Mohon tunggu...
Arief Setyo Widodo
Arief Setyo Widodo Mohon Tunggu... Freelancer - Pengetik teks bebas

Yogyakarta, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar dari Tragedi Susur Sungai SMPN 1 Turi

24 Februari 2020   11:48 Diperbarui: 24 Februari 2020   11:52 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Musibah memang tidak bisa dihindari jika Tuhan sudah berkehendak. Seperti yang terjadi pada peristiwa tragedi susur sungai Sempor, Jumat 21 Februari lalu. Musibah tersebut menimpa sekitar 250 murid SMPN 1 Turi yang sedang mengikuti kegiatan Pramuka di sungai Sempor, Turi, Sleman. Saat kegiatan susur sungai di daerah itu memang belum turun hujan dan arus sungai pun masih normal. Namun rupanya hujan lebat terjadi di daerah hulu, sehingga tak lama kemudian air bah mengalir ke hilir menuju rombongan siswa yang sedang menyusuri sungai Sempor. Akibat kejadian itu, 10 anak meninggal dunia dan puluhan lain terluka.

Meskipun memang sudah ditakdirkan demikian, peristiwa tersebut tak bisa lepas dari tanggungjawab sekolah terutama pembina Pramuka.

Sebagai penanggungjawab kegiatan ini, pembina dinilai lalai dan mengabaikan keselamatan. Menurut informasi yang beredar, warga sekitar sempat mengingatkan untuk tidak berkegiatan di sungai karena cuaca buruk namun pembina mengabaikan peringatan tersebut. Mereka tetap membawa ratusan siswanya turun ke sungai Sempor.

"Sudah biasa", kata salah seorang pembina menjawab peringatan dari warga sambil terus melanjutkan kegiatan. Susur sungai Sempor memang memang sudah biasa dilakukan sebagai bagian dari kegiatan Pramuka SMPN 1 Turi. Beberapa kali mereka telah mengadakan kegiatan serupa namun selalu berjalan dengan lancar. Sebagian besar murid SMPN 1 Turi mungkin sudah cukup akrab dengan sungai Sempor yang lokasinya berada tak jauh dari tempat tinggal mereka. Boleh jadi mereka menganggap sungai Sempor layaknya halaman belakang sekolah yang seringkali dijadikan tempat bermain sehingga cenderung abai terhadap segala risikonya. 

Bagaimanapun juga kegiatan di alam bebas tetaplah berisiko meskipun itu di lingkungan sekitar yang sudah familiar. Sayangnya, kita cenderung mengabaikan risiko tersebut dengan alasan "sudah biasa". Secara kasat mata, sebenarnya sudah diketahui bahwa mendung pekat di daerah hulu menandakan kemungkinan besar terjadi hujan lebat di sana. Jika demikian maka akan terjadi limpahan air bah dari hulu yang dapat membahayakan keselamatan orang-orang yang berada di sekitar sungai. Risiko inilah yang tidak diketahui atau mungkin diabaikan oleh penanggungjawab kegiatan tersebut.

Selain faktor risiko dari alam, ada hal lain yang luput dari perhatian yakni pakaian para siswa. Sebagian besar korban yang terseret arus adalah perempuan, bahkan 10 diantaranya yang meninggal dunia juga perempuan. Saat kegiatan susur sungai, banyak siswi yang menggunakan rok panjang.

Kepala Basarnas DIY mengatakan, "Saat berada di air, rok menghalangi air. Kalau pakai celana, air langsung lewat". Jadi dengan kata lain, rok panjang memperbesar tekanan arus sungai sehingga menyebabkan pemakainya mengalami dampak yang lebih besar.

Akibatnya para siswi banyak yang terseret arus dan menjadi korban. Jadi dalam berkegiatan di alam bebas sebaiknya menggunakan pakaian yang sesuai. Sebagai contoh dalam kegiatan susur sungai hendaknya memakai celana panjang bukannya rok panjang.

Sebenarnya masih banyak hal yang perlu dilakukan untuk meminimalkan risiko dalam kegiatan di alam bebas. Mulai dari pengenalan lingkungan/medan hingga menyiapkan peralatan dan perlengkapan keselamatan. Selain itu harus dipastikan pula peserta memakai atribut/pakaian yang sesuai dan tidak membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

Peristiwa tragedi susur sungai Sempor ini hendaknya dapat dijadikan sebagai pembelajaran yang sangat mahal. Agar kita mempersiapkan dengan matang serta lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan di alam bebas. Dan yang tidak kalah pentingnya jangan meremehkan kekuatan alam dengan dalih "sudah biasa".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun