Mohon tunggu...
Dayan Hakim
Dayan Hakim Mohon Tunggu... Dosen - persistance endurance perseverance

do the best GOD do the rest

Selanjutnya

Tutup

Money

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan Konversi Hutang Menjadi Saham pada Djakarta Lloyd

16 Januari 2017   09:21 Diperbarui: 16 Januari 2017   09:31 4178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Ikhtisar

Pelaksanaan Restrukturisasi Keuangan melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan Pengalihan Utang menjadi Saham (Debt to Equity Swap) pada Djakarta Lloyd ternyata memakan waktu lama dan dengan prosedur yang rumit namun berhasil meningkatkan kinerja keuangan Djakarta Lloyd sehingga dianggap mampu untuk menyelesaikan seluruh tunggakan utang nantinya.

Pendahuluan

Peraturan kepailitan memang telah ada sejak tahun 1905, yaitu Faillissements Verordening Stb 1905 No.217 jo Stb 1906 No.348 (Peraturan Kepailitan). Tetapi jalan memailitkan debitur tidak menjadi pilihan yang utama oleh para kreditur pada saat itu karena adanya anggapan bahwa tata cara penagihan utang melalui kepailitan dianggap rumit serta tidak menjamin kepastian penyelesaian, kepailitan juga dianggap kurang melindungi kepentingan kreditur serta lamanya waktu persidangan yang diperlukan. Selain itu berkembang pula pemikiran bahwa setiap pernyataan pailit berarti berakibat “hilangnya” hak-hak kreditur atau “hilangnya” nilai piutang karena harta kekayaan debitur yang dinyatakan pailit itu tidak akan mencukupi untuk menutupi semua kewajibannya kepada kreditur.

Selain itu dikhawatirkan upaya penyelesaian utang dengan menempuh restrukturisasi utang prosesnya akan berlangsung sangat lama. Hal ini dikarenakan banyak debitur yang sulit dihubungi oleh para krediturnya karena berusaha mengelak untuk bertanggung jawab atas penyelesaian utang-utangnya, sementara upaya restrukturisasi utang hanya mungkin ditempuh apabila debitur bersedia bertemu dan duduk berunding dengan para krediturnya atau sebaliknya. Di samping adanya kesediaan untuk berunding itu, bisnis debitur harus masih memiliki prospek yang baik untuk mendatangkan pendapatan sebagai sumber pelunasan utang yang direstrukturisasi itu.

Sebagai jalan pemecahan atas permasalahan ini, pemerintah pada tanggal 22 April 1998 menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang tentang Kepailitan yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 yang selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan (UUK). Setelah berlakunya UUK ini, pemerintah kemudian menyusun kembali RUU tentang kepailitan yang baru, yang lebih disesuaikan dan lebih memadai lagi pengaturannya sesuai dengan kebutuhannya di Indonesia. RUU inilah yang kemudian diundangkan menjadi Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) yang masih berlaku hingga saat ini.

Sehubungan dengan hal tersebut maka kami mencoba untuk membahas mengenai praktik Restrukturisasi Keuangan melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan Pengalihan Utang Menjadi Saham (Debt to Equity Swap) pada DJAKARTA LLOYD.

Pembahasan

Pada tahun 2007, Djakarta Lloyd mulai mengalami Financial Distress (kesulitan keuangan). Hal ini disebabkan beban hutang yang terlalu besar dengan tingkat bunga yang tinggi pada periode tersebut. Pada tahun 2009, Pacific Internasional Line Pte.Ltd. mengembalikan 2 unit kapal yang selama ini disewa time chartering. Tanggal 16 Mei 2009 Australia National Lines Limited (ANL) melalui Kantor Perwakilan Singapore meminta Pengadilan Singapore untuk menahan 2 kapal milik Djakarta Lloyd. Direksi pada saat itu panik dan membuat Hutang baru dengan PT PANN (Persero) untuk membiayai proses pengadilan niaga Singapura dengan menggadaikan 3 kapal milik Djakarta Lloyd.

