Mobil, begitu seorang bocah menyebut benda yang sedang didorongnya itu. Dengan malu-malu dia menjawab pertanyaanku tentang nama mainan yang terbuat dari bambu panjang, diujungnya terdapat semacam roda dari kayu. Benda itu dimainkan dengan cara didorong menggunakan semacam setang dari kayu yang ditusukkan di badan bambu. Entah kenapa mainan itu dinamakan mobil. Si bocah pun hanya bengong, tak bisa menjawab kekepoanku itu. Mungkin karena malu, takut, atau bingung mau jawab apa. Yang pasti mainan itu jadi kegemaran anak-anak di kampung Heret, sebuah kampung kecil di suatu sudut pulau Flores, NTT.
Tiap sore, terlihat beberapa bocah berlarian di jalan kampung sambil mendorong mobilnya. Tawa ceria dan celoteh yang saling sahut menyiratkan kegembiraan mereka. Keriaan yang tercipta dari suka cita anak-anak mewarnai sore di kampung Heret. Sore yang selo (bergelimang waktu luang), ketika anak-anak selesai sekolah dan orangtua mereka pulang dari kebun. Kampung jadi ramai kembali setelah sesiangan tadi begitu sepi.
Kembali lagi ke kampung, sore beranjak senja. Beberapa anak masih terlihat wara-wiri dengan mobil kebanggaannya. Entah sampai mana tadi mereka melajukan mobilnya, mereka beranjak pulang saat terang berganti temaram. Kini mobil-mobil mereka terparkir di rumah masing-masing. Di rumah-rumah sederhana yang berjajar rapi di sepanjang jalan kampung. Tak ada listrik, hanya cahaya pelita yang terpancar menembus celah dinding bambu rumah warga. Maklum saja, kampung Heret ini terletak jauh dari jalan utama kecamatan Lamba Leda, Manggarai Timur sehingga belum tersentuh pembangunan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H