi sedikit daun pintunya. Pada posisi sedikit saja, ruangan masih gelap.
Buka lagi dikit, ehh.. sekarang mata manusia mendeteksi ada cahaya masuk, maka aku buatkan cantelan kesatu.
Buka lagi dikit, ehh.. terasa lagi beda cahayanya, kali ini lebih banyak, maka aku buatkan cantelan kedua.
Terus begitu .... bila dideteksi ada perbedaan cahayanya (level atau gradasi), maka aku buatkan cantelannya.
00 – Cantelan dilepas artinya ruangan gelap gulita
01 – Cantelan kesatu artinya daun pintu terbuka sedikit saja.
02 – Cantelan kedua artinya daun pintu makin lebar
angka cantelan terus dibuat.
31 – Cantelan yang membuat daun pintu makin lebar.
33 – Cantelan terakhir yang dibuka dan mata manusia dibatas lebarnya pembukaan daun pintu itu saja. Lebih dari batas itu, sensor mata manusia tidak bisa membedakan lagi, karena sudah terlalu silau.
Artinya mata manusia dari mulai tanpa cahaya (Cantelan 0 atau bukaan Null) hanya bisa membedakan kualitas cahaya sampai maksimalnya (sekitar cantelan 33 atau bukaan 33).
“Budek” atau “silau” atau “Rabun senja" pada sensor digital camera adalah tidak mampunya membedakan warna lebih terang dan warna lebih gelap.
Sensor camera digital tidak punya sensor khusus untuk terang (RGB yaitu warna merah, hijau , biru), sehingga tidak mampu mendeteksi sinar terang dengan baik (terlalu cepat silau).
Sensor camera digital tidak punya sensor khusus untuk cahaya redup, sehingga tidak mampu mendeteksi sinar redup ( seperti rabun senja).
Sensor manusia mempunyai rentang dinamis cahaya sebanyak 33 cantelan.
Sensor camera digital hanya mempunyai rentang dinamis yang lebih sempit bila dibandingkan cantelan daun jendela. Dan sempitnya rentang dinamis camera digital tergantung dari teknologi yang digunakan oleh pabrik camera. (Lihat perbandingan digambar)
Tergantung teknologi camera digitalnya, bisa jadi sensor digital baru bisa mendeteksi mulai dari cantelan ke 5 sampai dengan cantelan 27. Artinya camera digital hanya mempunyai 22 cantelan saja.
Sekarang kita paham bahwa rentang dinamis sensor camera digital (22 cantelan) lebih sempit dibandingkan sensor mata manusia yang mempunyai rentang dinamis 33 cantelan.
Demikanlah pemahaman rentang dinamis yang bisa kita umpamakan camera digital “budek frekwensi”. Teknologinya belum memadai untuk menyamakan kemampuan rentang dinamis mata manusia.
Mungkin penjelasan ini yang mengumpamakan sebagai “BUDEK FREKWENSI”, adalah yang pertama kali di dunia. Yuk kita perkenalkan dengan mudah kepada teman teman bahwa rentang dinamis pada fotografi adalah "budek frekwensi”
Didalam artikel di atas kita telah belajar tentang rentang dinamis (Dinamic Range) dan angka F (angka bukaan) yang saya umpamakan sebagai cantelan daun pintu.
Angka F tidak mempunyai satuan internasionalnya. Untuk belajar lebih lanjut tentang angka F (bukaan), akan kita bahas di artikel selanjutnya.
Catatan:
Artikel ini saya tulis untuk Luluk dan Herry di Gunung Bromo, Jawa Timur.
Saya berharap suatu waktu makin banyak pula generasi muda yang benar benar paham proses foto digital.
Kumpulan artikel:
1. Dasar Foto Digital: Memahami BIT Pada Foto Format Raw & JPG
2. Dasar foto digital (2): Dari Abstrak Menjadi Absolut
3. Apakah camera digital sudah lebih tajam dari mata manusia ?
Harap tidak mengunakan artikel ini tanpa seijin penulis.
(c) dr. Kusmanto, Januari 2017