[caption id="attachment_261563" align="aligncenter" width="524" caption="Ikan mati di waduk Cirata, foto tanggal 18 Juni 2013, difoto oleh Kusmanto"][/caption] Sejak 7 tahun saya sering wisata ke Waduk Cirata. Kadang kala saya datang dari arah Bandung atau dari arah Cianjur, maupun dari arah Purwakarta. Saat kunjungan kali ini saya memilih arah Purwakarta, jalannya sudah mulai bagus. Dari Jakarta saya butuh sekitar 4 jam untuk sampai ke waduk Cirata dengan perjalanan yang santai dan dua kali istirahat di tempat yang nyaman. [caption id="attachment_261565" align="aligncenter" width="524" caption="difoto oleh Kusmanto"]
Tanpa mengerti kondisi itu, saya melaju terus menuju rumah bapak Rahmat. Dan bertemulah kami dengan sukacita, setelah 18 bulan tidak bertemu.
[caption id="attachment_261567" align="aligncenter" width="524" caption="Bapak Poridin Girsang, pensiunan DEPKES. Difoto oleh Kusmanto di lokasi kerambah milik bapak Rahmat."]
Walau katanya sudah ada upaya dari otorita waduk membeli dari pengumpul eceng gondok, akhirnya tidak di lanjutkan. Kewalahan, yah, istilahnya otorita waduk kewalahan bersihkan eceng gondok. Karena pertumbuhannya lebih cepat daripada pembersihan, sehingga eceng gondok makin berlimpa tidak terkendali.
[caption id="attachment_261589" align="aligncenter" width="524" caption="Ikan mati di waduk Cirata. Di foto oleh Kusmanto"]
Selain eceng gondok, juga kualitas air yang makin buruk. Limbah makin banyak, belum lagi limbah kimia. Seperti yang juga pembuangan limbah warna warni di hulu sungai. Dan lengkap sudah penderitaan petani ikan, terutama saat cuaca mendung dan sirkulasi air waduk menjadi kotor. Air dan kotoran dari dasar danau naik ke permukaan sehingga ikan menjadi mati.
[caption id="attachment_261593" align="aligncenter" width="524" caption="difoto oleh Kusmanto"]
Saat ini petani ikan di waduk Cirata perlu bantuan pemerintah. Akibat harga ikan yang jatuh harganya, membuat hasil kerja mereka hanya cukup untuk hidup sehari hari saja. Terbukti bahwa anak bapak Rahmat yang biasanya menjaga kolam ikan, telah kembali ke Jakarta untuk bekerja.
Dan pak Rahmat pun sedang berpikir pikir untuk mencari peluang bisnis yang lebih baik di “darat” karena “kolam” makin hari makin sulit. Keputusan yang berat dan masih terus di kaji secara grafik. Sudah diamati oleh bapak Rahmat sejak beberapa tahun terakhir bahwa pendapatan dari waduk Cirata, makin hari makin tidak bisa diandalkan.
Dalam diskusi kami tentang dinas peternakan ikan dan otoritas waduk, memang tampaknya belum optimal. Apakah petani juga segan membayar iuran nya atau pula pihak berwenang melihat pajak pengolahan keramba ikan sangat tidak mengguntungkan.
Yang pasti saudara saudara kita di waduk Cirata perlu pertolongan dari pemerintah. Kasihan mereka disana, harus bertani secara manual dan mandiri tanpa pengetahuan teknologi maupun ilmu peternakan ikan yang memadai.
Semoga Waduk Cirata bisa segera medapatkan perhatian dari pemerintah. Karena dari satu waduk ini saja terdapat mungkin 500 ribu atau sampai 1 juta kotak kerambah berukuran 7 x 7 meter. Hasilnya panen perharinya sungguh luar biasa, bisa ratusan ribu ton ikan di jual. Sekali lagi saya tulis, ratusan ribu ton sehari. Sungguh luar biasa.
Belum lagi airnya yang berasal dari waduk Saguling, turun ke waduk cirata dan turun lagi ke waduk Jatiluhur, kemudian melalui Kali Malang menuju sumber bahan baku air minum di Jakarta. Bila saja pencemaran terjadi di perjalanan air menuju Jakarta, pasti pula orang Jakarta mendapatkan sumber air minum yang sudah tercemar. Bahaya segera datang untuk orang Jakarta !.
Setelah kami makan ikan yang langsung dari kolam, maka tak terasa hari sudah sore. Akhirnya kami pulang ke jakarta lewat Cianjur, Puncak dan menuju Jakarta. Kami berangkat dari Jakarta jam 8 pagi dan kembali lagi ke Jakarta pada jam 24. Lain waktu pasti kami kembali ke Waduk Cirata. Semoga waduk Cirata sudah menjadi waduk andalan untuk wisata maupun untuk petani ikan.
[caption id="attachment_261595" align="aligncenter" width="524" caption="difoto oleh Kusmanto"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H