Realitas politik adalah suatu hal harus dujunjung dan dihormati. Memenuhi keinginan setiap individu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi keinginan tersebut terkait dengan kegaduhan politik, memuaskan semua orang tidaklah mungkin dapat terpenuhi secara keseluruhan.
Adalah hal naif, bagi seseorang untuk meminta dipuaskan dengan memenuhi keinginan. Perlu diketahui, Indonesia ini adalah negara demokratis dan mungkin adalah terbesat didunia. Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 200juta jiwa dan dengan dengan berbagai pandangan politik yang berbeda sangatlah sulit untuk memenuhi keinginannya.
Terkait dengan kegaduhan politik pasca penolakan pelantikan calon kaporli BG yang telah mendapat persrtujuan secara aklamasi oleh DPR dan dianulirkannya status tersangka melewati sidang praperadilan serta diajukannya calon kapolri baru BH akan menambah kegaduhan yang lebih meriah. Disatu sisi ada yang berpendapat bahwa keputusan Presiden Jokowi adalah tepat, karena pelantikan BG akan berakibat stabilitas keamanan akan terganngu, sedangkan disisi lain mengatakan bahwa Presiden Jokowi telah bertindak inkonstitusional karena telah menolak pencalonan BG yang telah mendapat restu senayan. Hal tersebut sangatlah beralasan karena setiap individu mempunyai penafsiran berbeda tentang peraturan perundangan yang berlaku.
Menurut Undang-Undanh No. 2 Tahun 2002 tentang kepolisian pasal 11 ayat 1, dinyatakan bahwa "Presiden dalam mengangkat dan memberhentikan Kapolri harus meminta persetujuan DPR". Inilah mungkin yang menimbulkan multi tafsir bagi orang dalam memahami Undang-Undang. Memang benar, bahwa untuk melantik seorang kapolri presiden harus meminta persetujuan DPR, ini hukumnya WAJIB (mungkin dalam agama dikenal dengan Fardhu Ain), tetapi dalam pasal-pasal maupun ayat selanjutnya tidak ada klausal yang menyatakan bahwa "Calon Kapolri yang mendapat persetujuan DPR harus dilantik oleh President". Hal tersebut mungkin searah dengan "Calon kapolri yang diajukan presiden tidak harus disetujui oleh DPR". Ingatlah, bahwa presiden mempunyai hak preogratif untuk melantik dan tidak melantik calon kapolri yang telah disetujua DPR, begitupun juga, calon kapolri yang diajukan presiden tidaklah harus disetujui oleh DPR.
Oleh karena itu, berdasarkan pemikiran dan ulasan di atas. Presiden sudah bertindak dengan benar sesuai dengan peraturan perundang-perundangan yang berlaku, tetapi juga presiden harus bersikap arif dan bijaksana jika calon yang diajukan akan ditolak oleh DPR. Jadi, siapakah kapolri baru kita nanti, BG atau BH? Atau mungkin tidak keduanya. Sebagai rakyat kita harus bersabar, karena proses dan mekanismenya akan memakan waktu selambatnya 2 bulan setelah presiden mengajukannya.
Sebagai bagian dari warga Indonesia yang baik, maka kita harus percayakan sepenuhnya pada mekanisme yang berlaku. DPR (mungkin) juga kita yang milih dan Presiden (mungkin) juga kita yang milih. Saatnya kita pasrahkan urusan kapolri ini pada pihak yang berwenang. Mari kita kembali ke habitat masing-masing sesuai pesan presiden Jokowi saat pidato pelantikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H