Mohon tunggu...
Dayan Hakim
Dayan Hakim Mohon Tunggu... Dosen - persistance endurance perseverance

do the best GOD do the rest

Selanjutnya

Tutup

Financial

Metode Penilaian dalam Akuisisi saham Freeport

7 Desember 2019   00:13 Diperbarui: 7 Desember 2019   00:14 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merger dan akuisisi adalah salah satu subjek penting dalam matakuliah Manajemen Keuangan. Perkembangan ekonomi Indonesia yang cukup baik saat ini mengundang pengusaha Indonesia untuk melakukan konsolidasi usaha yang akan memperkokoh struktur bisnis mereka di Indonesia sebelum akhirnya going abroad alias ekspansi ke luar negeri. Dengan demikian diprediksikan akan terjadi gelombang merger dan akuisisi di tahun 2020 dan 2021. Namun ternyata tidak banyak ahli manajemen keuangan yang memahami mengenai penilaian dalam melakukan merger dan akuisisi.

Pertumbuhan perusahaan secara normal untuk meningkatkan penjualan dan memupuk akumulasi laba bersih membutuhkan waktu lama. Ini disebut dengan istilah pertumbuhan organic. Merger dan akuisisi diperlukan dalam mempercepat laju pertumbuhan perusahaan. Ini yang disebut dengan pertumbuhan anorganic. Banyak hal yang mendorong perusahaan melakukan merger dan akuisisi.

Contoh kasus merger dan akuisisi paling fenomenal di Indonesia adalah Freeport. Pada tanggal 1 November 2013 Pemerintah RI berhasil mengambil alih 100% saham PT Inalum dari Jepang, Kala itu, Pemerintah mengambil alih 58,87% saham Nippon Asahan Aluminium (NAA)  dengan menggelontorkan dana sebesar US$ 556,7 juta atau ada yang menyebut US$ 558 juta. Angka ini lebih rendah dari harga yang ditawarkan NAA US$ 626 juta.

Pada tanggal 27 November 2018 Inalum dijadikan Holding BUMN Pertambangan (Mind ID) ditandai dengan pengalihan saham seri B yang terdiri atas saham ANTAM sebesar 65%, PTBA Tbk sebesar 65,02%, TIMAH sebesar 65%, serta PTFI sebesar 9,36% yang dimiliki pemerintah kepada PT lnalum (Persero). Selanjutnya Inalum sebagai HIP diberi tiga mandat utama yaitu menguasai cadangan strategis pertambangan nasional, meningkatkan nilai tambah industri pertambangan melalui hilirisasi, serta menjadi perusahaan kelas dunia.

Setelah melalui negosiasi yang panjang dan a lot selama 6,5 tahun, akhirnya tanggal 21 Desember 2018 Inalum berhasil mengambil alih 51,2% saham Freeport Indonesia dengan nilai US$3,85 miliar untuk membeli hak partisipasi Rio Tinto di PTFI dan 100% saham FCX di PT Indocopper lnvestama, yang memiliki 9,36% saham di PTFI. Perinciannya sebanyak US$ 3,5 miliar dialokasikan untuk pembayaran hak partisipasi Rio Tinto dan US$ 350 juta untuk Indocopper.

Semula direncanakan ada tiga bank BUMN yang masuk dalam 11 bank yang akan menyuntik dana pinjaman kepada Inalum untuk mengambil alih 51% saham Freeport. Namun realisasinya holding BUMN tambang PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) menerbitkan obligasi valuta asing (global bond) senilai US$ 4 miliar, yang nantinya sebesar US$ 3,85 miliar digunakan untuk pembayaran saham dan sisa US$ 150 juta untuk refinancing. Ini bukan hanya obligasi valas pertama Inalum, tetapi juga yang terbesar yang pernah diterbitkan oleh BUMN.

Obligasi global Inalum untuk akuisisi saham Freeport terdiri dari empat masa jatuh tempo dengan tingkat kupon rata-rata sebesar 5,991% dengan rincian Obligasi pertama senilai US$1 miliar dengan kupon sebesar 5,230% dan tenor hingga 2021; Obligasi kedua senilai US$1,25 miliar dengan kupon sebesar 5,710% dan tenor hingga 2023; Obligasi ketiga senilai US$1 miliar dengan kupon sebesar 6,530% dan tenor hingga 2028; dan obligasi keempat senilai US$ 750 juta dengan kupon sebesar 6,757% dan tenor hingga 2048.

Dari kondisi tersebut timbul pertanyaan, apakah nilai yang dibayarkan oleh Inalum kepada Rio Tinto dan Indocopper sudah wajar? Berapa persen premi yang ditawarkan oleh Inalum sehingga Rio Tinto mau melepaskan kepemilikannya di Freeport Indonesia? Berapa Fair Value dari Freeport Indonesia? Intangibles Asset apa yang menyebabkan nilai saham Freeport Indonesia demikian tinggi? Apakah tidak mungkin terjadi Inalum melakukan kesalahan dalam penyelidikan uji tuntas (due diligence), dalam proses penawaran, atau dalam proses integrasi pasca akuisisi dari target?

Premi dalam merger atau akuisisi didefinisikan sebagai selisih antara harga penawaran dan harga pasar target sebelum pengumuman transaksi. Premi tersebut dibayarkan dengan harapan memenuhi harapan pemegang saham perusahaan pengakuisisi dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan pengakuisisi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya pasar ekuitas skeptis tentang kemampuan pengakuisisi untuk menciptakan nilai pemegang saham perusahaan pengakuisisi.

Dalam keterangan resmi yang dikeluarkan Inalum tanggal 2 Februari 2019  diungkapkan 9 keuntungan yang diperoleh Inalum dari akuisisi Freeport Indonesia yakni Pertama mengacu pada laba bersih Freeport Indonesia tahun 2013 dan 2014 yang mencapai US$2 milyar maka, perusahaan akan diproyeksikan mendulang US$18 miliar (Rp 261 triliun) laba bersih dari PTFI dalam kurun waktu tersebut. Kedua, keuntungan manajemen yakni Indonesia memiliki pengaruh signifikan untuk menentukan dividen, anggaran dasar hingga jajaran direksi dan komisaris. Ketiga, posisi PT Freeport di bawah kendali pemerintah karena status Kontrak Karya yang berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus. Keempat, PTFI memiliki cadangan emas terbesar di dunia dengan nilai US$150 miliar atau Rp2.190 triliun. Kelima, menguntungkan masyarakat Papua dimana saat ini masih didiskusikan dengan Pemprov Papua dan Pemkab Mimika terkait dengan pembentukan BUMD untuk menampung saham PT Freeport. Keenam, penyerapan tenaga kerja local dimana hingga Maret 2018  jumlah karyawan yang langsung direkrut PT Freeport mencapai 7.028 dengan jumlah karyawan lokal hanya 2.888 orang. Ketujuh, perusahaan juga mengembangkan kapasitas masyarakat di daerah operasional. Kedelapan, sebagai sumber perekonomian daerah Papua dimana sekitar 90 persen kegiatan ekonomi 300 ribu penduduk Kabupaten Mimika bergantung pada operasional PTFI. Terakhir adalah adanya keuntungan alih teknologi dan pengetahuan karena tambang bawah tanah Grasberg adalah tambang yang relatif rumit sehingga menjadi tempat belajar terbaik untuk para ahli tambang di Indonesia.

Dalam melakukan penilaian, Analis sering merujuk pada lima jenis nilai yakni Pertama nilai buku yang mengacu pada nilai akuntansi perusahaan --- yaitu nilai yang dilaporkan dalam neraca. Nilai buku ekuitas, juga disebut sebagai kekayaan bersih perusahaan, sama dengan total aset dikurangi total kewajibannya. Ini mewakili nilai residu perusahaan, dengan asumsi bahwa aset dapat dijual dengan nilai yang dilaporkan dan bahwa hasilnya digunakan untuk memenuhi semua kewajiban pada nilai yang dicatat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun