Tiga puluh lima tahun yang lalu, saudara-saudara, rakyat kita mulai bergerak dengan jalan berorganisasi. Kemenangan Nippon atas Raksasa Rus pada tahun Masehi 1905, membuka mata kaum terpelajar kita, bahwa bangsa kulit putih tidak mahakuasa seperti yang diduga mula-mula. Dalam dada kaum terpelajar kita itu tertanam keyakinan, bahwa perlu ada suatu organisasi yang akan memimpin rakyat dari dunia kegelapan ke zaman kemajuan. (M. Hatta, disampaikan pada Pidato di lapangan Ikada 9 Maret 1943)
Menurut Bung Hatta, kemenangan Jepang atas Rusia pada 1905 telah membuka mata kaum terpelajar bahwa bangsa kulit putih bukanlah bangsa yang superior. Terinspirasi dari keberhasilan Jepang mengalahkan bangsa kulit putih, Bung Hatta meyakini bahwa Indonesia akan terbebas dari belenggu penjajah Barat. Perjuangan menuju kemerdekaan dapat ditempuh melalui organisasi yang dipimpin oleh kaum terpelajar, sebagaimana telah dilakukan sejak tahun 1908. Sejalan dengan itu, Jepang memprakarsai terbentuknya Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) pada 16 April 1943.
Pada dasarnya PUTERA dibentuk untuk mendukung Jepang melawan Sekutu yang juga dianggap sebagai musuh bersama. Untuk menarik simpati rakyat luas, Jepang mengajak kerjasama beberapa tokoh nasional dalam organisasi ini. PUTERA dipimpin oleh empat tokoh nasional yang juga dikenal sebagai empat serangkai yakni: Ir. Soekarno, M. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur.
Selain melakukan propaganda, PUTERA juga bertugas memperbaiki bidang sosial dan ekonomi. Dalam suatu kesempatan, Bung Hatta menyampaikan pidato melalui radio yang berisi tentang harapan dan kewajiban rakyat di masa datang. Beliau mengatakan bahwa Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) didirikan untuk menyokong Jepang dalam mencapai kemenangan perang Asia Timur Raya dan disambut dengan kegembiraan rakyat. Gerakan ini mendorong rakyat untuk memadu semangat serta memperkuat tenaga rakyat untuk mencapai kemenangan akhir yang pada akhirnya dapat membentuk masyarakat baru berdasarkan kemanusiaan, keadilan, dan kemakmuran bersama.
Bung Hatta juga menjelaskan tentang tugas dan kewajiban PUTERA. Terdapat dua kewajiban PUTERA yakni membongkar ideologi barat (individualisme) yang memengaruhi sebagian masyarakat dan memimpin pekerjaan praktis. Menurut Bung Hatta, Ideologi individualisme sangat tidak sesuai dengan karakter kolektif bangsa Indonesia yang berlatar masyarakat agraris. Bantu membantu tanpa upah sudah menjadi adat bagi kaum tani Indonesia yang asli. Semua itu dilakukan karena kebiasaan. Beliau menganjurkan agar kita memperluas dasar tolong-menolong itu dan menyesuaikan bangunnya kepada tingkat yang lebih tinggi. Jika dibawa ke medan perekonomian, dasar tolong-menolong dan usaha bersama itu menjelma menjadi kooperasi.
Melalui pidato tersebut, Bung Hatta juga mengingatkan kembali ideologi kolektif sebagai karakter asli bangsa Indonesia yang saat itu mulai tergerus oleh pengaruh ideologi barat. Melalui PUTERA, Bung Hatta dan beberapa tokoh nasional lain mengupayakan kembalinya karakter kolektif yang dijadikan dasar pembangunan masyarakat.
PUTERA memiliki tiga tugas utama, yakni:
- Memimpin dan melatih segala usaha gerakan, yakni pertanian dan peternakan, perikanan, perdagangan, kerajinan, kooperasi, pelajaran, latihan bekerja, penabungan, perusahaan, peminjaman modal, dll.
- Bidang pendidikan: memberantas buta huruf dan menyokong pekerjaan pendidikan yang dilakukan oleh rakyat.
- Bidang kebudayaan: merancang pekerjaan kebudayaan untuk gerakan, mendukung pekerjaan kebudayaan oleh rakyat, dan meninggikan derajat masyarakat.
Meskipun merupakan bagian dari propaganda Jepang, namun gerakan PUTERA menjadi kesempatan bagi para tokoh untuk berkomunikasi dengan rakyat. Semangat nasionalisme dikobarkan dan penguatan karakter bangsa, seperti yang disampaikan oleh Bung Hatta melalui beberapa pidatonya. Semua itu dapat disampaikan dengan cukup leluasa meski tentu saja diawasi Jepang secara ketat. Hasilnya dapat dilihat beberapa tahun kemudian, saat bangsa Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya. Pada akhirnya PUTERA dibubarkan pada 1 Januari 1944 karena dinilai lebih banyak menguntungkan bangsa Indonesia dan dikhawatirkan muncul perlawanan yang dapat membahayakan Jepang.
Sumber:
Widjaja, I. Wangsa dan Meutia F. Swasono. (1981). Mohammad Hatta Kumpulan Pidato. Jakarta: Yayasan Idayu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H