4. Dasar Kesusilaan
Manusia memiliki nilai - nilai batiniah yang tinggi, ia rela mengabdi dan berjuang demi nilai - nilai batiniah itu. Ia ingin berbuat sesuatu yang berarti dalam hidupnya. Untuk itu, ia memerlukan tujuan, berupa kehidupan yang bahagia di akhirat, masa depan yang gemliang, tegaknya keadilan dan kebenaran, atau terwujudnya masyarakat baru yang sejahtera dan tentram.
5. Kebencian
Kebencian terhadap lawan atau kawan, iri hati, kedengkian, kemarahan, dan dendam memegang peranan utama dalam menggerakkan manusia. Kebencian sudah lama digunakan dalam kampanye politik, baik oleh tokoh komunis atau kapitalis. Max Scheler berkata, "kebencian adalah alat perangsang mutlak untuk membakitkan semngat berjuang". Kebencian tidak selalu jelek, bergantung pada objek yang dibencinya dan kerangka etis yang mendasarinya. Benci kepada kejahatan biasanya dianjurkan oleh agama sedangkan benci pada pemerintah dihidupkan oleh pemberontak.
6. Dorongan pelepasan Etis
Pada suatu waktu sebagai individu atau kelompok manusia akan frustasi karena berbuat kesalahan (sehingga menimbulkan perasaan berdosa), diperlakukan tidak adil, dihadapkan pada berbagai macam keinginan yang tidak dapat dicapai, tekanan ekonomi, gangguan psikologis, dan sebagainya. Frustasi ini akan menimbulkan beban hati nurani. Ia ingin melepaskan tekanan batinnya. Bila ada seseorang yang ahli berpidato yang sanggup menunjukan jalan keluar untuk pelepasan batin ini, khalayak akan melampiaskan ledakan emosi yang luar binasa. Dalam teori persuasi modern, pelepasan etis ini dapat disalurkan melalui adjustment mechanism(mekanisme penyesuaian), seperti fantsi, rasionalisasi, kompensasi, proyeksi, represi, kontraposisi, identifikasi dan reposisi, serta negativisme, dan juga asusisasi asusisasi lainnya yang ribet kalau diingat (Mohammad Soelhi, 2012:78).
- Pencitraan sebagai pembantu
Selain unsur - unsur emosional tadi sebagai daya tarik ada pula yang disebut dengan Imagery atau pencitraan(kata2 yang faling heboh akhir2 ini, apalagi kalau sudah nyerempet soal politik, namun bukan itu yang dimaksud disini).
Setiap saat informasi dari lingkungan menerpa kita melalui alat - alat indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan penyentuh. Dengan begitu kita merasakan terpaan informasi. Dalam komunikasi persuasif seperti propaganda atau bentuk komunikasi lainnya, kita harus menyentuh alat - alat indera komunikan sehingga mereka merasakan apa yang kita rasakan, dan memikirkan apa yang kita pikirkan. Untuk mencapai hal tersebut, tentunya kita harus merangsang terlebih dahulu alat indera itu dengan bahasa. Salah satu diantara keajaiban bahasa ialah merangsang manusia secara fisik. Tubuh ternyata bukan hanya dipengaruhi objek - objek stimulus, tetapi juga oleh gambaran tentang stimulus. Dan, penggunaan bahasa untuk menggambarkan stimulus disebut pencitaraan/imagery.
Jalaludin Rakhmat (1989:75) menyatakan bahwa seorang retoris dapat bercerita begitu rupa sehingga para pendengar atau khalayak seakan akan ikut melihat (visual imagery), mendengar (auditory imagery), mengecap (gustatory imagery), mencium (olfactory imagery), menyentuh (contactory imagery). Selain itu, ada lagi pencitraan yang kerap dibawakan seorang retoris, yaitu khalayak diajak untuk ikut memikirkan (reflective imagery) dan merasakan dalam hati ( impressive imagery).
1. Visual Imagery, disini objek, situasi atau peristiwa digambarkan secara visual. Anda membuat potret dan khalayak dipersilahkan melihat potret itu. Potret itu berupa rangkaian kata yang menimbulkan penglihatan pada objek.