Dengan kondisi kesehatannya yang demikian, ditambah lagi rasa rindu dengan handai taulan yang jauh di kampung halaman maka sudah seharusnya saya meluangkan lebih banyak waktu untuk menemani dan menghibur beliau terlebih di hari lebaran ini. Tapi sebagaimana sudah saya jelaskan, tidak demikian keadaan seharusnya.
Setelah pada malam takbiran saya tak bisa menemani beliau karena tugas liputan dan dokumentasi di pos pengamanan lebaran, tepat di hari pertama Idul Fitri saya kembali harus bertugas hingga seperempat hari. Alhamdulillah beliau, sebagaimana istri dan anak saya, sudah terbiasa dan memaklumi ditinggal tugas di hari spesial semacam Idul Fitri.
Bersyukur hari itu saya tak harus terlalu lama bertugas, sementara Pak Brodin masih harus melanjutkan tugasnya di titik berikutnya hingga tengah hari. Sekira pukul 9 pagi saya bergegas ke rumah Ibu untuk sungkem, tradisi yang sudah dibiasakan orang tua kami sejak masih anak-anak.
Dan kembali, saya tak bisa berkata-kata saat bersimpuh di kakinya. Hanya mata yang berkaca-kaca sambil sambil mengamini semua do'a dan harapan beliau. Tanpa lisan harus berucap, saya yakin Ibu sudah bisa mendengar dan paham bahasa hati saya yang memohon do'a barokah dan permintaan maaf atas segala khilaf dan dosa. Yang sangat saya harapkan juga tentu saja, ibu diberi kesehatan dan umur panjang sehingga bisa kembali berlebaran bersama yang sepenuhnya tanpa "gangguan," tahun depan.
Dan di hari kedua lebaran ini, lagi-lagi ada tugas mendadak yang mengharuskan saya segera berkoordinasi dengan rekan kerja yang bisa ditugaskan malam ini juga. Setelah sempat kesulitan menemukan rekan kerja yang masih di dalam daerah, akhirnya lagi-lagi Pak Brodin dibantu seorang rekan tampil sebagai "pahlawan" yang siap bertugas di malam yang masih dalam suasana lebaran ini.
Hal semaca ini juga terjadi pada lebaran tahun lalu. Saya ingat betul di lebaran hari kedua tahun lalu saat harus keliling ke semua Posko Pengamanan Lebaran di sepanjang jalur utama Probolinggo mulai Rest Area Tongas - Leces hingga PLTU Paiton. Ditambah lagi acara open house keesokan harinya yang juga perlu publikasi media. Padahal sesungguhnya kala itu masih dalam rentang waktu cuti bersama.
Memang butuh kesadaran yang sangat tinggi dan kebesaran hati untuk mengorbankan waktu menunda sedikit kebahagiaan bersama keluarga di hari kemenangan ini. Toh tak hanya kami, masih banyak saudara - saudara kita yang justru harus mengorbankan lebih banyak waktu, pikiran dan tenaganya demi menjamin kenyamanan dan keamanan perayaan lebaran. Masih banyak yang bertugas saat lebaran hingga baru bisa berlebaran dengan keluarga sepekan setelahnya.
 Sekali lagi, perlu kesadaran akan tanggung jawab terhadap tugas dan toleransi yang tinggi untuk menjalankan tugas dengan baik di hari istimewa seperti lebaran yang sesungguhnya merupakan libur cuti bersama ini. Disamping "ketegaan" meninggalkan keluarga di saat mereka sebenarnya sangat menginginkan kehadiran kita, juga keikhlasan mereka yang ditinggal untuk bertugas.