“Whatever I sing, that’s what I really mean. Like, I’m singing a song, I don’t sing it if I don’t mean it,” demikian kutipan salah satu quote Michael Jackson yang selalu saya ingat. Quote tersebut merupakan ungkapan keseriusan Michael Jackson dalam berkarya dan merupakan bukti bahwa ia adalah sosok entertainer yang perfeksionis.
Sebagai penggemar beratnya, quote tersebut menginspirasi dan memotivasi saya dalam berkarya dimana segala sesuatunya harus diawali dengan niat kemudian dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Demikian pula saat saya menulis, termasuk artikel-artikel yang pernah saya posting di Kompasiana ini. Meminjam quote Michael Jackson tersebut, “I don’t write it if I don’t mean it.”
Saya tak akan menulisnya jika saya sama sekali tak bermaksud menulisnya. Saya tak akan menulis jika saya tak benar-benar ingin menulis. Begitu juga dengan semua artikel yang pernah saya tulis. Tak ada yang meminta, menyuruh apalagi memaksa saya untuk menulis itu semua. Saya menulis karena saya memang ingin menulisnya.
Saya ingin mengabadikan dalam tulisan sekaligus berbagi inspirasi dan pengalaman dengan siapapun yang mau membaca tulisan saya. Apa yang saya sampaikan dalam tulisan-tulisan tersebut merupakan apresiasi atas hal-hal positif yang saya terima dan rasakan, apa yang saya tulis merupakan ungkapan pikiran dan perasaan saya, itu saja.
Demikian juga saat saya menulis tentang Fatin, Pak SBY, Iko Uwais, Raisa dan beberapa tokoh lainnya. Tak ada yang meminta saya untuk menulis tentang mereka. Tak pernah ada request dari tokoh-tokoh tersebut untuk menulis hal-hal positif tentang mereka. Apalagi saya bukanlah siapa-siapa, saya hanya penulis lepas amatiran yang menulis apa yang saya ingin tulis, kapanpun saya mau.
Seringnya saya menulis artikel positif tentang Pak SBY membuat saya sempat dicap sebagai penjilat oleh salah seorang komentator tulisan saya di Kompasiana. Padahal saya menulis artikel tersebut sebagai bentuk apresiasi atas apa yang telah beliau lakukan untuk bangsa dan negara ini. Saya menulisnya dengan sukarela dan senang hati tanpa tekanan dari pihak manapun.
Begitu pula saat saya rajin menulis tentang Fatin Shidqia Lubis ketika ia masih berjuang di X Factor Indonesia hingga menjadi juara. Banyak yang mencibir dan mencemooh saya yang begitu “lebay” mensupport Fatin lewat artikel yang saya posting di Kompasiana. Seperti halnya rekan-rekan Kompasianer pemerhati Fatin lainnya, saya melakukannya dengan sukarela, suka cita dan tulus ikhlas hanya untuk mensupport Fatin, meskipun tak ada jaminan tulisan saya tersebut akan dibaca sendiri oleh Fatin.
Topik tentang Fatin, Pak SBY dan publik figur lainnya semata-mata merupakan bentuk apresiasi atas apa yang telah mereka lakukan sehingga mampu menginspirasi saya untuk kemudian saya ungkapkan dalam bentuk tulisan. Sekali lagi, tak ada yang meminta, menyuruh bahkan memaksa saya untuk menulis tentang mereka.
Sekali lagi, saya menulis karena saya memang ingin menulis. “I don’t write it if don’t mean it!”. Yang jelas, saya selalu berusaha untuk berpikir positif dan menyebarkan semangat positif lewat berbagai opini dalam tulisan saya. Meski demikian, kritik dan saran membangun juga perlu dilontarkan untuk perbaikan dan kebaikan bersama.
Perbedaan pendapat di era yang sangat bebas ini adalah hal yang wajar dan pasti terjadi. Mari kita jadikan perbedaan pendapat itu untuk saling mengoreksi dan melengkapi. Jangan jadikan perbedaan pendapat untuk saling menyalahkan dan menjatuhkan. Sekali lagi ini adalah salah satu ungkapan pikiran dan perasaan yang saya wujudkan dalam bentuk tulisan, karena saya memang ingin menulisnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H