Mohon tunggu...
Dody Kasman
Dody Kasman Mohon Tunggu... Administrasi - Manusia Biasa

Wong Ndeso yang bukan siapa-siapa. Twitter : @Dody_Kasman

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Makmum The Movie," Horor Intens dengan Ending Mudah Ditebak

21 Agustus 2019   07:19 Diperbarui: 21 Agustus 2019   07:22 1195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : flixcinema.com

"Horor dan religi adalah dua genre film yang memiliki kedekatan dengan masyarakat Indonesia. Makmum  menggabungkan kedua genre itu menjadi sajian film yang diangkat berdasarkan kisah nyata." demikian pengantar kreator "Makmum," Riza Pahlevi di film pendeknya yang sudah ditonton lebih dari 19 juta kali di YouTube.

Selain genre horor dan religi yang memang disuka penikmat film Indonesia, kesuksesan film pendek "Makmum" meraih berbagai penghargaaan, menarik minat produser Dheeraj Kalwani untuk mengangkatnya ke versi layar dengan judul "Makmum The Movie."

Ide ceritanya cukup menarik dan tergolong fresh, tentang mahluk gaib yang mengganggu ibadah sholat. Menyaksikan trailernya saja sudah membuat bulu kuduk merinding dan bikin penasaran tentang kisah seutuhnya. Karena keterbatasan durasi, di versi film pendek tak dijelaskan asal-usul hantu pengganggu tersebut dan bagaimana endingnya.

Dan sejak tanggal 15 Agustus kemarin pertanyaan itu sudah bisa terjawab, tentu bagi mereka yang sudah menontonnya di bioskop. Meskipun tayang bersamaan dengan dua film adaptasi novel sastrawan Pramoedya Ananta Toer, "Bumi Manusia" dan "Perburuan," film "Makmum The Movie" masih mampu bersaing bahkan disebut-sebut membayangi perolehan penonton "Bumi Manusia."

Ide cerita "Makmum The Movie" terbilang beda dengan film horor Indonesia pada umumnya. Perpaduan horor dan religinya bukan sekedar menampilkan sosok religius mengatasi teror mahluk gaib, tapi mahluk gaib itulah yang justru menjadi peserta dan mengganggu aktivitas ibadah.

Dalam ajaran Islam, setan pengganggu tersebut bernama Khanzab. Maka ketika menyaksikan film pendek dan trailernya saya sempat mengira film ini akan bercerita tentang gangguan Khanzab yang membuat lupa bacaan dan roka'at sholat, menganggu kekhusu'an sholat serta gangguan lainnya yang membuat kita ragu hingga membatalkan sholat.

Gangguan yang dinampakkan di film ini bukan sekedar mengurangi kualitas sholat dan membatalkannya saja, tapi lebih ekstrem dari itu. Mahluk gaib di film ini bisa merasuki raga manusia dan mengganggu dengan teror mengerikan bahkan membahayakan nyawa. Lantas muncul pertanyaan, apakah mahluk peneror di film ini Khanzab, mahluk lain, atau khanzab yang menyerupai mahluk lain?

Film arahan sutradara Hadrah Daeng Ratu ini berkisah tentang teror mahluk gaib di suatu asrama putri yang mengganggu para penghuni asrama yakni Nurul (Tissa Biani), Nisa (Bianca Hello) dan Putri (Adilla Fitri). Mahluk gaib tersebut selalu mengganggu mereka dengan mengikuti gerakan dan bacaan sholat sebagai makmum.

Gangguan semakin intens saat musim liburan sementara mereka bertiga dilarang keluar asrama oleh Rosa (Reny Yuliana), sang pengasuh asrama, karena nilai ujian yang belum memenuhi target, kecuali Putri yang tertahan di asrama karena alasan kesehatan. Dan memang putri yang sering kesurupan dengan alasan yang terjelaskan di bagian akhir cerita.

Berbagai kejadian aneh yang terjadi membuat pemilik asrama, Bu Kinanti (Jajang C. Noer) mengajak Rini (Titi Kamal) untuk kembali ke asrama tempatnya tinggal waktu masih sekolah dulu. Kehadiran Rini yang punya kemampuan melihat hal gaib bukannya meredakan gangguan namun malah membuat teror semakin sering terjadi. Rupanya ajakan Bu Kinanti ini sangat beralasan, sebab di akhir cerita terungkap hubungan Rini dengan mahluk yang selalu meneror penghuni asrama.

Selain mayoritas karakter perempuan, ada dua tokoh laki-laki di film berdurasi 95 menit ini. Ada sosok Pak Slamet (Arif Didu) asisten Bu Kinanti dan ustadz Ganda (Ali Syakieb) seorang guru agama yang ternyata teman sekolah Rini di masa lalu. Dengan bantuan Ustadz Ganda, mereka berusaha mengatasi teror mahluk gaib tersebut.

Adegan pembuka film cukup menjajikan, terlebih pada scene lemari terbuka perlahan. Efek jumpscare langsung mengejutkan saya dan penonton lainnya hingga tak sedikit yang menjerit spontan. Efek musik pengiring yang mencekam juga membuat suasana semakin horor.

Selanjutnya kisah mengalir dengan berbagai teror mahluk gaib yang terus mengganggu penghuni asrama. Putri yang beberapa kali kerasukan yang membuat Nurul dan Nisa semakin ketakutan. Namun Rosa malah menganggap itu hanya akting Putri agar bisa beristirahat dan terhindar dari tugas sehari-hari di asrama.

Rosa baru percaya keberadaan mahluk gaib tersebut setelah Bu Kinanti yang kerasukan datang mengganggu, bahkan kemudian ganti merasukinya. Dari sini, cerita yang di awal cukup menjanjikan dengan keunikan konsep aslinya, hingga ke belakang menjadi terasa tak istimewa lagi.

Pak Slamet yang paham seluk beluk asrama kemudian mengungkap peristiwa di masa lalu yang menjadi sebab munculnya mahluk gaib pengganggu tersebut. Semua pertanyaan akhirnya terjawab dengan cara "gampangan." Tokoh utama dibikin pingsan kemudian di alam bawah sadar menyaksikan "pemutaran ulang" peristiwa masa lalu yang menjadi sebab kejadian di masa kini.

"Penggampangan" semacam Ini mengingatkan saya pada film horor terdahulu, "Kutuk," ketika tokoh Maya (Shandy Aulia) pingsan kemudian ditunjukkan kejadian yang mengakibatkan hilangnya Alya (Laxmi Darra) yang ternyata dibunuh dan disembunyikan di lantai kamar Maya. Di "Makmum The Movie," Rini mengalami hal serupa di alam bawah sadarnya.

Endingnya tipikal film horor Indonesia pada umumnya dengan plot twist yang mudah ditebak. Tak jauh dari kisah arwah penasaran yang berusaha menyampaikan pesan lewat berbagai teror dan gangguan yang tak akan reda hingga masalah mereka terselesaikan.

Cara pemusnahan mahluk gaibnya masih dengan cara praktis sebagaimana film hantu Indonesia sejak zaman Suzanna. Ada karakter religius yang melafalkan ayat-ayat suci yang kemudian memusnahkan mahluk gaib. Di "Makmum The Movie" eksekusi akhir memdebuat film ini menjadi tak seram lagi, malah terkesan hambar karena minimnya efek spesial yang digunakan.

Ada adegan menghempaskan tubuh ke dinding dan langit-langit rumah, angin kencang hingga jeritan mahluk gaib yang memekakkan telinga. Ujung-ujungnya mahluk peneror tersebut musnah dengan cara terbakar akibat ayat-ayat suci yang dibacakan sang ustadz.

Meskipun kedodoran dan terkesan dipaksakan di bagian akhir, bagi penggemar film horor, "Makmum The Movie" sayang untuk dilewatkan. Saya sarankan juga bagi yang penakut dan lemah jantung agar tak menonton film ini sendirian.

Selain beberapa jumpscare yang nyaris membuat jantung serasa mau copot, banyak adegan yang membuat kita harus waspada agar tak terkaget-kaget meskipun akhirnya dijamin kaget juga. Ilustrasi musik dan efek suaranya juga sangat mendukung dalam membangun ketegangan. 

Faktor lain yang menyelamatkan film ini hingga masih layak ditonton adalah kehadiran Tissa Biani. Kecantikannya sama sekali tak berkurang meskipun di film ini ia harus sering berekspresi ketakutan. Dengan logat Jawanya yang medok meskipun terkesan dipaksakan, Tissa tampil menggemaskan. Begitu juga dengan karakter Rosa, walau keras dan terlalu disiplin, namun penampakannya yang seksi mampu mencuri perhatian kaum adam.

Demikian halnya dengan Adilla Fitri yang adegan kesurupannya cukup menyeramkan. Sementara Bianca Hello sebagai Nisa yang kehadirannya terkesan sebagai pelengkap, masih mampu berkontribusi pada adegan ketakutan di dalam kamar mandi.

Para pemain senior berakting sesuai dengan kapasitasnya. Di film horor pertamanya ini Titi Kamal tampil meyakinkan sebagai perawat jenazah dengan ekspresinya yang lebih sering suram dan dingin. Ali Syakieb dengan wajah blasteran timur tengah cukup pas dimunculkan sebagai guru agama dan ustadz musholla.

Arif Didu yang kembali harus berperan sebagai orang Jawa masih terkesan terbebani dengan logat medoknya. Sementara aktris senior kaya pengalaman, Jajang C. Noer, tak kesulitan memerankan Bu Kinanti yang kemampuan bicaranya terganggu dan lumpuh di sebagian tubuh.

Satu lagi karakter kunci yang muncul belakangan, Ningsih (Misha Jeter), sahabat masa lalu Rini yang saya kira tak perlu dijelaskan lebih lanjut untuk menghindari spoiler dan demi menghormati pembaca yang belum menyaksikan film ini.

Secara keseluruhan film ini layak masuk daftar tonton di akhir pekan, sendiri tapi lebih baik bersama teman atau keluarga. Meskipun bisa ditebak endingnya, ide ceritanya fresh karena masih jarang dijamah oleh film lain dengan genre sejenis.

Yang jelas film ini juga mengingatkan kita bahwa dalam beribadah pun godaan masih bisa datang mengganggu. Oleh karena itu kita diingatkan untuk menyempurnakan gerakan dan bacaan sholat serta lebih khusu' saat menunaikannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun