Mohon tunggu...
Arief Setyo Widodo
Arief Setyo Widodo Mohon Tunggu... Freelancer - Pengetik teks bebas

Yogyakarta, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mencicip Nikmatnya Kopi Luwak Langsung dari Kandangnya

12 Oktober 2017   12:31 Diperbarui: 12 Oktober 2017   14:40 1279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musang Binturong milik salah seorang peternak yang sudah mendapat izin resmi (dokumentasi pribadi)

Dari dalam rumah, muncul seorang kakek dengan senyum ramah menyambut kami. Begitu tahu maksud dan tujuan kami, beliau langsung mengajak ke belakang. Hanya saya dan seorang kawan yang mengikuti ajakan beliau, lalu kemudian disusul seorang kawan lagi tak lama kemudian. Abah Ujang, begitu beliau dikenal oleh orang-orang di sekitarnya. Abah Ujang adalah perantau dari Jawa Barat yang sudah lama menetap di Lampung. Beliau menekuni usaha kopi luwak sejak tahun 2011 dan kini sudah memiliki beberapa ekor luwak, sebagian diantara luwak peliharaannya ada di belakang rumah. Bagian belakang rumah berupa bangunan semi permanen beratapkan seng. Bangunan tersebut berbentuk persegi tanpa sekat, dibatasi dinding dengan kombinasi kayu, seng, dan bata. Terlihat kandang kayu di kedua sisi dinding. Di sudut ruang terdapat beberapa mesin pemanggang dan penggiling kopi.

Di balik teralis besi, tampak beberapa ekor musang sedang tidur-tiduran. Musang bulan, begitulah hewan ini biasa disebut. Tubuhnya kecil, hanya sepanjang satu meter-an dari kepala hingga ekor. Musang atau dikenal juga dengan nama luwak, menjadi hewan yang lumrah ditemui di Kelurahan Way Mengaku. Maklum saja kelurahan yang berada tak jauh dari pusat kota Liwa, Lampung Barat ini menjadi tempat usaha beberapa produsen kopi luwak. Setidaknya ada delapan pengusaha luwak yang tersebar di beberapa sudut kelurahan Way Mengaku. Dalam satu gang bisa ada dua atau tiga pengusaha kopi luwak. Nama usahanya pun cukup unik seperti Raja Luwak, Ratu Luwak, dan Mahkota Luwak,lengkap sudah menjadi "Kerajaan Luwak".

"Kerajaan Luwak", tempat di mana Raja dan Ratu Luwak berdampingan (dokumentasi pribadi)
"Kerajaan Luwak", tempat di mana Raja dan Ratu Luwak berdampingan (dokumentasi pribadi)
Hingga saat ini, kopi luwak menjadi salah satu kopi termahal di dunia. Di pasaran harga kopi luwak bisa mencapai jutaan rupiah per kilogramnya. Kopi yang sejatinya berasal dari kotoran luwak ini dipercaya memiliki kelebihan dibanding kopi biasa seperti misalnya kadar kafein yang relatif rendah karena hasil fermentasi di dalam tubuh luwak. Fermentasi kopi dilakukan secara alami melalui proses pencernaan dalam tubuh luwak. Kemudian, biji kopi tersebut dikeluarkan dalam bentuk feses yang terangkai menjadi bongkahan berbentuk lonjong. Setelah dikeringkan, sekilas tampak seperti coklat kacang yang menggoda. Meskipun dalam bentuk feses, namun tidak berbau sama sekali.

Dibutuhkan waktu semalaman dari mulai luwak makan buah kopi hingga keluar dalam bentuk feses. Luwak biasa beraktivitas di malam hari, karena itu mereka diberi makan waktu sore. Di alam liar luwak biasanya makan buah-buahan dan bisa juga makan daging. Kopi menjadi salah satu makanan kesukaan luwak. Menurut seorang pengusaha kopi luwak, seekor luwak bisa makan hingga setengah berat tubuhnya dalam semalam. Jadi jika berat seekor luwak 10 kg, dalam semalam dia bisa menghabiskan 5 kg buah kopi.

Dalam kondisi sehat, setiap malam luwak dengan senang hati bisa makan berkilo-kilo buah kopi. Secara alami kemudian buah kopi dicerna lalu keesokan harinya dikeluarkan sebagai feses. Dari 5 kg buah kopi, dapat dihasilkan 1 kg biji kopi kering. Jadi seekor luwak seberat 10 kg mampu memproduksi 1 kg biji kopi kering dalam semalam.

Selain rakus, luwak ternyata juga pemilih. Mereka hanya mau makan makanan yang berkualitas. Buah kopi yang dimakan biasanya adalah buah yang benar-benar matang. Dalam menyediakan buah kopi, peternak luwak khusus memesan kopi buah merah kepada petani/pengepul. Kopi buah merah jenis robusta dapat dibeli dengan harga 7.000/kg, lebih mahal dibanding buah kopi asalan (belum disortasi) yang harganya 5.000/kg. Meskipun kopi yang dibeli adalah kopi buah merah, namun tidak semuanya matang sempurna.

Bisa jadi ada sebagian kecil buah kopi yang belum terlalu matang meski sudah berwarna agak merah. Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan kemampuan dalam menyeleksi buah kopi. Berbeda dengan manusia, luwak memiliki insting untuk melakukan sortasi buah kopi yang matang. Sehingga buah yang dimakan luwak merupakan kopi pilihan (luwak), dan yang keluar dari tubuhya adalah biji kopi terbaik. Jadi itulah salah satu alasan mengapa kopi luwak terasa lebih nikmat dibanding kopi biasa.

