Mohon tunggu...
Arief Setyo Widodo
Arief Setyo Widodo Mohon Tunggu... Freelancer - Pengetik teks bebas

Yogyakarta, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Sumpur Kudus, Nagari Kecil Penyelamat Republik

17 Desember 2015   13:09 Diperbarui: 17 Desember 2015   13:24 1214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="monumen PDRI Sumpur Kudus (dok. pribadi)"][/caption]Tersembunyi dalam sunyi di belantara lembah Bukit Barisan, tak banyak orang tahu tentang nagari Sumpur Kudus. Sebuah nagari (desa) kecil yang terletak di kecamatan Sumpur Kudus, kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Dibutuhkan waktu 3 – 5 jam perjalanan dari kota Muaro Sijunjung ke nagari Sumpur Kudus, tergantung cuaca serta keterampilan dan kenekatan pengemudi. Kondisi jalan relatif mulus dan tak begitu banyak kelokan di jalan raya menuju Payakumbuh. Namun memasuki simpang ke arah Sumpur Kudus, jalanan menyempit dengan kondisi yang kurang bagus. Makin masuk ke dalam, kendaraan harus melalui jalan sempit dan berlubang di sana-sini, melipir di sisi pegunungan, dengan ancaman tanah longsor. Tebing yang ada di sisi jalan memang rawan longsor, karena itu jika hujan tak ada pengendara yang berani melintas jalur tersebut kecuali bagi mereka yang nekat dan kepepet.

[caption caption="jalan berliku menuju nagari Sumpur Kudus (dok. pribadi)"]

[/caption]Letaknya yang terpencil dan tersembunyi mungkin jadi pertimbangan bagi para pejuang PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) untuk menjadikannya sebagai salah satu basis pemerintahan. Dilatarbelakangi ditawannya Soekarno – Hatta pasca Agresi Militer Belanda di Ibu Kota RI, Yogyakarta maka Sjafruddin Prawiranegara (Menteri Kemakmuran) ditunjuk untuk membentuk pemerintahan darurat di Sumatera Barat. Setelah mendengar berita Yogyakarta diduduki Belanda, sorenya Sjafruddin beserta beberapa tokoh mengadakan perundingan pada 19 Desember 1948 di Bukittinggi (58 tahun kemudian tanggal 19 Desember ditetapkan sebagai Hari Bela Negara berdasarkan Keppres No. 28 Tahun 2006). Tiga hari kemudian, dibentuklah susunan kabinet PDRI di Halaban. Selepas itu dimulailah pemerintahan darurat yang mobil.

Berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain, melakukan rapat dan koordinasi di beberapa nagari kecil, itulah yang dilakukan oleh “Presiden” Sjafruddin beserta kabinet daruratnya. Bersama rombongan, diikutsertakan stasiun radio portabel milik AURI untuk keperluan komunikasi. Dalam perjalanannya rombongan PDRI dipisah menjadi beberapa kelompok sesuai tugas masing-masing dan demi keamanan. Mobilitas tinggi dibutuhkan untuk menghindari Belanda yang makin gencar mengincar PDRI sebagai nyawa Republik yang masih tersisa. Namun pada 15 Januari 1949, rapat besar pimpinan Sumatera Barat di Situjuh Batur dapat diendus Belanda setelah mendapat informasi dari mata-mata mereka. Akibatnya beberapa petinggi pemerintahan dan beberapa pejuang lainnya gugur. Kejadian itu tidaklah membuat nyali kelompok lain ciut, mereka pun terus melakukan perjuangan dan menunjukkan ke dunia kalau Republik Indonesia masih ada.

Beberapa kota dan nagari mereka singgahi untuk melakukan koordinasi atau sekadar istirahat melepas penat. Sejalan dengan itu beberapa peristiwa besar di pulau seberang pun terjadi. Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta pun dapat segera diketahui PDRI melalui stasiun radio di Bidar Alam setelah menerima radiogram dari Wonosari. Berita tersebut segera disebarkan ke seluruh stasiun radio AURI di Sumatera dan kemudian diteruskan ke perwakilan RI di New Delhi. Di sinilah peran penting stasiun radio dalam perjuangan PDRI. Selain untuk berkomunikasi dengan daerah lain, stasiun radio ini juga berfungsi untuk mengabarkan keberadaan Republik Indonesia di dunia internasional.

[caption caption="Belantara Bukit Barisan (dok. pribadi)"]

[/caption]Mulai pertengahan April 1949 rombongan Sjafruddin secara bertahap meninggalkan Bidar Alam menuju Sumpur Kudus dengan berjalan kaki dan sebagian naik perahu. Setelah perjalanan melelahkan selama lebih dari dua minggu akhirnya rombongan secara lengkap tiba di Calau, Sumpur Kudus. Di sana rombongan tinggal di Surau Balai dan Rumah Gadang milik keluarga Buya Ahmad Syafi’i Ma’arif. Kemudian pada tanggal 14 – 17 Mei 1949, diadakan sidang paripurna kabinet PDRI di Silantai, Sumpur Kudus.

Sidang tersebut membicarakan reaksi PDRI terhadap prakarsa perundingan Roem – Royen yang dilakukan oleh para pemimpin yang ditawan di Bangka (Soekarno – Hatta). Rapat selama empat hari itu menghasilkan keputusan bahwa PDRI menolak prakarsa perundingan kelompok Bangka. Penolakan tersebut mengharuskan Hatta mengirimkan utusan yaitu dr. Leimena, M. Natsir, dan dr. A. Halim untuk berunding dengan PDRI. Akhirnya pada awal Juli 1949 PDRI bersedia menerima keputusan perundingan Roem Royen dan kemudian kembali ke Yogyakarta bersama pimpinan RI lainnya.

Hanya tiga minggu PDRI bermarkas di Sumpur Kudus namun jejak perjuangannya masih membekas hingga kini. Beberapa bangunan bersejarah termasuk rumah tempat sidang paripurna berlangsung masih ada hingga kini dan dijadikan cagar budaya. Meskipun cukup terlambat, pada tahun 2005 pemerintah mulai membangun infrastruktur seperti jalan, listrik, dan sarana komunikasi. Sebelumnya sampai awal tahun 2000-an, Sumpur Kudus hanyalah sebuah nagari kecil yang terisolasi dari dunia luar dengan akses jalan yang memprihatinkan.

Sumpur Kudus merupakan bagian penting dari PDRI dalam rangka mempertahankan eksistensi Republik di dunia internasional. Meskipun demikian, selama lebih dari setengah abad PDRI dan Sumpur Kudus seakan terlupakan. Perjuangan PDRI sepertinya kalah pamor dibandingkan heroiknya Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta. Setelah sekian lama, pada 2006 diterbitkan Keppres mengenai penetapan “Hari Bela Negara” untuk memperingati hari terbentuknya PDRI. Di waktu yang hampir bersamaan, nagari kecil di belantara lembah Bukit Barisan itu mulai dibenahi. Kini tugu sederhana di antara rerimbunan bambu menjadi penanda bahwa tempat itu pernah menjadi bagian perjuangan PDRI untuk menyelamatkan Republik Indonesia.     

referensi utama: https://history1978.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun