Jawa Hookokai, Himpunan Kebaktian Rakyat, telah berdiri sejak 1 Maret (menurut literatur tanggal 8 Januari 1944) ini. Hari berdirinya itu tepat dua tahun sesudah Bala Tentara Dai Nippon mendarat di Pulau Jawa, yang menjadi sebuah runtuhnya Pemerintahan Hindia Belanda dengan cepat pada 9 Maret. Pada tanggal lenyapnya Hindia Belanda itu nanti, Himpunan Kebaktian Rakyat akan diperkenalkan kepada rakyat dalam rapat umum dan barulah ia akan bekerja dengan teratur, dengan bercabang sampai ke desa-desa. (M. Hatta, disampaikan dalam Pidato Radio, 5 Februari 1944).
Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa) dibentuk pada 8 Januari 1944 sebagai pengganti PUTERA. Himpunan Kebaktian Rakyat bertujuan mengajak seluruh penduduk di Jawa memenuhi kewajibannya yaitu mengorbankan diri dan berjuang untuk mencapai kemenangan akhir dalam perang ini bersama Pemerintahan Bala Tentara Dai Nippon dalam suasana persaudaraan. Jawa Hokokai adalah organisasi garis belakang, bertugas untuk menyokong para tentara yang berperang di garis depan. Garis belakang bisa kokoh jika di kalangan rakyat ada persatuan dan persaudaraan. Melalui organisasi ini, rakyat diminta menyumbangkan segenap tenaga kepada Pemerintah Bala Tentara secara ikhlas berdasarkan semangat persaudaraan antar segala bangsa. Jawa Hokokai punya anggota di setiap desa yang terdiri dari: bangsa Jepang, Indonesia, Tionghoa, dan peranakan lain.
Ketika perang semakin memuncak dan Jepang semakin terdesak oleh serangan Sekutu, dukungan dari garis belakang semakin penting. Pembentukan Jawa Hokokai diharapkan dapat menambah sokongan terhadap bala tentara Dai Nippon yang berada dalam posisi kritis. Kembali lagi Jepang mengajak beberapa tokoh nasional seperti Soekarno dan Hatta untuk berperan aktif dalam organisasi baru ini.
Dalam pidatonya tersebut, Bung Hatta menjelaskan strategi organisasi Jawa Hokokai dalam mendukung pertempuran melawan Sekutu. Beliau menyampaikan bahwa salah satu usaha yang terpenting bagi garis belakang ialah menyusun usaha untuk melipatgandakan hasil bumi. Menambah hasil bumi itu tidak hanya untuk membantu garis depan saja, tetapi juga memperkuat garis belakang. Rakyat tanah Jawa semakin tahun semakin bertambah jiwanya, oleh karena itu perlu dihasilkan bahan makanan yang lebih banyak. Hasil bumi di Jawa masih dapat diperbanyak dengan cara mengganti tata cara pertanian tradisional dengan metode pertanian modern.
Bung Hatta kemudian menyampaikan kondisi pertanian terkini dan strateginya untuk menambah produktivitas hasil tani. Beliau mengatakan, "Orang tani bersifat pasif dan kuno, suka berpegang dengan cara lama. Sebab itu kewajiban tiap-tiap oranglah untuk menolong membuka mata Pak Tani tentang kebaikan jalan baru yang ditunjukkan." Melalui putusan Tyuuo Sangi-in (Dewan Pertimbangan Pusat/Parlemen), dibuatlah panduan untuk meningkatkan produktivitas tanah yakni sebagai berikut:
- Membiasakan memakai pupuk, supaya kesuburan tanah jadi terpelihara
- Memperbaiki jenis padi, supaya lebih banyak hasil panennya
- Mengubah cara menanam bibit dengan memperbaiki dan memilih tempat persemaian, serta memendekkan waktu persemaian itu supaya ditanam benih yang lebih muda.
- Memperbaiki cara menanam benih di sawah dengan menyamakan jaraknya dan meluruskan barisnya.
- Mencegah kuman-kuman dan hama yang merusak tanaman, serta memeliharanya dari gangguan binatang.
- Memperluas pertanian dengan menanami tanah yang masih kosong atau tandus dengan melakukan juga cara bertanam dengan berganti-ganti sampai terdapat hasil yang sebaik-baiknya.
- Memperbaiki tanah pertanian dengan ikhtiar pengairan, menurut cara yang mudah dilakukan.
Nyatalah, bahwa segala kerja menambah hasil bumi itu dengan mempergunakan jalan rasionalisasi, tidak bisa beres dengan perintah saja. Maunya dianjurkan dengan contoh serta mendidik dengan sabar. Inilah suatu kewajiban besar bagi Jawa Hookokai! Pengurus dan anggota harus bertindak di mana-mana dengan memberi teladan dan contoh, barulah rakyat sudi mengikut. Itulah sebabnya ditegaskan dalam daftar usaha Himpunan Kebaktian Rakyat, bahwa melaksanakan segala sesuatunya hendaklah dengan nyata dan ikhlas dengan berdasarkan semangat persaudaraan.
Dasar persaudaraan antara yang memimpin dan yang dipimpin mesti ada. Kalau tidak, segala usaha akan kandas di tengah. Sebab, berbakti itu bukan soal kecil dan mudah. Rakyat dapat dibimbing ke mana-mana, asal tahu mengambil hatinya. (M. Hatta, disampaikan dalam Pidato Radio, 5 Februari 1944)
Pada kesempatan pidato selanjutnya, Bung Hatta menyampaikan bahwa saat itu rakyat mengalami inferiority complex atau merasa rendah diri. Inferiority complex membunuh semangat rakyat selama ini, menindas kemauan untuk bertindak, menyuruh untuk menyerah terhadap nasib yang celaka dengan alasan "apa boleh buat, sudah takdir". Namun, dengan rubuhnya Pemerintahan Hindia Belanda, menunjukkan bahwa bangsa kulit putih itu tidaklah superior. Rasa tidak mampu dan kerendahan derajat yang dipupuk oleh orang Belanda, hilang sebentar saja. Perasaan tentang tidak mampu dalam berbagai hal memang masih ada sebab kurang pengetahuan, tetapi di sisi lain ada kepercayaan terhadap diri sendiri untuk mencapai perbaikan dan kesanggupan bertindak. Rakyat mulai percaya kembali bahwa dengan latihan yang teratur dan kemauan yang tetap, segalanya dapat dicapai.
Berbeda dengan pemerintahan Hindia Belanda, Bala Tentara Dai Nippon mendidik orang jadi berani dan tahu akan harga dirinya. Bukan pembedaan derajat bangsa yang dipropagandakan, melainkan persamaan turunan. Bala Tentara Dai Nippon datang dan memperbaiki kembali yang dirusak oleh Belanda seperti tambang dan jembatan dalam waktu singkat. Namun yang lebih hebat dari segala pembangunan teknik itu adalah pembangunan masyarakat yang berdasar kepada jiwa manusia.
Pembangunan masyarakat baru dilakukan secara bertahap dan teratur. Para pemuda dilatih dengan berbaris dan taiso (senam pagi wajib yang dilakukan sebelum memulai pelajaran di sekolah diiringi radio yang disiarkan serentak). Mereka diajarkan disiplin, karena hanya disiplin yang bisa membimbing orang kepada kerja yang teratur.
Melalui kegiatan berbaris dan taiso para pemuda dilatih jasmani dan rohaninya. Jiwanya mudah menangkap ajaran tentang hidup sederhana, mudah menerima rasa tentang hidup dengan tolong menolong. Masyarakat baru yang dituju ialah satu bangunan masyarakat yang anggotanya bersedia membelakangkan kepentingan diri sendiri daripada kepentingan umum. Masyarakat yang dikemudikan oleh rasa satu keluarga.
Mengesampingkan tujuan untuk keuntungan Jepang, program dan propaganda mereka sedikit banyak telah mengubah karakter rakyat ke arah yang positif. Selain itu, adanya usaha peningkatan produktivitas pertanian dan pelatihan militer dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan rakyat dalam beberapa bidang strategis.
Pelatihan militer dan kedisiplinan menjadi salah satu program yang menonjol pada masa pendudukan Jepang. Dengan latihan dan praktik di bawah bimbingan Bala Tentara Dai Nippon, Bung Hatta meyakini bahwa kelak bangsa Indonesia memiliki laskar yang cukup kuat untuk menjaga tanah airnya. Pembentukan beberapa organisasi militer seperti Heiho (Tentara Pembantu) dan Tentara Pembela Tanah Air (PETA) menghasilkan para tentara terlatih yang kelak akan berperan besar pada Revolusi Fisik tahun 1945 -- 1949.