[caption id="attachment_142678" align="alignleft" width="300" caption="Sumber gambar : google.com"][/caption] . Bahwa Allah maha besar dan maha kuasa. Dan manusia diciptakan dengan sangat sempurna melebihi semua mahkluk hidup diatas bumi ini. Manusia juga diberi kesempatan untuk mengembangkan dan menerapkan akal budinya dalam kehidupan diatas bumi. Sebagai salah satu contoh, saya memilih manusia yang karier nya sebagai dokter dan berprofesi sebagai pelayanan kesehatan masyarakat. Selama kuliah kedokteran, sesungguhnya standart ilmu kedokteran disemua negara adalah sama. Belajar anatomi, biokimia maupun ilmu ilmu penyakit. Hanya bibit genetik dan bebet lingkungan yang membedakan kemampuan manusianya dalam menyerap ilmu. Sehingga tiap tiap manusia mempunyai bobot ilmu yang sangat bervariasi. . Saat saya adaptasi di Universitas Indonesia, ada profesor muda yang dijuluki textbook berjalan. Karena dia sedemikian pintarnya hingga mampu menjelaskan secara gamblang. Seperti dalam suatu komunitas, ada paling berat dan ada yang paling ringan. Sama seperti dalam kelas sekolah, ada yang paling pintar dan ada yang paling belum paham bahan ujiannya. [caption id="attachment_142395" align="alignleft" width="300" caption="Sumber gambar : google.com"][/caption] Dalam realita hidup terjadi acak (random) didalam keteraturan bidang kesehatan. Keteraturan bidang kesehatan adalah rumah sakitnya dan sistemnya. Semakin tinggi budaya rumah sakitnya, semakin tinggi pula keteraturan prosedur rumah sakitnya. Sehingga kepuasan pasien juga meningkat. Tetapi yang acak adalah perorangan dokternya, ada yang ganteng, pintar, tinggi, gugup malah bisa bisa malas. Bila saya boleh mengumpamakan, ada seorang pasien yang bernama Bapak Andika bertemu dengan dokter yang bernama Android. Maka terjadi dialog tentang keluhan putri bapak Andika yang menurut dokter Android harus di operasi kulitnya karena terinfeksi oleh virus. Didalam keter-acakan hidup, terjadi pula pertemuan bapak Andika dengan dokter BARU. Bedanya dokter baru menyarankan bukan cara operasi tetapi hanya perlu pengobatan dengan salep saja. [caption id="attachment_142680" align="alignleft" width="300" caption="Sumber gambar : google.com"][/caption] Dan ternyata dengan obat salep “mujarap made in Jerman” kulit sang putri menjadi sembuh. Maka timbul pernyataan dari bapak Andika.... waduh.... jangan cepat percaya kepada dokter, karena banyak dokter sering salah diagnosa. Dalam kenyataannya ada dua dokter yang melihat putri Bapak Andika. Dokter Android dan dokter Baru. Dari diskripsi bapak Andika tentang kulit putrinya, tampaknya sang kulit sudah benar di diskripsikan penampilannya oleh kedua dokter tersebut. Secara penampilan sang kulit, saya yakin kedua dokter sudah sepakat. Saya kasih contoh lagi. Saya kasih bapak Andika air minum dan saya bertanya. Apa rasa nya? Bapak Andika menjawab : “Rasa manis !”. Rasa manis apa ? rasa manis gula pasir atau rasa manis gula jawa ? Artinya Bapak Andika perlu pengalaman tentang citra rasa manisnya gula pasir dan manisnya gula jawa. Disinilah letaknya, bibit, bebet dan bobot. Sehingga bisa dikatakan gradasi bobot ( ilmu ) dokter Anroid sangat tergantung dari bibit, bebet. Dalam bebet saya masih masukkan juga pengalaman dalam aplikasi ilmu. Artinya sang dokter Android , bisa bisa juga belum banyak belajar dari sang textbook berjalan. Atau teledor yah ? Kata belajar dalam Enskilopedia Nasional Indonesia adalah proses yang terjadi dari : 1. Bahan yang dipelajari (kulit manusia), 2 Metode belajar (dari ilmu kuliah), 3. Harus ada gurunya, 4. Ada evaluasinya dan 5. harus bisa diulang ulang. Yang pasti dokter Anroid masih kurang dalam memenuhi nomor 1 sampai 5, sehingga level kemampuan (bobot) dan nalarnya sebagai dokter kurang sempurna. Karena itu untuk menjawab pertanyaan bapak Andika, bahwa gradasi (bobot) kemampuan dokter sangat bervariasi sekali terkait bibit, bebet. Tentu saja dalam kelompak kita hidup pasti kita akan bertemu secara acak. Bisa bisa tidak puas diri. . Sesuai dengan random, dapat kiranya kita masing masing mencari dan menemukan dokter yang bercocokan dalam kehidupan kita. Dalam kenyataannya sangat banyak dokter yang mempunyai kompetensi hebat. Dan itulah seni dalam hidup manusia, menemukan kecocokan sehingga menjadi teratur dalam kelompok yang sangat tidak beraturan (acak). Semoga bapak Andika bisa menemukan para dokter yang mempunyai nalar yang sangat peka terhadap bidangnya masing masing. Selain itu, bapak Andika yakinlah, bahwa kami dokter Indonesia melalui Ikatan Dokter Indonesia akan terus meningkatkan kemampuan para dokter saat melakukan pelayanan masyarakat. Ada Kolegium Dokter Indonesia yang menjaga kualitas para dokter melalui Sertifikat Kompetensi Dokter Layanan Primer. Semoga program Indonesia Sehat segera bisa terwujud. Lagipula semua dokter harus Sumpah Dokter Indonesia sehingga harus paham apa yang dilakukan dalam praktek adalah kepentingan yang ber-amanah. Salam untuk bapak Andika, dan jangan lupa obat generik. Cintailah produk Indonesia. Yang penting adalah nalar saat menegakkan diagnosa. Selanjutnya adalah penulisan resep dengan prioritas generik dan juga segera sembuh. Obat obatan made in Indonesia juga "ces pleng" loh... Artikel dari bapak Andika adalah : Dokter: Ini harus diangkat, ternyata salep cukup http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/11/09/dokter-ini-harus-diangkat-ternyata-salep-cukup/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H