Mohon tunggu...
Dody Kudji Lede
Dody Kudji Lede Mohon Tunggu... profesional -

Laki-laki, gagap, sering gugup tapi cuek, Ingin belajar tapi gak pernah sekolah,suka baca tapi gak punya waktu, pekerja keras tapi belum punya kerja, pemalu tapi punya prinsip, slalu mncintai tapi tak pernah dicintai, jarang berdoa tapi takut Tuhan... Saat ini tinggal di Kupang - NTT

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Lakon Kolosal Negeriku

5 Oktober 2010   15:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:41 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Muak… sungguh ku muak…!!!
Tak ada lainkah selain pertunjukan yang itu-itu saja???
Di koran, radio televisi semua sama saja
Berita basi terus dikompor biar bisa tetap panas
Saling tarik satu bias lalu dikumpul pada pelangi semu hukum
Semua bertema keseksian liar
Dari aurat para hulubalang yang tak tahu malu
Juga ulah tikus-tikus cap gayus yang ingin terbang bak belalang
Yang kenyangkan diri dengan pajak singkong para jelata
Buat kaya diri dengan upeti kayu api para fakir
Nurani seakan sudah tercabut hingga akar oleh serabut serakah
Ikrar setia yang terangkat hanya dagelan di pentas istana
Munafik dalam balutan senyum laknat pengkhianat negeri
Membela diri dengan argument sandiwara palsu
Seolah sedang bergita diiring orkestra dangdut memilukan
Dipimpin sang maestro politikus busuk bau kambing congek
Sumpah serapah kaum tertindih dianggap celoteh pujangga putus asa

Operasi sapu bersih hanya orasi dekil
Supaya yang kecil jangan tahu busuk di buluh jahanam
Berlagak kudus pamer ayat-ayat hukum neraka
Agar lugas buntutnya bergoyang sampai butut.

Lutut tak pernah ditekuk minta maaf
Usur menunggu mampus tak buat bertobat
Makin jadi buyut makin setia berulah…
Harta ditumpuk berpuluh-puluh bakul hingga menggunung
Agar sepuluh turun temurun para turunan membuntut
Masih bisa dipakai untuk tuntutan foya-foya…
Itu maksiat lantas disyukuri dengan doa khusus yang khusyuk dari dukun
Biar jangan dimakan rayap keadilan milik rakyat

Wahai, wahai, wahai...
Wahai tuan pemakan segala
Tak dekil kah hati tuan punya niat berbuat itu???
Tuan punya nista kami jadi muntah
Lihat tuan bermanis diri setiap hari di media bak artis
Daki tuan setebal lapindo tapi kenapa tuan tak juga jadi malu???
Inikah akibat ajaran moral waktu Es De dulu???
Tiap hari diajari agar bangga jadi bangsa negeri ini
Tapi malah bangsal-bangsal sel dipenuhi penjahat bangsa
Yang dihukum penjagal jelek tak peka arti keadilan...

Duh... duhai bangsaku....
Duhai negeriku...
Tanah pusaka kebanggaan tetanggaku
Sungguh malang riwayatmu kini...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun