Mohon tunggu...
Dody Ishak
Dody Ishak Mohon Tunggu... Freelancer - "Menulis bagian dari rasa kemerdekaan"

|| Sastra || Essay || Opini || Cerpen || Puisi ||

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Toleransi dari Bapak Muslim dan Ibu yang Nasrani

17 Desember 2018   14:04 Diperbarui: 17 Desember 2018   14:26 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jawabnya, dulu pernah sesekali mengkomsumsi makanan-makanan itu, tapi lama kelamaan entah mengapa mulai tidak suka, bahkan untuk menyentuh atau mencium baunya sekalipun. Meski bukan muslim yang taat, setidaknya kini Ibu adalah seorang muslim, dan saudara nasraninya menghargai itu, meski ada juga yang iseng.

"Karena perihal beriman tidaknya seseorang, ketaqwaannya, ukuran besar tidaknya pahala, surga atau nerakanya, kafir dan tidaknya seseorang, itu adalah bagian tunggal dari ranah Tuhan, bukan manusia. Kita tidak punya hak menentukan apalagi mendiktekan itu kepada sesama yang berbeda keyakinan dengan kita."

Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al Baqarah : 62)

Meski dengan keterbatasan pemahaman agama yang sedikit ini, yang hanya mampu memaknai ayat Al Quran diatas sebatas konteksnya saja, dengan segala kelemahan sebagai manusia yang tidak luput dari salah dan dosa, ijinkan saya untuk menyimpulkan ayat tersebut dengan kedangkalan pemahaman saya, jika terdapat kesalahan dalam Penyimpulan ini, mohon kiranya kesalahan itu menjadi tanggung jawab saya pribadi dengan Tuhan yang Maha Tau. 

Melalui ayat tersebut, sesuai dengan konteks terjemahannya, bisa dipahami jika perbedaan dalam hal keyakinan, bukanlah alasan bagi kita untuk saling mengkafir-kafirkan.

Melalui pernikahan beda agama itu, banyak hal yang bisa di petik sebagai sebuah pelajaran tentang pentingya toleransi. Perbedaan bukan berarti menciptakan batas, kita bisa berbeda secara keyakinan, warna kulit, suku, budaya dan tradisi, tapi dimata Tuhan dan kemanusiaan kita sama. 

Menghargai persaudaraan antar keyakinan, dan memaknai perbedaan itu dengan cinta, dengan menantang keras siapapun yang ingin menciptakan konflik memanfaatkan perbedaan, adalah tugas kita dalam menjaga keutuhan dan persatuan bangsa kita yang beragam ini, kita adalah apa yang disebut; Bhineka Tunggal Ika, beda-beda tapi satu.

Natal telah tiba, sebentar lagi saudara sedarah nasraniku merayakannya, mari kita saling menjaga, berbeda bukan berarti putus saudara, meski agama ku melarang mengucapkan selamat natal atau tahun baru.

Dengan makna rasa toleransi, atas nama keberagaman dan atas nama cinta kasih,  selamat merayakan natal untuk kalian saudara/iku. 

Tumbuh dalam keberagaman harus mencintai keberagaman. Jika ada yang menciptakan dinding, kita buat tangga untuk menaikinya. Jika ada yang membuat jarak, kita ciptakan jembatan untuk menghubungkankannya. Jika ada rasa perbedaan diantara kita, mari kita saling menyatukan.

Sumber : Duniabelajaranakdotid
Sumber : Duniabelajaranakdotid

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun