Masih terbayang pesan singkat Whatsapp dari seorang teman akhir November lalu, "Do, kamu ikut lari ya. Sesekali ikutlah." Saat membaca pesan itu, saya menghela napas. Memang benar, di sepanjang sejarah event lari, baik kompetisi maupun amal, belum sekalipun nama saya terdaftar. Saya sendiri tidak anti olahraga. Hanya saja, lari, apalagi maraton, bukanlah salah satu olahraga favorit saya.
Seperti tertulis di pesan singkatnya, teman saya yang hobi berlari dan bersepeda itu mengajak saya mengikuti event Caritas Christmas Cross Challenge. Kegiatan ini diselenggarakan selama bulan Desember 2020 oleh Asosiasi Alumni Jesuit Indonesia untuk mencari donasi bagi para guru honorer di seluruh Indonesia. Jika saya terdaftar sebagai peserta, nantinya saya akan berlari untuk mengumpulkan poin sesuai jumlah donasi yang ada.
Dengan kerelaan yang awalnya agak dipaksakan, saya mengiyakan ajakan itu. Saya pun mendaftar sambil berkata menghibur diri, "Lumayan toh, Do. Menjaga kesehatan sambil beramal. Jiwa dan raga jadi sehat." Di benak saya lalu muncul wajah beberapa guru honorer yang saya kenal. Muncul letupan kecil api semangat karena membayangkan mereka yang terbantu lewat program amal ini.
Hari demi hari berlalu. Pagi atau sore saya sempatkan untuk mengayuh sepeda atau berjalan kaki. Kilometer demi kilometer terlampaui. Hingga, tanpa terasa, sudah dua minggu dijalani dengan raihan catatan rata-rata merambah 12 Km/hari. Lumayan juga untuk orang yang tidak pernah ikut event lari dan gowes. Sesekali saya juga menambah porsi sit-up untuk melatih perut saya yang perlahan membuncit.
Setelah dua minggu itu, saya iseng-iseng mengecek pencapaian saya. Di papan klasemen peserta, saya masih tercecer di deretan menengah ke bawah. Oke, tidak apa-apa. Sementara itu, teman saya yang mengajak tadi itu berada di papan atas. Saya memang bukan tandingan dia, apalagi dalam hal lari dan gowes.
Poin yang saya kumpulkan juga lumayan bila dikonversi menjadi dana untuk para guru honorer. Hal ini membuat saya senang sekali. Lepas dari peringkat yang tidak terlalu baik, setidaknya usaha saya membuahkan rupiah dengan jumlah lumayan untuk disumbangkan. Bagi saya, hal itu menjadi prestasi tersendiri.
Setelah itu, dengan niat iseng yang sama, saya mencoba menimbang berat badan. Siaa tahu badan saya menjadi semakin mendekati ideal. Hal itu tentu belum terjadi, tapi alangkah terkejut dan gembiranya saya saat mengetahui berat saya turun 3 Kg. Nah, ini baru prestasi! Padahal, selama ikut serta dalam kegiatan ini, saya tidak punya niat untuk menurunkan berat badan. Justru ketika dengan sengaja berusaha mengatur diet dan menurunkan berat badan sepanjang tahun ini, supaya kaki saya tetap dapat menopang badan dengan baik, saya tidak pernah berhasil. Ketika itu berat saya tidak pernah turun, tapi stabil.
Hari ini sudah hari terakhir di tahun 2020. Artinya, event lari dan gowes juga sudah segera berakhir. Saya belum mengecek lagi berat badan saya. Akan tetapi, berhasil menurunkan berat sebanyak 3 Kg dalam dua minggu merupakan bonus untuk saya. Tujuan utamanya tetap berdonasi bagi para guru honorer. Walaupun demikian, saya merasa semakin diteguhkan: saat bisa bertekun dan bersungguh-sungguh dalam satu hal, hasilnya akan memancar dan membawa kegembiraan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H