Mohon tunggu...
Arief Setyo Widodo
Arief Setyo Widodo Mohon Tunggu... Freelancer - Pengetik teks bebas

Yogyakarta, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal Sejarah Negeri Seribu Sungai

23 Februari 2016   14:29 Diperbarui: 23 Februari 2016   14:46 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="tepian sungai desa Silat, Manismata, Ketapang (dok. pribadi)"][/caption]

Sejak dulu sungai memiliki arti penting bagi masyarakat Kalimantan Barat. Sungai menjadi jalur masuk dan penyebaran penduduk di Kalimantan. Bahkan sungai sudah menyatu dalam budaya Melayu. Di kalangan masyarakat Kalimantan Barat sendiri, Melayu selalu diidentikkan dengan sungai. Mereka kebanyakan membangun perkampungan di tepian sungai. Jauh sebelum berkembangnya transportasi darat, sungai dijadikan sebagai jalur transportasi utama. Sungai yang banyak cabangnya memungkinkan mereka untuk menjangkau hingga daerah pelosok.

Sejarah mencatat, berkembangnya kerajaan-kerajaan Melayu di Kalimantan Barat tak bisa dipisahkan dari sungai. Mereka mendirikan kerajaan-kerajaan kecil di beberapa tempat ditandai dengan dibangunnya istana yang biasanya didirikan di pinggir sungai besar. Saat ini masih bisa dilihat jejak kerajaan-kerajaan Melayu dari beberapa istana yang terletak di sekitar sungai seperti istana Kadriyah Kesultanan Pontianak. Jauh sebelum masa kerajaan Melayu pun sungai telah dimanfaatkan sebagai jalur transportasi. Para pendatang dari berbagai wilayah menjadikan sungai sebagai jalur masuk ke pemukiman baru. Banyaknya aliran sungai membuat persebaran mereka bisa sampai ke pelosok. Dalam perkembangan selanjutnya didirikanlah kampung-kampung kecil.

[caption caption="Istana Kadriah yang terletak di tepi Sungai Kapuas, Pontianak (dok, pribadi)"]

[/caption]        

Setelah berkembang banyak pemukiman di berbagai pelosok Kalimantan, sungai menjadi penghubung antar daerah. Saat itu sungai masih menjadi jalur transportasi yang efisien. Banyaknya cabang sungai yang saling terhubung memudahkan warga untuk berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain. Seiring perkembangan transportasi sungai, berkembang pula perdagangan yang memanfaatkan sungai sebagai jalur distribusi. Jika di jalan raya lokasi yang paling ramai adalah di persimpangan jalan, maka titik paling ramai di sungai adalah daerah muara. Di tempat pertemuan dua sungai ini biasanya dijadikan sebagai pasar. Pada tahap selanjutnya, daerah ini berkembang menjadi kota dan semakin banyak penduduknya.

Wilayah muara juga biasanya dijadikan sebagai kota penting di suatu wilayah seperti Nanga Pinoh dan Sintang. Keduanya merupakan kota Kabupaten Melawi dan Sintang. Kedua kota tersebut menjadi pusat perekonomian ditandai dengan adanya kawasan pertokoan yang banyak dihuni oleh etnis Tionghoa. Jika diperhatikan banyak kota-kota baik kecil maupun besar di Kalimantan Barat menggunakan kata “nanga” seperti Nanga Embaloh, Nanga Ketungau, dan Nanga Tayap. “Nanga” dalam bahasa lokal berarti muara sungai, sebagai contoh adalah kota Nanga Pinoh yang terletak di muara sungai Pinoh. Selain menggunakan kata “nanga”, beberapa kota lain juga menggunakan nama yang masih berkaitan dengan sungai seperti Sintang. Sintang berasal dari kata “senentang” yang dapat diartikan “saling berhadapan”. Istilah itu menggambarkan letaknya yang berada di pertemuan antara sungai Melawi dan Kapuas.

[caption caption="kawasan pertokoan Nanga Pinoh, dalam balutan kabut asap (dok. pribadi)"]

[/caption]

Daerah muara berkembang relatif lebih pesat daripada daerah hulu. Pertumbuhan ekonomi cenderung berpusat di kota yang umumnya terletak di muara sungai. Banyaknya lapangan pekerjaan menarik minat orang-orang dari hulu untuk merantau ke kota. Selain itu berbagai fasilitas tersedia lengkap di kota sehingga makin menarik minat mereka untuk pergi kota. Hal ini membuat arus lalu lintas sungai semakin ramai oleh orang-orang yang “milir-mudik”. Istilah ini biasa digunakan masyarakat setempat untuk menyebut perjalanan menuju ke hilir/kota (milir) dan kembali ke hulu/kampung (mudik).

Sungai sudah menjadi bagian dari masyarakat Kalimantan Barat sejak sejak ratusan tahun yang lalu. Sungai juga menjadi saksi perubahan kampung-kampung kecil yang kemudian berkembang menjadi kota-kota besar. Kota pusat perekonomian yang menjadi penopang kehidupan warga dari hilir hingga hulu. Kota yang jadi tempat berbaurnya berbagai suku dan menyatukannya dalam harmoni. Dari sungai lah peradaban berkembang dan bertambah maju.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun