Sejarah warga Amerika Serikat (United States of America) berawal dari orang Indian yang sudah tinggal beribu ribu tahun yang lalu. Kemudian datanglah warga Eropa sampai terjadinya perbudakan maupun perang saudara.
Melalui percampuran budaya, kekerasan maupun perbudakan telah menjadikan Amerika negara yang mempunyai ekonomi terbesar sejak era 1870an.
Dijaman itu pula Amerika melalui Perang dunia pertama dan kedua, ingin mengkukuhkan terus bahwa mereka yang terbaik dan terbesar. Adanya semacam dorongan emosional untuk terus menjadi yang terbesar.
Apa yang membuat mereka bisa demikian ? Ingin terus menjadi negara kokoh dan menjadi patokan dunia dalam berbagai hal, baik teknologi, budaya, selera, gaya hidup maupun gaya bisnis.
Apakah karena mereka keturunan HIBRID ? percampuran dari aneka genetik dan aneka budaya ?
Sebagai benua harapan masa depan, banyak sekali orang Jenius maupun pebisnis dunia pindah ke Amerika. Termasuk Julius Robert Oppenheimer penemu bom atom, sesuai namanya berasal dari keturunan Jerman. Belum lagi keturunan dari Israel, sehingga dalam mata uang Dollar Amerika tertera simbol Piramid dan Satu Mata.
Jaman terus berlangsung dan sudah melampaui ratusan tahun. Dan baru saat ini pengaruh Amerika baru mulai di goyang oleh China.
Tetapi mengapa dataran Eropa yang merupakan asal usul warga Amerika, tidak lagi menunjukkan kehebatannya lagi ?
Dalam peribahasa Jawa ada tertulis Bibit, Bebet dan Bobot.
Bila kita perhatikan bahwa bibitnya Amerika, nyata nyata berasal dari Eropa yang notabene adalah negara maju saat itu.
Setelah melewati ratusan tahun, tetap saja keturunan Amerika mengungguli nenek moyangnya yang masih menetap di negara asalnya.
Bila saja kita perhatikan gaya hidup dan gaya bisnis warga amerika, maka negara kita (Indonesia) sangat sulit untuk cepat menyamai level Amerika.
Salah satu contoh yang saya pernah tulis artikel bahwa :
Bila perhitungan laba Apple adalah 13,1 miliar US Dollar dan asumsi satu Dollar sekitar Rp. 9.000, maka laba Apple sekitar Rp. 118 triliun. Atau hampir setara dengan prediksi laba BUMN ditahun 2012.
Belum lagi baru baru iniFacebook membeli Instagram senilai sekitar 9 Triliun rupiah.
Kemudian saya bandingkan dengan generasi muda Indonesia yang saat ini pulang kuliah dari Amerika.
Saat ini banyak anak pengusaha yang melanjutkan bisnis orang tuanya.
Sepaham saya, mereka punya pola gaya hidup yang hampir sama dengan warga Amerika, tetapi gaya bisnisnya tetap menganut pola bisnis Indonesia.
Sebagai contohnya, mereka ada yang berbisnis bidang makanan, tetapi masih saja senang menjual produk dengan eceran Rp. 500 sampai Rp. 5.000 saja.
Bila sudah diatas harga itu maka dikatakan sebagai produk yang sulit dijual.
Artinya mereka berbisnis dengan asset yang sangat besar dan menghasilkan margin yang sangat rendah.
Dengan kata lain, investasi besar (padat modal) dengan profit rendah.
Ada lagi yang pengusahan lain yang kuliah dari Amerika juga; dalam situasi ekonomi yang sulit ini, mereka tidak terlalu mencari profit dalam bidang produksinya. Tetapi mereka berupaya mencari dana segar melalui penjualan saham perusahaan (Go Public).
Atas dasar itu, tetap saja pola bisnis padat modal dengan hasil profit rendah.
Berbeda dengan Apple, Google, Facebook, Microsoft yang saat ini sedang menjadi pemain teknologi dunia dalam bidang software.
Mereka ada yang berawal dari garasi mobil maupun dari hobby saja, kemudian bisa menjadi pelopor dunia.
IBM, Xerox, General motor, Pizza Hut, Mc Donald adalah beberapa perusahaan Amerika yang mengunakan teknologi, citra rasa yang mendunia.
Walaupun beda bisnisnya, tetapi satu yang sama, yaitu profit yang tinggi dan mampu mengembangkan usahanya sehingga mendunia.
Karena itulah tantangan yang sangat berat dan sangat sulit untuk generasi muda Indonesia untuk bersaing dengan pola hidup dan gaya bisnis ala Amerika.
Harus ada terobosan “paranormal” yang bisa mampu melihat masa depan.
Aplikasi ilmu dan kemampua otak manusia akan jauh lebih menghasilkan uang dalam bisnis daripada aplikasi mesin produksi. Merubah dunia penemuan yang melegenda.
Seperti Steve Jobs yang mungkin saja katanya suatu waktu akan di setarakan kejeniusannya seperti Albert Eistein.
Lalu ? bagaimana generasi muda Indonesia menyikapi situasi global saat ini ?
Semoga generasi muda Indonesia bisa melakukan terobosan untuk masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H