Jika hanya menyandarkan pada upaya yang dilakukan kementrian kesehatan sebagai poros dalam upaya penanggulangan berbagai penyakit gizi masyarakat tentu sangat naif. Tanpa kita sendiri sebagai masyarakat yang melek pengetahuan mau berpartisipasi. Berawal dari diri kita sendiri sebagai individu, anggota keluarga, masyarakat dan bagian elemen-elemen bangsa ini harus ikut andil dalam upaya ini. Kita semestinya memperhatikan setiap nilai gizi dari makanan yang kita konsumsi setiap hari, dan sepatutnya memberikan informasi yang tepat tentang pentingnya gizi kepada keluarga, dan masyarakat terdekat kita. Mengubah paradigma dan kepercayaan - kepercayaan seputar gaya hidup yang menyesatkan terkait masalah kesehatan dan gizi makanan. Sehingga tercipta sebuah masyarakat besar yang paham akan pentingnya pemenuhan gizi untuk memperbaiki tingkat kehidupan.
Upaya tersebut akan menjadi sarana kita dalam pembangunan masyarakat dan bangsa. Karena suatu pembangunan seharusnya memberi kesempatan yang luas pada masyarakat untuk memenuhi hak-hak dasarnya. Salah satu hak dasar tersebut adalah hak atas pangan. Saat ini pendapat yang mengangap bahwa “perbaikan ekonomi harus menjadi fokus bagi penuntasan masalah gizi” harus diubah. Namun sebaliknya “gizi harus ditempatkan sebagai fondasi bagi pembangunan” sehingga pada gilirannya akan terjadi perbaikan ekonomi dan kesejahteraan. Sesuai dengan konsep yang sosialisasi oleh Bank Dunia. Bahwa gizi harus ditempatkan sebagai pusat dari pembangunan.
Konsep gizi sebagai pusat pembangunan memiliki 3 alasan besar seperti yang dipaparkan oleh Albiner Siagian, dalam sebuah artikelnya. Ketiga alasan tersebut adalah sebagai berikut.
a. kekurangan gizi akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dan karenanya akan melanggengkan kemiskinan.
b. dampak tidak langsung yaitu rendahnya kualitas sumber daya manusia. disebabkan oleh tingkat kecerdasan dan capaian tingkat pendidikan yang rendah.
c. beban biaya kesehatan yang meningkat akibat kekurangan gizi.
Alasan-alasan tersebut seharusnya ditangkap dengan baik oleh pemerintah. Kalau perlu dijadikan patokan yang jelas dalam pijakan membuat kebijakan yang adil terhadap investasi sosial dan pembangunan SDM. Sehingga ada harapan besar menuju kemakmuran rakyat. Kecukupan gizi, akan menghasilkan masyarakat yang cerdas, sehingga dapat meningkatkan pencapaian pendidikan. Setelah itu diharapkan dengan pembangunan SDM yang baik mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan terkikislah kemiskinan.
Simpulannya, apakah bangsa ini akan membesarkan generasi penerusnya hanya untuk menjadi kuli bagi bangsa lain. Saya harap tidak. Sudah saatnya generasi penerus bangsa ini akan menggantikan para ilmuwan yang banyak terlahir di negeri Eropa sana. Bangsa yang dahulu menjajah nenek moyang kita. Tanah para penjajah yang sempat mengeruk kekayaan alam kita yang berlimpah, sehingga kita tak lagi terhormat di bumi sendiri. Haruskah kebodohan akan terus membelenggu bangsa kita, karena salah kita tidak menempatkan aspek gizi sebagai fondasi pembangunan.
Referensi :
·Artikel Albiner Siagian, Guru Besar Ilmu Gizi FKM USU.
·Kompas.com, Opini Kompasiana : Sepinya Hari Gizi Nasional, dipostkan tanggal 27 Januari 2011.