Siang itu, Sabtu (5/8/2017) cuaca Kota Kraksaan sudah mulai panas menyengat. Meski cukup terik panas, beberapa ruas jalan di Ibu Kota Kabupaten Probolinggo itu nampak ramai penuh sesak dengan kerumunan massa.
Tetiba suasana yang memang sudah hiruk pikuk itu menjadi makin gaduh dengan kehadiran segerombolan pasukan berbaju pelindung dengan persenjataan lengkap. Kehadiran pasukan bersenjata yang tiba-tiba itu cukup mengejutkan warga. Terlebih ketika mereka memprovokasi dengan mengarahkan senjata ke arah kerumunan massa.
Di tengah kegaduhan itu muncul dua sosok robot yang juga bersenjata. Satu berwarna dominan putih dan merah, satu lagi yang berukuran lebih tinggi berwarna dominan kuning. Layaknya pahlawan pembela kebenaran, dua robot itu langsung menghalau pasukan bersenjata.
Terang saja warga apalagi anak-anak justru berhamburan mendekat sebab kegaduhan tersebut hanyalah happening act dari salah satu peserta pawai pendidikan Awal Tahun Pelajaran (ATP)  2017 yang digelar oleh pemerintah daerah setempat.
Untuk menjawab rasa penasaran itu, sambil berjalan mengikuti kontingen atraktif itu saya mencoba bertanya pada salah satu anggota rombongan. Mansur demikian nama seorang laki-laki paruh baya yang nampak terus menempel sosok Bumblebee dan Robot Gundam bersama rekan-rekannya yang berseragam ala "League of Gods."
Begitu detailnya kostum hasil karya mereka plus happening act atraktif yang ditampilkan siang itu sempat membuat saya berpikir itu semua produk impor Jepang atau setidaknya hasil karya studio kreatif Ibu kota yang terbiasa membuat kostum dan efek khusus untuk keperluan syuting film.
Ternyata karya luar biasa yang kalau boleh saya bilang sangat detail dan mendekati aslinya itu justru dibuat oleh anak-anak muda dari pelosok negeri yang sangat jauh dari hingar bingar Ibukota. Sekedar informasi, Gondanglegi adalah salah satu kecamatan yang terkenal sebagai daerah penghasil tebu, letaknya di wilayah selatan Kabupaten Malang.
Apa yang telah dilakukan anak muda Gondanglegi itu setidaknya membuktikan bahwa tinggal di daerah pelosok bukanlah halangan untuk berkreasi. Sebutan "ndeso" bukan berarti kampungan tapi mereka justru punya ide dan pemikiran jauh ke depan, lebih kota dari orang-orang kota yang terbiasa dengan hal-hal instan.
Terus terang saya merasa beruntung bisa menyaksikan langsung dan ikut mengapresiasi hasil karya anak bangsa berkelas internasional itu. Sebagai sesama "wong ndeso" saya ikut bangga ternyata masih ada sekelompok pemuda dari pelosok desa mampu berkreasi untuk kebanggaan negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H