Mohon tunggu...
dodi mulyana
dodi mulyana Mohon Tunggu... Freelancer - penulis

penulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

PDIP Parpol Pengusung RUU HIP Bisa Dibubarkan?

27 Juni 2020   14:56 Diperbarui: 27 Juni 2020   14:47 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisruh terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) masih beleum reda. Meski pemerintah telah menyatakan pembahasan RUU tersebut untuk ditunda, akan tetapi fakta di lapangan konfrontasi justru terjadi antara masyarakat yang menolak dengan parpol pengusung RUU HIP (PDIP). Konfrontasi narasi semakin kuat setelah beredar arahan dari Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDIP yang menetapkan status siap siaga dan merapatkan barisan kepada kader seluruh Indonesia pasca demo besar penolakan RUU HIP di Senayan.

Sikap PDIP yang juga merupakan partai utama pemerintah akhirnya memicu dampak yang lebih besar. Awalnya tuntuntan masyarakat hanya meminta pemerintah menolak (bukan menunda) seluruh pembahasan RUU HIP, kini melebar menjadi penuntutan pengungkapan parpol dan pemburan parpol RUU HIP. Lalu, apakah secara yuridis tuntutan masyarakat untuk membubarkan PDIP bisa terlaksana?

Jika melihat substansi RUU HIP dan hukum berjalan secara ideal, sebenarnya tuntutan rakyat terhadap parpol pengusung (PDIP) RUU HIP dibubabrkan bisa dilaksanakan. Dasarnya adalah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara. Secara khusus, undang-undang ini diterbitkan untuk mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara dari serangan, bahaya, dan ancaman ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme yang terbukti bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Merujuk RUU HIP, terdapat indikasi perubahan Pancasila yang signifikan. Perubahan paling prinsip terlihat dalam perihal Ketuhanan Yang Maha Esa dan Keadilan Sosial. Keberadaan Keadilan Sosial dalam RUU HIP disebut sebagai sendi pokok Pancasila. Dengan demikian, keberadaan tersebut menggantikan posisi sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.

Selain perubahan posisi (mutasi) sila Pancasila, RUU HIP secara tak langsung juga mengamandemen Pasal 29 ayat 1 UUD Negara Republik Indonesia 1945, "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa", akan tergantikan dengan "Negara berdasar atas Keadilan Sosial". Padahal posisi sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah "causa prima" yang menjadi titik sentraldari kehidupan kenegaraan.

Perubahan yang demikian bisa memberi peluang masuknya konsep Konsep Keadilan Sosial versi Sosialisme-Komunisme. Sementara itu, terkait Ketuhanan yang berkebudayaan yang termaktub di dalam RUU HIP yang melekat erat dengan sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi, meskipun diambil dari Pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945, namun itu bukan menjadi keputusan BPUPKI. Oleh sebab itu, penggunaan istilah Ketuhanan yang berkebudayaan adalah sama dengan merubah dan mengganti Pancasila itu sendiri.

Tindakan mengubah atau mengganti Pancasila menurut UU No 27 Tahun 1999 Pasal 107 huruf d yang menyebutkan, "Barang siapa yang secara hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud atau mengganti Pancasila sebagai dasar Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun."

Jadi, dalam kaitannya RUU HIP, maka partai pengusul dapat dipidana dengan dasar adanya kesalahan sebagai unsur subjektif yang ditandai adanya kesenjangan yang dimaksud terkait pernyataan kolektifnya. Pernyataan pikiran kolektif ini dianggap sebagai penggunaan pikiran yang salah dan melawan hukum.

Kesengajaan merupakan tanda awal untuk menentukan adanya kesalahan dalam membuat delik. Kesengajaan dapat terjadi  jika pembuat telah menggunakan pikirannya secara salah, dalam hal ini pikirannya dikuasai oleh keinginan dan pengetahuannya yang ditujukan pada suatu tindak pidana. Dengan demikian, sebagai bentuk pertanggungjawaban bagi parpol pengusung RUU HIP berlaku asas strict liability, yaitu pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan. Adapun kewenangan pengajuan pembubaran ada di pihak pemerintah melalui gugatan kepada Mahkamah Konstitusi. Sebagai catatan, Pasal 107 huruf d tergolong delik formil,tidak memerlukan adanya suatu akibat.

Jadi apakah PDIP sebagai partai pengusung RUU HIP akan bubar?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun