Mohon tunggu...
Doharman Sitopu
Doharman Sitopu Mohon Tunggu... Penulis - Manajemen dan Motivasi

Seorang Pembelajar berbasis etos , Founder sebuah lembaga Training Consulting, Alumni YOKOHAMA KENSHU CENTER--JAPAN, Alumni PROAKTIF SCHOOLEN JAKARTA, Penulis buku "Menjadi Ghost Writer"--Chitra Dega Publishing 2010, Founder sebuah perusahaan Mechanical Electrical (Khususnya HVAC), Magister dalam ilmu manajemen, Memiliki impian menjadi Guru.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kemerdekaan, Dulu dan Sekarang (Part 2)

18 Agustus 2021   07:11 Diperbarui: 18 Agustus 2021   07:29 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Melihat antusiasme pembaca sekalian pada tulisan di saya sebelumnya (link di sini), maka saya akan lanjutkan lagi tulisan ini dengan judul yang sama.

Mumpung masih dalam momen kemerdekaan ada baiknya kita melakukan kontemplasi sederhana namun bermakna dalam dan mencerahkan. Baiklah kita mulai, ya!

Dulu, sewaktu saya masih bersekolah SMA di Bandung  yang saya tunggu tunggu khususnya di akhir bulan adalah Wessel Pos dari orang tua. Melalui media Wessel Pos yang nota bene sebuah produk dari Kantor Pos inilah uang bulanan dikirim orang tua dari kampung di Sumatera Utara sana. 

Tak jarang pula kedatangan Wessel Pos ini ditemani sebuah surat yang berisi petuah-petitih dari orang tua. Kebetulan Ayah saya seorang guru, jadi masalah urusan tulis menulis bukanlah masalah bagi dia. Bahkan di kolom Wessel pos pun selalu dia manfaatkan untuk berkabar kepada saya. 

Setidaknya berkabar bahwa mereka sehat sehat saja di kampung. (wah, jadi curhat nih saya...gpp ya sedikit bernostalgia , biar makna kemerdekaan ini semakin terasa).

Sekarang, sudah tersebar ribual mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di mana mana. Jadi tak perlu lagi repot-repot seperti Ayah saya ke kantor pos. 

Cukup pergi ke ATM terdekat. Bahkan dewasa ini, berbeda dengan ATM yang mana mengharuskan kita memiliki Rekening di sebuah bank, model pengiriman uang seperti BRIVA, DANA, GOPAY, OVO,LINKAJA cukup dengan nomor handphone saja. Wuih, makin canggih ya!

Dulu, setiap kali saya mengintip kedatangan surat atau Wessel Pos dari orang tua di kantor Tata Usaha sekolah, selalu terdengar bunyi cetak-cetuk . Bunyi apakah gerangan itu? Ya, tak lain bunyi dari mesin ketik staff Tata Usaha sekolah yang sedang bekerja. Bunyi itu sangat khas layaknya musik yang mengiringi keseharian kantor itu. (iramanya seperti musik JAZZ, lho)  . 

Dari kejauhan saja kita mendengan bunyi itu, kita sudah tahu bahwa di sana ada aktifitas tata usaha, setidaknya memberitahu kita Sang tata usaha hadir.

Sekarang, bunyi demikian sudah tidak ada karena semua staff administrasi baik di sekolah maupun di kantor-kantor sudah menggunakan keyboard PC atau Laptop, bahkan Virtual keyboard seperti Tablet.

Dulu, kehadiran seorang wartawan sangatlah mudah dikenali. Bilamana orang itu membawa kamera dapatlah dipastikan seorang wartawan, atau setidaknya juru foto. Mengapa demikian karena hanya kedua professi itu yang memiliki dan membawa kamera kemana-mana.

Sekarang, semua orang sudah menjadi wartawan dan wartawati. Semua orang telah mengunggah berita melalui smartphone pribadi apakah melalui facebook, WA dan aplikasi social media lainnya. Semua orang menjadi penulis. Hal ini mungkin tidak disadari semua orang karena sudah menjadi gaya dan cara hidup sehari hari. 

Namun sejatinya yang terjadi adalah perubahan semua orang dari bukan wartawan menjadi wartawan. Sekarang orang sudah menjadi wartawan sehingga kita pun sudah jarang mendengar, "Itu wartawan datang!". Tapi ada juga alasan lain mengapa istilah ini jarang terdengan karena istilah wartawan telah berubah pula menjadi Journalist. 

Bahkan dewasa ini ada juga Journeylist (Orang yang senang bepergian dan membuat berita/tulisan perjalanannya dalam bentuk Blog maupun Vlog, he he bercanda).

Dulu, setiap gerbang tol dijaga oleh petugas. Ada yang membagikan kartu tol kemudian petugas berikutnya menerima kartu tol tersebut berikut menerima uang dari kita dan memberikan struk bukti transaksi, berikut uang kembalian.

Sekarang, fungsi dan tugas penjaga tol telah digantikan mesin. Paling ada satu atau dua tenaga teknisi untuk merawat mesin mesin tersebut, termasuk memperbaiki bila ada masalah.

Dulu, bila kita melongok ke dapur-dapur para ibu di rumah pasti terdapat kompor minyak tanah. Minyak tanah tersedia di warung warung.

Sekarang, semua dapur telah menggunakan kompor gas. sehingga warung penjual minyak tanah berganti jualannya menjadi penjual gas elpiji yang mirp melon itu. Tiba tiba minyak tanah menghilang dari peredaran. Sebuah proses peralihan yang tergolong sukses dilakukan pemerintah, klu gak salah waktu itu dijalankan pada pemerintahan SBY-JK.

Dulu, belum ada Video Call atau tele Conference

Sekarang, Video Call merupakan gaya hidup. Terlebih di masa pandemi Covid -19 ini Tele Conference merupakan solusi karena kita dibatasi oleh PSBB dan PPKM. 

Mendadak Zoom menjadi aplikasi yang paling umum digunakan di masyarakat di kantor kantor dan sekolah sekolah. Satu hal yang tak terbayangkan sebelumnya bahkan beribadah bersama pun sekarang dilakukan melalui aplikasi ini.

Makna kemerdekaan: Dengan membandingkan sebelum dan sesudah, atau antara Dulu dan Sekarang, kita dapat semakin merasakan makna kemerdekaan ini. Selama kita masih sanggup mengikuti arus perubahan dan move on terhadap perubahan itu berarti kita layak bersyukur. 

Oleh karena itu mari kita songsong perubahan perubahan berikutnya dengan semangat dan optimisme. Apa pun perubahannya kita harus bisa bersahabat dengannya. Hindari keluh kesah karena dengan demikian kita akan menjadi lemah dan kehilangan energi, bahkan kehilangan IMUNITAS.

Di akhir tulisan ini ijinkan saya bermemori dengan Ayah saya yang hanya sempat menikmati teknologi Selular dan SMS, demikian juga dengan Ibu saya yang telah merasakan Teknologi Video Call di akhir Hidupnya. Terima kasih Whatsapp.

MERDEKA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun