Asumsikan pedagang valas meminjam Sin$ 1.000, 3% selama setahun dan mengubahnya menjadi Rupiah dengan harga 10.000 Sin/IDR (Rp10.000.000,-), menginvestasikan dana tersebut selama setahun.Â
Dengan asumsi tidak ada perubahan mata uang, Rp10.000.000,- tumbuh menjadi Rp10.900.000,- pada akhir tahun dan, bila dikonversi kembali ke dolar Singapura akan bernilai Sin$ 1.090. Tapi karena trader meminjam Sin$1.000 3% maka trader berutang Sin$ 1.030, membuat hasil bersih yang diperoleh dari perdagangan sebesar Sin$60.
Namun, bayangkan bahwa terjadi krisis ekonomi di Indonesia, seperti yang terjadi pada tahun 1998 ketika pemerintah Indonesia gagal membayar hutangnya dan terjadi devaluasi mata uang yang besar di Indonesia karena pelaku pasar menjual posisi mata uang Rupiah mereka. Misalkan pada akhir tahun nilai tukar adalah 11.000 Sin/IDR, maka Rp10.900.000,- kita sekarang akan dikonversi menjadi hanya Sin$990,91 (Rp10.900.000,- x 0,0001 Sin/IDR). Karena trader berhutang Sin$ 1.030, maka kita akan mengalami kerugian akibat fluktuasi mata uang -- meskipun tingkat suku bunga di Indonesia lebih tinggi daripada Singapura.
Berdasarkan uraian diatas maka kita ssekarang bisa memulai untuk melakukan investasi valuta asing untuk memperoleh sedikit keuntungan dari dampak pergerakan mata uang.Â
Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah bahwa mata uang dan negara, seperti perusahaan, terus berubah nilainya berdasarkan faktor fundamental seperti pertumbuhan ekonomi dan tingkat suku bunga. Kita juga harus memahami, berdasarkan teori ekonomi yang disebutkan di atas, bagaimana faktor ekonomi tertentu mempengaruhi mata uang suatu negara.
@dokday 13/06/18
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H