Harga jual yang tinggi tentunya sangat menggiurkan bagi pengusaha untuk menekuni bisnis kopi luwak ini. Tapi untuk memproduksi kopi luwak tidaklah mudah. Kebiasaan makan luwak yang cenderung rakus, mengharuskan peternak untuk menyediakan banyak makanan. Tidak hanya buah kopi, peternak juga harus menyiapkan buah lain seperti pepaya dan pisang sebagai selingan. Terkadang luwak juga diberi makan daging ayam untuk meningkatkan nafsu makan. Kalau sedang tidak musim kopi, pisang dan pepaya menjadi makanan pokok luwak.

Pak Sapri, seorang peternak luwak mengaku bahwa saat tidak musim kopi dia harus menyediakan buah pisang dan pepaya masing-masing sebanyak 1 ton setiap 4 hari untuk luwak-luwak peliharaannya. Buah yang disediakan pun juga termasuk buah pilihan yang kualitasnya bisa jadi lebih baik dibanding buah yang biasa dijual di pasar. Jadi memang dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk memelihara luwak.

Selain mahalnya biaya pemeliharaan dan perawatan yang harus telaten, tantangan terbesar dalam memelihara luwak adalah terkait perizinan. Luwak/musang Binturong tergolong binatang yang dilindungi sehingga diperlukan izin khusus untuk memeliharanya. Bersama musang Bulan, Binturong merupakan jenis musang yang biasa diternakkan untuk menghasilkan kopi luwak di Lampung Barat. Musang Bulan bertubuh kecil dan relatif mudah didapat sehingga jenis ini seringkali diternakkan. Musang Binturong berperawakan besar seperti beruang madu merupakan hewan langka sehingga untuk memeliharanya perlu izin khusus. Rumitnya perizinan membuat beberapa peternak luwak pernah terjerat kasus hukum. Terkait perizinan, peternak luwak haruslah memiliki standar khusus dalam pemeliharaan dan perawatan luwak sesuai dengan ketentuan pihak terkait.

Musang Binturong milik salah seorang peternak yang sudah mendapat izin resmi (dokumentasi pribadi)
Musang Binturong milik salah seorang peternak yang sudah mendapat izin resmi (dokumentasi pribadi)
Hampir setengah jam kami mengobrol di belakang rumah, sementara Abah Ujang masih asyik bercerita. Dengan logat Sunda yang masih kentara, beliau bercerita banyak hal mulai dari asal usulnya hingga terkait dengan usaha kopi luwak yang sudah dijalani sejak 6 tahun silam. Sebagai peternak luwak yang sudah cukup senior, usahanya beberapa kali diliput media lokal maupun nasional. Beliau juga sering diikutsertakan dalam berbagai pameran. Berkat promosi yang dilakukan di berbagai tempat, Abah Ujang mendapat banyak pesanan. Permintaan terbanyak berasal dari luar negeri yang mencapai ratusan ton, namun karena keterbatasan yang dimiliki beliau baru bisa mengekspor rutin sebanyak 0,5 ton dalam setahun.

Ketidakmampuan dalam memenuhi permintaan ekspor ini juga dialami pengusaha kopi luwak lain di Lampung Barat. Banyak faktor yang menyebabkan terbatasnya kemampuan produksi kopi luwak, salah satu diantaranya adalah soal pemeliharaan luwak. Selain perizinan yang tergolong susah, ketersediaan luwak di alam juga terbatas dan tidak bisa diambil sembarangan sehingga masih belum memungkinkan untuk dibuat peternakan luwak skala besar. Jadi meskipun di Lampung Barat ada cukup banyak peternak luwak dan hasil perkebunan kopi mencapai puluhan ribu ton setahun namun produksi kopi luwak tetap terbatas. Pada tahun 2014, produksi kopi luwak di Lampung Barat yang tercatat hanya sekitar 13 ton.

Potensi ekspor yang begitu besar tidak dapat diimbangi dengan kemampuan produksi yang terbatas. Kunci dari produktivitas kopi luwak adalah hewan luwak itu sendiri. Keberadaan luwak yang terbatas serta sulitnya mendapat izin pemeliharaan merupakan kendala yang sudah tidak bisa diganggu gugat. Luwak bukanlah mesin yang dapat dipaksa untuk meningkatkan produktivitasnya. Secara alami pun sebenarnya luwak sudah memiliki produktivitas yang tinggi. Dalam semalam, luwak bisa menghasilkan biji kopi sepersepuluh dari berat tubuhnya. Untung saja luwak selalu rakus, coba kalau luwaknya mogok makan menuntut upah/fasilitas yang lebih layak. Keberadaan kopi luwak pasti akan terancam.

Abah Ujang yang begitu ramah menyambut kami (dokumentasi pribadi)
Abah Ujang yang begitu ramah menyambut kami (dokumentasi pribadi)
Sekali lagi terdengar panggilan dari istri Abah Ujang yang ada di bagian depan rumah. Ternyata sudah cukup lama kami mengobrol di kandang luwak ini. Di dalam sudah tersaji beberapa cangkir kopi yang sudah agak dingin. Obrolan kemudian dilanjutkan di ruang tamu, saya pun menikmati sajian kopi luwak untuk pertama kalinya. Meski sudah dingin, namun kenikmatan kopi mahal itu belumlah hilang. Rasa asam sedikit muncul di samping rasa manis gula. Saya memang tidak terlalu bisa membedakan rasa kopi tapi kopi luwak ini memang terasa beda dibanding kopi biasa, begitu istimewa. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun