Mohon tunggu...
dodi mulyana
dodi mulyana Mohon Tunggu... Freelancer - penulis

penulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ada "Udang" di Balik Kebijakan Lobster yang Menguntungkan Gerindra?

8 Juli 2020   12:25 Diperbarui: 8 Juli 2020   12:31 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada saat Susi Pudjiastuti menjabat Menteri Kelautan, beliau mengeluarkan kebijakan larangan menangkap dan mengekspor benih lobster. Kebijakan ini diterapkan dengan mengacu pada Permen KP Nomor 1 Tahun 2015. Adapun dasar pelarangan tersebut, mengutip laman resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), setidaknya ada dua alasan utama, yakni:

  • Meningkatkan Nilai Tambah Lobster

Mengutip artikel di dalam laman resmi KKP, disebutkan salah satu alasan Susi melarang ekspor benih lobster bertujuan untuk meningkat nilai tambah dari lobster itu sendiri sebelum diperjualbelikan di pasar global. Selain itu, Susi yang akrab dengan dunia kelautan menginginkan populasi lobster dapat berkelanjutan dan tidak terjadi kelangkaan di Indonesia. Menurutnya lagi, negara harus memproteksi eksploitasi perdagangan yang dapat menimbulkan kerusakan dan terganggunya ekosistem.

  • Negara Lain Lebih Diuntungkan

Selain melarang ekspor benih lobster, Peren KP Nomor 1 Tahun 2015 juga melarang segala bentuk penangkapan benih lobster. Menurut mantan menteri kelautan yang dikenal "nyentrik" ini, selama ini penangkapan benih lobster justru menguntungkan negara tetangga. Sebab, masyarakat yang diizinkan menangkap benih lobster akan menjual benih lobster ke negara lain dengan nilai lebih tinggi dari yang dijual oleh Indonesia.

Salah satu negara yang disebut diuntungkan dari transaksi ekspor benih lobster ini adalah Vietnam. Angka ekspor Vietnam yang dikenal sebagai lumbung padi Asia ini mencapai 1.000 ton per tahun, sementara Indonesia hanya dapat ekspor 300 ton per tahun.

Menteri Kelautan Dari Gerindra "Cabut" Kebijakan Susi

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) yang baru dari Gerindra, Edhy Prabowo, mencabut aktivitas terlarang di era mantan menteri kelautan dan perikanan sebelumnya. Edhy kembali membuka kran ekspor benih lobster seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020. Edhy berkilah, kebijakan yang ditelurkannya ini semata-mata demi kesejahteraan rakyat yang menggantungkan hidupnya dari jual beli benih lobster.

Edhy juga mengaku, kebijakan baru tersebut telah melalui kajian mendalam lewat konsultasi publik. Dengan demikian, menurutnya kebijakan tersebut telah selaras dengan arah kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan yang meliputi perlindungan dan pemberdayaan serta peningkatan pendapatan nelayan.

Namun tindak tanduk Edhy selaku menteri yang berasal dari Gerindra mendapat nada sumbing. Muncul kesan "ada udang di balik batu", ada kartel besar yang diuntungkan dari kebijakan tersebut. Dari berbagai sumber menyebutkan, orang dekat Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto mendapatkan limpahan berkah dari kebijakan Edhy.

Pesta Gerindra Dalam Ekspor Benih Lobster?

Semenjak menteri Edhy mencabut larangan ekspor benih lobster, perusahaan ekspor benih lobster kembali tumbuh bak cendawan di musim hujan. Saat ini, jumlahnya telah mencapai 30 perusahaan. Dilansir dari Majalah Tempo, 6 Juli 2020, 30 perusahaan tersebut terdiri dari 25 perseroan terbatas (PT), 3 perkeutuan komanditer (CV), dan 2 usaha dagang (UD).

Diketahui, sejumlah nama kader dan orang dekat Prabowo menjadi aktor di belakang perusahaan-perusahaan eksportir benih lobster tersebut. Seperti di PT Royal Samudera Nusantara, tercantum nama Ahmad Bahtiar, Wakil Ketua Umum Tunas Indesia Raya, underbouw Gerindra, selaku komisaris utama. Lalu PT Bima Sakti Mutiara, dimana adik Prabowo, Hashim Sujono Djojohadikusumo menjabat sebagai komisaris dan putrinya Rahayu Saraswati Djojohadikusumo duduk sebagai direktur utama.

Selanjutnya, ada juga PT Agro Industri Nasional (Agrinas) yang sahamnya dikantongi oleh Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan yang berada di bawah pembinaan Kementerian Pertahanan. Namun direksi dan komisarisnya didominasi oleh kader-kader Gerindra, seperti Rauf Purnama (anggota dewan pakar tim kampanye Prabowo-Sandi) menjabat sebagai Direktur Utama Agrinas, Dirgayuza Setiawan (pengurus Tunas Indonesia Raya) menjadi direktur operasi, dan Simon Aloysius Mantiri (anggota Dewan Pembina Gerindra) menjabat sebagai Direktur Keuangan Agrinas.

Terkait kader Gerindra yang bercokol di Agrinas, masih ada nama lain seperti Sugiono (Waketum Gerindra) dan Sudaryono (Wasekjen Gerindra) di jajaran komisaris Agrinas. Sementara itu posisi puncak ditempati Sakti Wahyu Trenggono (Wakil Menteri Pertahanan) yang menjabat sebagai komisaris utama. Nama-nama dari lingkaran Gerindra semakin lengkap dengan ditetapkannya PT Maradeka Karya Semesta sebagai salah satu eksportir yang pemiliknya adalah Iwan Darmawan Aras (Wakil Ketua Komisi Infrastruktur DPR RI dari Fraksi Gerindra).

Masuknya nama-nama mentereng kader Gerindra ini akhirnya memunculkan persepsi bahwa ada "udang" di balik kebijakan eksportir benih lobster tersebut. Publik menilai, kebijakan ini tak sepenuhnya dialamatkan kepada kesejahteraan masyarakat. Ada korporasi, kartel, dan aktor atau partai politik tertentu yang diuntungkan oleh kebijakan menteri Edhy tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun