Yang bikin gemas, Dilan masih sempat-sempatnya sok jaim ketika Milea menanyakan tentang pacarnya. Entah apakah Dilan betul-betul sudah punya pacar, pertanyaan Milea tentang pacarnya itu dijawab dengan lugas. “Kamu nggak apel? Ini kan malam Minggu?” tanya Milea. Kemudian dijawab Dilan, “Udah nih, baru pulang.” Kemudian Milea kembali bertanya “Kalau ditelfon bagaimana? Terus nanti telfonnya sibuk terus?.” Dilan pun menjawab, “Udah tidur dia, barusan aku telfon.” Dilan juga masih sempat bertanya tentang mas Herdi pada Milea, yang dijawab Milea kalau tunangannya itu sedang ada di Kalimantan.
Kebaperan masih sangat terasa hingga penghujung film. Saat reuni SMA, Dilan masih sempat “berkenalan” lagi dengan Milea hingga ada teman yang menyindir “emang harus kenalan lagi gitu?,” kemudian dijawab Dilan, “takut lupa.” Nampak sekali mereka sebenarnya masih saling cinta. Betapa Milea beberapa kali bilang, “Dilan aku rindu” yang kemudian dijawab Dilan, “Aku Juga.”
Bagi penggemar Dilan yang mengikuti dua film sebelumnya, "Milea : Suara dari Dilan" menjadi penutup yang sempurna. Banyak pertanyaan di film pertama dan kedua yg terjawab di sini. Tergambar jelas betapa Dilan sebenarnya masih sangat menyayangi Milea, demikian juga sebaliknya, Milea masih sangat sayang pada Dilan. Hanya karena miskomunikasi yang berakibat kesalahpahaman yang dibiarkan berlarut-larut, ditambah egoisme, putuslah mereka dengan segala keambyarannya.
Di saat mereka berdua bertemu kembali tahun 1997, keadaanya tentu sudah berubah meskipun sesungguhnya masih ada rasa sayang dalam hati mereka. Milea sudah bertunangan dengan mas Herdi dan Dilan mengaku sudah punya pacar. Rasanya sulit untuk bisa bersatu kembali, meskipun itu bukan suatu hal yang tak mungkin.
Tapi lagi-lagi keduanya bertahan pada ego masing-masing dan tentu saja tetap menjaga diri dengan status mereka saat itu.
Bagi pembaca novelnya, mungkin film ini tak seperti yang diharapkan. Bagaimanapun, tak mudah memvisualisasikan isi buku setebal 300an halaman dalam kisah film dengan durasi tak sampai 2 jam. Imajinasi masing-masing pembaca dalam menginterpretasikan isi buku tentu juga berbeda-beda. Pun demikian dengan tim produksi dan kru film yang menghidupkannya dalam format audio visual.
Namun dengan pencapaian jumlah penonton fantastis, meskipun masih di bawah dua film sebelumnya, membuktikan bahwa Fajar Bustomi dan Pidi Baiq sebagai sutradara dan penulis didukung kru fim berhasil mengangkat dengan baik kisah dalam bukunya menjadi sebuah film yang terbukti disuka jutaan orang.
Dengan alur cerita dan kisah yang sebagian besar sudah terungkap di film pertama dan kedua, terbukti “Milea : Suara dari Dilan” masih mampu mengaduk-aduk emosi penonton hingga baper sebaper-bapernya. Menurut saya, “Milea : Suara dari Dilan” adalah ending kisah cinta yang kandas dan nyesek dengan sempurna.
Pelajaran yang bisa diambil dari film ini adalah betapa pentingnya komunikasi dengan pasangan agar tak terjadi kesalahpahaman sebagaimana dialami Dilan dan Milea. Jika ada yang terasa mengganjal dan tak jelas, segera tanyakan, klarifikasi, jangan dibiarkan berlarut-larut. Jangan mengajak main ilmu kebatinan dengan bilang “Kamu pikir sendiri!" yang justru mengakibatkan semuanya menjadi tak jelas.
Meskipun “Milea : Suara dari Dilan” disebut-sebut sebagai penutup trilogi Dilan, tak menutup kemungkinan kisah ini berlanjut. Apalagi Milea dikisahkan masih berstatus tunangan mas Herdi dan belum resmi menikah. Untuk kisah dalam bentuk buku maupun film, segala sesuatunya masih sangat mungkin. Yang jelas, Fajar Bustomi sang sutradara sebagaimana dikabarkan kompas.com Rabu (10/6/2020) dalam berita berjudul “3 Janji Fajar Bustomi soal Kelanjutan Kisah Dilan dan Milea,” memberikan angin segar tentang kemungkinan kelanjutannya. Kita tunggu saja…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H