Ternyata upaya tersebut gagal. Pada bulan Januari 2010, ke dua kapal tersebut dilelang oleh Pengadilan Singapura. Bulan Mei 2010, PT PANN (Persero) menarik operasional 3 unit kapal milik Djakarta Lloyd. Tahun itu juga, PT Globex, pemegang utang 10 lembar MTN (nomor 026 s.d 035) meminta Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk menahan 3 unit kapal milik Djakarta Lloyd  yang kemudian dilelang eksekusi pada tahun berikutnya. Demikian pula dengan PT Daya Radar Utama, mitra docking Djakarta Lloyd, meminta Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk menyita 1 unit kapal milik PT DL yang tersisa. Bulan Oktober 2010, Direksi saat itu menyatakan Djakarta Lloyd beku operasi.

Sejak itu, 5 unit kapal yang tersisa dengan status masih berupa Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS) laid up di lepas pantai Tanjung Priok, Surabaya dan Batam. Selanjutnya, 1200 orang karyawan dirumahkan belum digaji selama 16 bulan dan 2000 pensiunan tertunggak pembayarannya.

Tindakan Globex “the butcher” tidak kepalang tanggung. Tidak puas hanya dengan itu, usai melakukan lelang eksekusi 3 unit kapal CNJ III, PT Globex melelang kantor unit usaha keagenan di Cikini tahun 2012 dan melelang kantor pusat Djakarta Lloyd di Senen Raya 44 tahun 2013. sesuai Penetapan eksekusi lelang dari ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 046/2010.Eks. tanggal 29 September 2011, dimana hasil lelang tersebut sebagian digunakan untuk menutup kewajiban kepada pegawai dan pensiunan.

Pada tahun 2013, perusahaan menerima Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari 2 (dua) orang kreditur yaitu pemegang Medium Term Notes (MTN) yang diterbitkan oleh perusahaan tanggal 25 Maret 1997. Oleh karena telah terbukti memiliki dua kreditur dan tidak dapat membayar lunas maka kedua pemohon telah memenuhi syarat pengajuan PKPU sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 222 ayat (3) Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan perusahaan sebagai termohon PKPU telah menerima panggilan sidang yang pertama pada tanggal 30 Mei 2013 di Pengadilan Negeri pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat sesuai dengan surat panggilan nomor W10.UI.5767.Pdt.02.V.2013.03 tanggal 23 Mei 2013.

Hasil Sidang Putusan PKPU sesuai dengan surat nomor 27/Pdt.Sus-PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 9 Juli 2013 tersebut diterima karena terdapat novum baru yaitu Anggaran Dasar Perusahaan pasal 3 ayat 1 yang menyatakan bahwa walaupun PT Djakarta Lloyd (Persero) adalah Perusahaan Negara namun berorientasi untuk memperoleh laba. Maka sesuai Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, perusahaan dapat diajukan dalam PKPU. Sesuai dengan Pasal 265 Undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Perusahaan berhak untuk mengajukan perdamaian kepada kreditur.

Dalam Proposal Perdamaian (Homologasi) yang diajukan perusahaan pada tanggal 27 November 2014 untuk melakukan penundaan pembayaran dan pemotongan utang PT Djakarta Lloyd (Persero) mencakup hal-hal sebagai berikut:

  • Sebelum utang dikonversi menjadi saham perusahaan memohon pemotongan utang dengan rincian sebagai berikut:
  • Utang kepada Negara, perusahaan tidak memohon untuk pemotongan (hair cut) utang karena sesuai dengan Peraturan Perundangan, Utang Kepada Negara tidak dapat di hair cut kecuali persetujuan DPR oleh karenanya akan dicicil 2,5% setiap tahun selama 13 tahun setelah masa tenggang (grace period) 5 (lima) tahun dan sisanya akan dijadwalkan ulang sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17 tahun 2007 tentang Penyelesaian Piutang Negara.
  • Kreditur Separatis yaitu kreditur yang telah menguasai jaminan yaitu utang PPA tidak di hair cut tetapi dipersilahkan untuk mengeksekusi jaminan sehingga tidak diperhitungkan lagi sebagai utang yang akan direstrukturisasi, namun apabila terdapat sisa penjualan akan dikembalikan ke Perusahaan.
  • Utang kreditur konkuren, 94 kreditur diantaranya utangnya kurang dari Rp.150 juta akan dibayar setelah proses PKPU (tahun 2014) sedangkan jumlah utangnya diatas Rp.150 juta akan dikurangi terlebih dahulu sebesar Rp.150 juta (tidak di hair cut) dan sisanya akan di hair cut sebanyak 32,5%. Atas sisa utang yang di hair cut maupun yang tidak di hair cut akan dicicil selama 13 tahun.
  • Utang MTN perusahaan memohon pemotongan utang sebesar 90% dan tidak ada bagian yang tidak di hair cut. Utang tersebut akan dicicil selama 13 tahun.
  • Masa Tenggang (grace period) pembayaran utang 5 (lima) tahun yang akan dimulai pada tahun 2019 dan utang akan dicicil selama 13 (tiga belas) tahun.
  • Pembayaran utang akan dilaksanakan setiap triwulan dan dimulai pada triwulan pertama tahun 2019.
  • Perusahaan menganggarkan Rp.39,923 milyar per tahun yang diperuntukan untuk pembayaran utang.

Perjanjian Perdamaian yang diajukan oleh perusahaan telah disepakati dengan kreditur konkuren kemudian disahkan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berdasarkan putusan Nomor 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst pada tanggal 19 Desember 2013. Terdapat dua kreditur yang mengajukan kasasi Mahkamah Agung namun pada tanggal 15 April 2014, Mahkamah Agung RI mengeluarkan Putusan nomor 137.K/Pdt.Sud-PKPU/2014 yang isinya menolak permohonan kasasi yang diajukan kreditur. Dengan demikian, Putusan Pengesahan Perdamaian (Homologasi) Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PT Djakarta Lloyd (Persero) telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht).

Berdasarkan surat Nomor 327/MBU/2014 tanggal 23 Mei 2014, Menteri BUMN RI telah memberikan persetujuan sebagai berikut:

  • Menyetujui konversi saham sisa utang kreditur konkuren menjadi saham tanpa hak suara (debt to equity swap) melalui penerbitan saham portepel yang tidak diambil oleh Negara.
  • Menyetujui perubahan struktur permodalan PT Djakarta Lloyd (Persero) menjadi:
  • Pemerintah Republik Indonesia                          29,20%
  • Kreditur Konkuren                                                    70,80%
  • Saham yang diambil sebagian oleh kreditur konkuren tersebut kepemilikannya bersifat sementara dan akan di buyback mulai tahun 2019.

Sejak bulan Januari 2014, perusahaan mulai bangkit kembali dan melakukan aktivitasnya sebagai perusahaan pelayaran nasional.

Pada tanggal 28 Desember 2015 diterbitkan Peraturan Pemerintah RI nomor 126/2015 Perihal Perubahan Struktur Kepemilikan Saham Negara melalui Penerbitan Saham Baru pada PT Djakarta Lloyd (Persero) senilai Rp.437.897.037.175,-. Selanjutnya perlu diterbitkan Risalah Rapat Umum Pemegang Saham mengenai Perubahan Struktur Kepemilikan Saham Negara melalui Penerbitan Saham Baru pada PT Djakarta Lloyd (Persero) dan dituangkan dalam Akta Notaris untuk kemudian dicatatkan pada Lembaran Negara.

Dari rapat tanggal 10 Mei 2016 interdept diperoleh simpulan bahwa Proses Administrasi untuk pencatatan kreditur konkuren yang alamat dan identitas belum jelas dapat didaftarkan ke Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) dengan terlebih dahulu diterbitkan Keputusan RUPS/Menteri BUMN. Djakarta Lloyd telah melakukan pengumuman 3 kali di 2 media nasional  dengan interval 14 hari yang memberitahukan kepada kreditur konkuren untuk menyampaikan data/dokumen pendukung dalam penerbitan Saham Baru ex Debt to Equity Swap. Dari data yang masuk kemudian diverifikasi bersama Notaris dan Penasihat Hukum untuk dimasukan dalam Daftar Saham yang Akan Diterbitkan.

Tanggal 19 September 2016, Direksi Djakarta Lloyd telah menerbitkan surat nomor 295/DIRUT/S/IX/2016 perihal Progress penyelesaian Penerbitan Saham Baru Debt to Equity Swap yang isinya menyatakan bahwa daftar saham yang akan diterbitkan terlebih dahulu diverifikasi oleh Notaris untuk kemudian dibuatkan RUPSLB-nya oleh Kementeri BUMN. Selanjutnya Notaris akan mencatatkan seluruh nama pemegang saham baru DES pada Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kementerian KumHAM. Berdasarkan pertelaan saham ini maka Biro Administrasi Efek akan menerbitkan sertifikat saham atas nama masing-masing Pemegang Saham.

Dari hasil verifikasi terhadap data/dokumen pendukung ditemui permasalahan sebagai berikut:

  • Terdapat selisih akibat pembulatan ke nominal saham Rp1.000.000,- dengan total selisih Rp.62.037.125,-
  • Terdapat pihak-pihak yang sudah dilunasi karena penyelesaian asset tertentu, anak perusahaan, cabang diluar negeri dan pihak-pihak yang tidak diketahui keberadaannya.
  • Terdapat beberapa kreditur Luar Negeri.

Dari rapat Interdept tanggal 26 September 2016 diputuskan sebagai berikut:

  • Selisih sebesar Rp.62.037.125,- karena pembulatan satuan jutaan rupiah akan dibayar tunai kepada masing-masing kreditur pada saat penyerahan sertifikat saham.
  • Pihak-pihak yang sudah dilunasi karena penyelesaian asset tertentu, anak perusahaan, cabang diluar negeri dan pihak-pihak yang tidak diketahui keberadaannya maka sertifikat sahamnya sementara akan diterbitkan atas nama Djakarta Lloyd dan Pemegang Saham menugaskan Komisaris Djakarta Lloyd untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dalam tempo 2 (dua) tahun.
  • Untuk kreditur Luar Negeri maka sertifikat sahamnya sementara akan diterbitkan atas nama Djakarta Lloyd dan Pemegang Saham menugaskan Direksi Djakarta Lloyd untuk mencatatkan sebagai Penanaman Modal Asing pada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam tempo 1 (satu) tahun.
  • Untuk saham yang sudah diverifikasi agar segera ditindaklanjuti untuk mengadministrasikan dalam daftar pemegang saham agar dapat diterbitkan sertifikat sahamnya.

Berdasarkan Keputusan RUPS ini  kemudian akan dicatatkan 131 pemegang saham baru serie B ke Sistem Administrasi Bantuan Hukum (SABH) Kemenkumham. Saham serie B adalah saham tanpa hak suara yang akan di buyback secara berangsur. Berdasarkan Daftar Pertelaan dalam SABH tersebut kemudian pihak Biro Administrasi Efek yang ditunjuk akan menerbitkan sertifikat saham atas nama masing-masing pemegang saham tanpa hak suara tersebut. Sementara saham serie A tetap milik Pemerintah RI.

Selanjutnya, Djakarta Lloyd mendaftarkan diri ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjadi perusahaan public non listed mencatatkan 131 sertifikat saham tanpa hak suara yang telah diterbitkan baik pemegang saham dalam negeri maupun luar negeri. Sesuai dengan putusan Homologasi maka saham tanpa hak suara tersebut secara berangsur akan mulai dibeli kembali (buy back) setiap tiga bulan dimulai bulan Maret 2019 dengan nilai Rp41 milyar dan diharapkan selesai seluruhnya tahun 2033. Pihak custodian yang ditunjuk bertugas untuk menampung sinking fund tiga bulan sebelumnya yang akan dipergunakan untuk pembayaran buy back saham. Custodian yang akan melakukan administrasi pembayaran kepada pemegang saham tersebut.

Sebenarnya ada cara lain untuk menyelesaikan kewajiban hutang tersebut yakni dengan menukarkan saham tanpa hak suara tersebut dengan Right untuk membeli saham biasa pada saat perusahaan go public (initial public offering) dengan harga Rp1,-. Menukarkan saham tanpa hak suara yang harus di-buyback dengan saham biasa yang dapat diperjualbelikan di bursa tentu tidak memakan ongkos yang banyak. Namun amat berat persiapan yang harus dilakukan agar Djakarta Lloyd dapat go public sesuai persyaratan Bursa Efek Indonesia.

Simpulan

Proses panjang dan melelahkan untuk penyelesaian Restrukturisasi Keuangan Perusahaan (corporate financial restructuring). Semoga kasus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan Debt to Equity Swap (DES) pada Djakarta Lloyd dapat menjadi pelajaran buat kita. Semoga hal ini dapat diselesaikan dengan baik oleh Djakarta Lloyd dan dapat jaya kembali seperti dulu lagi.

--rgds / dokday 11012017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun