Sepeda motor pribadi juga banyak terlihat di sekitar pantai. Gubuk-gubuk kecil dan bungalow untuk wisatawan banyak ditemui di pantai yang juga berpasir putih ini. Â
Karena keterbatasan waktu yang sudah semakin sore, kami hanya diberi waktu satu jam untuk menikmati keindahan pulau yang ada di wilayah Kabupaten Sumenep itu. Jika di Gili Labak saya dan rekan-rekan menikmati segarnya air kelapa muda, di Pantai Sembilan kami memilih untuk "ngopi" sambil berbincang santai.Â
Sementara peserta kunjungan yang lain sibuk dengan aktifitas hobbynya masing-masing. Hingga tak terasa hampir pukul 16.00 WIB kami kembali ke kapal untuk melanjutkan perjalanan pulang.
Meskipun seluruh rangkaian kegiatan inti kunjungan wisata berakhir di Pantai Sembilan, namun keseruan perjalanan kami hari itu belum berakhir. Saat satu jam pertama perjalanan pulang cuaca masih nampak bersahabat. Air laut jauh lebih tenang dibanding saat keberangkatan pagi harinya. Sangat tenang bahkan gelombang laut nyaris tak terasa.
Dari kejauhan perahu nelayan nampak melintas matahari yang akan tenggelam. Tentu momen yang sangat indah dan jarang untuk bisa terulang. Langsung saja saya arahkan kamera HP untuk mengabadikan momen indah tersebut. Hasilnya, luar biasa!
Cukup lama saya dan mungkin juga penumpang lainnya terbuai dengan tenangnya suasana jelang petang itu. Hingga sekitar pukul 17.00 WIB saat kapal sudah meninggalkan perairan Sumenep memasuki perairan Probolinggo tetiba angin terasa kencang dan ombak cukup keras menerjang. Dari tempat saya duduk nampak sangat jelas air laut bergelombang semakin besar.Â
Dahsyatnya hantaman ombak membuat goyangan di atas kapal sangat terasa. Rasanya seperti naik truk dengan kecepatan tinggi di medan yang rusak dan bergelombang. Tak seperti saat berangkat, tidak ada yang berani mengeluarkan HP untuk foto-foto pada situasi seperti itu.
Hantaman ombak di lambung dan body kapal menimbulkan suara benturan cukup keras, membuat para penumpang terutama ibu-ibu menjerit spontan. Semua berpegangan pada apapun yang bisa dijadikan penopang tubuh agar tak jatuh saat badan kapal beradu dengan gelombang besar. "Ayo baca sholawat, berdoa," ujar seorang ibu mencoba menenangkan suasana.
Yang saya salut, para kru kapal terus tersenyum walaupun penumpang, termasuk saya mulai panik. "Ombak seperti ini sudah biasa kok. Bapak-bapak dan ibu-ibu tenang saja, dijamin aman," ujar seorang kru. Meski ketegangan sedikit berkurang mendengar ucapan tersebut, namun "dag dig dug" masih terasa. Apalagi daratan belum nampak, padahal sudah dua jam perjalanan kami tempuh.