Mohon tunggu...
Arief Setyo Widodo
Arief Setyo Widodo Mohon Tunggu... Freelancer - Pengetik teks bebas

Yogyakarta, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Semalam di Tanjung (Lombok 7,0)

13 Agustus 2018   13:38 Diperbarui: 13 Agustus 2018   19:21 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lapangan Tanjung, sore sebelum terguncang (dok. pribadi)

Secara teori, wilayah Lombok Utara relatif aman dari ancaman tsunami. Gempa yang terjadi saat itu berpusat di darat sehingga tidak berpengaruh secara langsung terhadap kestabilan dasar laut. Selain itu, laut sebelah utara pulau Lombok bukanlah daerah tumbukan lempeng samudera yang menjadi penyebab terjadinya tsunami.

Pemahaman seadanya itulah yang membuat saya tetap tenang meski beberapa orang menyuruh untuk segera ikut mengungsi ke perbukitan. Bahkan saat mendengar kabar bahwa BMKG mengeluarkan peringatan tsunami, saya dengan seorang teman masih sempat mengambil logistik dan barang di rumah untuk bekal di pengungsian.

titik-titik cahaya harapan, bukit kecil yang dirasa aman dari ancaman tsunami (dok. pribadi)
titik-titik cahaya harapan, bukit kecil yang dirasa aman dari ancaman tsunami (dok. pribadi)
Kami mengungsi di daerah perbukitan bersama ribuan warga Tanjung lainnya. Semalaman kami harus menahan hawa dingin yang diperparah dengan hembusan angin.

Sejak sore angin memang berhembus cukup kencang di sini. Beralas rerumputan kering, beratap langit kami menunggu pagi. Beruntung kami sempat mengambil beberapa potong selimut, jaket, beberapa botol air mineral, dan dua bungkus nasi yang ada di rumah. Namun sebagian pengungsi lain tidak seberuntung kami, ada diantara mereka yang hanya memakai pakaian seadanya dan tanpa bekal.

Sekitar pukul 9 malam, BMKG mencabut peringatan tsunami. Melalui megafon, seorang warga mengumumkan pencabutan peringatan tsunami tersebut.

Namun hampir semua warga masih memilih untuk bertahan di bukit termasuk kami. Menurut kabar, air memang sempat naik setinggi 0,5 meter di suatu daerah. Menurut pemahaman sederhana saya, kecil kemungkinan terjadi tsunami sebagai akibat dari gempa ini. Namun peristiwa naiknya air laut itu menjadi pengingat bahwa segala kemungkinan bisa terjadi atas kehendak-Nya. Terlepas dari benar tidaknya peristiwa tsunami kecil itu, sebaiknya kita memang harus mengantisipasi berbagai kemungkinan.

Jelang tengah malam, bulan sabit naik perlahan melengkapi ribuan cahaya bintang yang sudah lebih dulu menghias langit. Hadirnya bulan menjadi pelita di tengah gelapnya malam.

Sementara itu angin masih terus berhembus membawa hawa dingin. Beberapa pengungsi pingsan, lemas karena kelelahan dan hawa dingin. Mereka yang pingsan segera ditangani dengan perlengkapan seadanya. Di sisi lain, tampak beberapa orang membagikan air mineral dan selimut untuk pengungsi.

Di perkampungan, sebagian orang berjaga memastikan keamanan lingkungan yang ditinggal warganya mengungsi. Di tengah kepanikan masih ada sebagian orang yang melakukan sesuatu untuk menjaga ketertiban dan keamanan pasca bencana.

Waktu terasa berjalan begitu lambat. Beberapa kali sempat bisa tertidur namun guncangan gempa susulan membuat saya kembali terjaga.

Setidaknya belasan gempa susulan yang cukup besar kami rasakan malam itu. Setiap kali terjadi gempa, suara takbir terdengar dari para pengungsi yang ketakutan. Akhirnya pagi datang juga, berangsur-angsur pengungsi turun dari bukit. Menuju rumah masing-masing untuk melihat kondisi tempat tinggal mereka.

pagi hari, warga berangsur meninggalkan tempat pengungsian sementara (dok. pribadi)
pagi hari, warga berangsur meninggalkan tempat pengungsian sementara (dok. pribadi)
Hanya semalam di Tanjung, siang harinya kami meninggalkan KLU. Sebagian besar pulang ke rumah masing-masing, sementara saya dan teman-teman dari luar Lombok menginap di Praya, Lombok Tengah. Tugas yang sedianya dimulai Senin ini ditunda hingga waktu yang belum bisa ditentukan. Hari Jumat kami pun pulang menuju Jogja.  

Gempa Lombok 5 Agustus 2018 lalu adalah gempa besar kedua yang saya alami setelah gempa Jogja 12 tahun silam. Kejadian ini mengingatkan bahwa saya tinggal di lingkungan rawan gempa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun