Mengusung pedang kian tajam.
Dipatik segelintir, membara membahana.
Terkadang membawa asa.
Terkadang membawa pantulan.
Jernih danau atau retorika jiwa.
Tapi semua berhikmah, tinggal darimana jendela jiwa menerka.
Siapa yang tahu, hanya yang beretorika.
Melempar virus penuh bayang.
Hanya dia dan nirwana.
Lihat tapi buta?
Dengar tapi tuli?
Merasakan tapi mati?
Bukan, hanya tetes hujan dari badai gempar.
Membawa petir dan guntur bersahut.
Menerjang samudera waktu.
Menerka ombak penuh ruang kosong.
Mengisi guruhnya badai.
Tapi semua hanya bayang terlihat.
Hanya dia dan nirwana.
Hanya dia dan Ayahnya.
Sebuah tulisan lama pada 28 April 2015 di dalam kamar kost kota Surabaya.
Oleh: Dofran Winner Luhulima
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI