Rumahku Indonesia, terbentang luas dari sabang hingga marauke
Berbanjar pulau demi pulau yang berlimpah keragaman hayati juga eksotik rupa budaya dan alamnya
Dinegeri kami, hasil hutan, laut , mineral bumi semua dibagi rata atas nama keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Terlepas apakah ia konglomerat, birokrat atau tamu asing semua dapat jatah sesuai pangkat dan ukuran status sosialnya
Namun bagaimanakah nasib sipulan yang tak faham menjumlah angka dan rumus-rumus kimia
Kini diam-diam kami mulai belajar menghitung apa yang kami punya dan telah dirogoh paksa oleh kejahilan birokrasi raksasa
Emas, timah, batu bara, nikel, minyak dan gas bumi, tenaga air, tenaga surya, panas bumi hingga biomasa adalah fakta dan telah tergadaikan oleh mereka yang tak bermata juga tak mengenal budi bahasa
Tanpa berbelas kasih mereka mengobral kepunyaan kami pada tamu asingnya
Atas nama keterbukaan, atas nama pasar bebas ternyata semua bebas untuk tertutup bagi pemiliknya sendiri
Rumahku Indonesia beratap bhineka tunggal ika
Namun apa daya bhineka hanya sebatas golongan, suku, ras dan kepentingan saja
Kami bukanlah kalian, bukan juga mereka
Kami hanyalah saksi atas kecemasan anak cucu kami dimasa yang akan datang
Yang telah jauh kalian pisahkan dari martabat dan sejarah pradaban bangsa
Kami bukanlah importir, lantas kenapa kalian sita milik kami
Kami bukanlah pesakitan, semestinya tidak kalian jual kepunyaan kami
Kami bukanlah penadah, lalu kenapa kalian sembunyikan hak kami
Kami bukanlah pencuri, kemudian kenapa kami harus kalian lalimi
Rumahku Indonesia, telah hilang atapnya
Karena tertimpa muslihat dari akal komersialisme pradaban
Lantas kandas tertiup keserakahan perut anak-anak negerinya sendiri
Kini rumahku hanyalah sejarah
Tak bernama, tak bertuan!
Depok, 17 Maret 2013
Dodo Lantang | Selasa, 19 Mar 2013 - 11:13:01 WIB