Mohon tunggu...
Dayan Hakim
Dayan Hakim Mohon Tunggu... Dosen - persistance endurance perseverance

do the best GOD do the rest

Selanjutnya

Tutup

Money

Wawasan Nusantara dan Azas Cabotage

24 Januari 2017   14:11 Diperbarui: 24 Januari 2017   14:23 1389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Wawasan Nusantara adalah wawasan kewilayahan yang berfungsi sebagai pembatasan negara, agar tidak terjadi sengketa dengan negara tetangga. Dasar batas negara Republik Indonesia adalah Risalah sidangBPUPKI tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 tentang negara Republik Indonesia dari beberapa pendapat para pejuang nasional. Dr. Soepomo menyatakan Indonesia meliputi batas Hindia Belanda, Muh. Yamin menyatakan Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Sunda Kecil, Borneo, Celebes, Maluku-Ambon, Semenanjung Melayu, Timor, Papua. Ir. Soekarno menyatakan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Deklarasi Juanda tanggal 13 Desember 1957 merupakan pengumuman pemerintah RI tentang wilayah perairan negara RI, yang isinya:

Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi berdasarkan garis pasang surut (low water line), tetapi pada sistem penarikan garis lurus (straight base line) yang diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar dari pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah RI.

Penentuan wilayah lebar laut dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut.

Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebagai rezimHukum Internasional, di mana batasan nusantara 200 mil yang diukur dari garis pangkal wilayah laut Indonesia. Dengan adanya Deklarasi Juanda, secara yuridis formal, Indonesia menjadi utuh dan tidak terpecah lagi.

Tanggal 20 April 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut) telah diterima baik oleh Konperensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Ketiga di New York dan sebelumnya telah ditandatangani oleh Negara Republik Indonesia bersama-sama seratus delapan belas penandatangan lain di Montego Bay, Jamaica pada tanggal 10 Desember 1982. Dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tersebut diatur rejim-rejim hukum laut, termasuk rejim hukum Negara Kepulauan secara menyeluruh dan dalam satu paket. Berdasarkan UNCLOS, rejim hukum Negara Kepulauan mempunyai arti dan peranan penting untuk memantapkan kedudukan Indonesia sebagai Negara Kepulauan dalam rangka implementasi Wawasan Nusantara sesuai amanat Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Tanggal 31 Desember 1985, Konvensi tersebut diratifikasi oleh DPR RI menjadi Undang-undang nomor 17 tahun 1985.

Tindak lanjut pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982, memuat ketentuan antara lain mengenai hak dan kewajiban kapal asing dalam melaksanakan Lintas Damai serta hak dan kewajiban kapal dan pesawat udara asing dalam melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan dengan kepentingan damai telah diatur dalam Undang-undang nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Juklak dari Undang-undang ini baru diatur dalam PP nomor 36 tahun 2002 Tentang Hak Dan Kewajiban Kapal Asing Dalam Melaksanakan Lintas Damai Melalui Perairan Indonesia Dan PP Nomor 37 Tahun 2002 Tentang Hak Dan Kewajiban Kapal Dan Pesawat Udara Asing Dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan Yang Ditetapkan. Dalam PP nomor 37 tersebut telah ditetapkan 3 Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) sebagai berikut:

 - ALKI I melintasi Laut Cina Selatan, Selat Karimata, Laut Jawa, Selat Sunda.

 - ALKI II melintasi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, Selat Lombok.

 - ALKI III Melintas Samudera Pasifik, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai dan Laut Sawu.

Dengan adanya juklak tersebut berarti Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan wilayah sudah diakui secara internasional dan diterapkan dalam tata peraturan perundangan Indonesia.

Selanjutnya, tanggal 28 Maret 2005 Presiden SBY dengan Inpres nomor 5 tahun 2005 Tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional telah menerapkan Azas Cabotage yang berisi:

  • Muatan pelayaran antar pelabuhan di dalam negeri dalam jangka waktu sesingkat-singkatnya setelah Instruksi Presiden ini berlaku, wajib diangkut dengan kapal berbendera Indonesiadan dioperasikan oleh perusahaan pelayaran nasional;
  • Muatan impor yang biaya pengadaan dan/atau pengangkutannya dibebankan kepada APBN/APBD wajib menggunakan kapal yang dioperasikan oleh perusahaan pelayaran nasional, dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah;
  • Mendorong diadakan kemitraan dengan kontrak angkutan jangka panjang antara pemilik barang dan perusahaan angkutan laut nasional.

Inpres tersebut kemudian dinaikan menjadi Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran yang menggantikan Undang-undang nomor 21 tahun 1992 tentang Pelayaran. Pola angkutan laut barang telah diatur secara rinci. Hub and Spoke sudah ditetapkan dengan 4 pelabuhan luar yakni Sabang, Batam, Bitung dan Sorong sebagai Hub Luar Negeri serta Belawan, Jakarta, Surabaya dan Makassar sebagai Hub Dalam Negeri.

Ternyata pelaksanaannya berbeda. Meskipun Republik kita sudah menetapkan bahwa kapal internasional hanya boleh melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 1 sampai 3, dengan semena-mena Australia dengan jalur PAX https://www.anl.com.au/products-services/line-services/flyer/PAXANL dari Darwin ke Singapura melintasi Laut Jawa tanpa mampir ke Surabaya atau Jakarta. MV Darwin Trader dan MV Dili Trader berkapasitas 600 teus secara rutin melintasi Laut Jawa setiap 18 hari. Hal ini merongrong kewibawaan Republik tercinta yang sudah sejak tahun 1982 meratifikasi UNCLOS.

Permasalahan kedua adalah skala ekonomis Direct Call. Pelayaran langsung (direct call) dari Papua ke China http://www.msn.com/id-id/berita/other/papua-lepas-pelayaran-pertama-ekspor-langsung-ke-cina/ar-BBrzbFM mengangkut 40 teuss hasil alam papua secara perhitungan tidak efisien. Biaya kapal (shipping cost) sebagai komponen terbesar dari biaya pengangkutan (freight cost) menjadi mahal. Akan lebih murah bila 40 teuss tadi dibawa ke Jakarta atau Surabaya dengan kapal Pelni berkapasitas 115 teuss untuk kemudian digabung dengan kapal Jakarta Lloyd ke China berkapasitas 3000 teuss. Biaya transshipment di Jakarta atau Surabaya seharusnya tidak akan lebih besar dibandingkan dengan selisih biaya kapal dengan Direct Call terlebih bila pulang kosong. Tidak benar bila biaya handling di Surabaya atau Jakarta lebih mahal dibandingkan biaya shipping. Permasalahan lintas terpendek ini sudah banyak dijadikan skripsi di banyak Universitas. Bagaimanapun orang Papua butuh kepastian jadwal dan ini yang kita tidak punya.

Permasalahan ketiga adalah konektivitas hub and spoke. Di dalam konsep pembangunan konektivitas maritim tersebut, baik tol laut maupun pendulum nusantara menempatkan 24 pelabuhan sebagai penopang program, yang terbagi menjadi dua klaster, terdiri dari 5 pelabuhan utama dan 19 pelabuhan penghubung. Program ini memakai teori jaringan Hub-Spoke sebagai desain rute tol laut, dimana Hub adalah pelabuhan utama dan Spoke adalah pelabuhan penghubung.

Sehubungan dengan hal tersebut perlu ditunjuk operator Pendulum Nusantara yang akan menghubungkan 5 pelabuhan utama dan 19 pelabuhan penghubung tersebut. Dengan demikian posisi tawar Pemerintah akan semakin kuat ke perusahaan pelayaran asing untuk memaksa mereka mampir ke Jakarta atau Surabaya bila melewati ALKI. BUMN Pelayaran satu-satunya saat ini hanya Djakarta Lloyd, namun kesiapan Djakarta Lloyd untuk mengemban tugas Negara menjalin konektivitas hub and spoke membentuk Pendulum Nusantara masih dipertanyakan.

  • Dokday / 24012017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun