Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membincang Toponimi Amerika

12 Januari 2025   17:34 Diperbarui: 12 Januari 2025   21:51 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Universalis Cosmographia, peta dinding Waldseemuller bertahun 1507 (https://www.loc.gov/)

Kabar duka diterima sejak tanggal 7 Januari lalu berkenaan dengan bencana kebakaran hutan di Los Angeles, California, Amerika Serikat. Kebakaran hutan ini melalap 17 ribu hektar lahan, lebih dari 10 ribu bangunan dan memaksa tidak kurang dari 70 ribu warga mengungsi. Pemicu kebakaran hutan sendiri adalah kombinasi kondisi cuaca ekstrem sebagai dampak dari perubahan iklim dan Angin Santa Ana yang kuat. Dalam catatan California, bencana kebakaran di Los Angeles boleh jadi menjadi kebakaran terparah kedua setelah Butte County, the Camp Fire pada tahun 2018 yang menghancurkan lebih dari 18 ribu bangunan yang kebanyakannya adalah rumah. Api juga merenggut 85 jiwa. Amerika berduka.    

Jauh sebelum ini pun Amerika pernah berduka. Kedatangan Columbus di Amerika, tulis BBC dalam Christopher Columbus: World-changing inspirational genius or evil genocidal monster?, membawa penyakit seperti campak, cacar, influenza, dan masih banyak lagi. Penelitian menunjukkan bahwa dalam 100 tahun pertama setelah Columbus mendarat, 90% dari populasi penduduk asli telah dimusnahkan oleh penyakit. Begitu banyak lahan yang ditinggalkan, dan tanaman penghisap karbon mengambil alih, hal ini menyebabkan suhu bumi turun, memicu "zaman es kecil". Seperti yang direnungkan Russell: "Dapatkah Anda membayangkan membunuh begitu banyak orang sehingga memicu zaman es?" Begitu banyak penduduk asli yang terbunuh sehingga menyebabkan kekurangan tenaga kerja yang memicu perdagangan budak trans-Atlantik, yang dampaknya masih dirasakan secara global.

Hal yang sama dialami oleh penduduk asli benua ini di bagian utaranya, suku Mashpee Wampanoag. Tempat tinggal mereka kini masuk negara bagian Massachusetts. Laman stories.rosaproductions.co.uk dengan judul The Mashpee Wampanoa menulis:

"Pada bulan September 1620, kapal Inggris Mayflower, dengan 102 peziarah di dalamnya, berlayar dari Plymouth di barat daya Inggris, menyeberangi Samudra Atlantik dan mendarat di pantai Massachusetts. 400 tahun kemudian, anggota komunitas Mashpee menggambarkan dampak kedatangan para peziarah terhadap cara hidup mereka dan berbagi sejarah dan budaya mereka.

Beberapa tahun sebelumnya, gelombang kapal dagang dari Inggris, Belanda dan Prancis tiba di pantai. Saat mereka datang, mereka membawa penyakit menular; saat mereka pergi, mereka membawa penduduk asli sebagai budak. Pada tahun 1614, seorang kapten bernama Thomas Hunt mendarat di Plymouth, Massachusetts, yang saat itu dikenal dengan nama Patuxet. Dia membawa hampir 20 orang Patuxet Wampanoag sebagai budak, dan 7 orang lainnya dari komunitas Nauset Wampanoag. Salah satu dari mereka bernama Tisquantum. Juga dikenal sebagai Squanto, Tisquantum berakhir di Inggris, tinggal bersama seorang pedagang selama lima tahun setelah dia ditangkap. Pada tahun 1619 ia dibebaskan dan kembali ke Patuxet. Pada hari yang seharusnya menjadi hari yang membahagiakan saat ia kembali ke kampung halamannya, yang ia dapati hanyalah sisa-sisa wabah penyakit yang telah menewaskan keluarganya. Wabah yang dibawa oleh kapal-kapal dagang ini telah memusnahkan hingga 90% penduduk Wampanoag. Mereka mengatakan bahwa wabah ini terjadi antara tahun 1616 hingga 1619. Apa yang kita ketahui tentang wabah ini adalah kulit menguning, orang-orang mengalami luka terbuka di tubuh mereka dan mereka meninggal dalam waktu dua atau tiga hari."

Semoga kita dapat banyak belajar untuk bijak dalam berkoeksistensi dengan alam. Dalam kearifan lokal Amerika, kawasan ini sendiri adalah Negeri Angin. Namun, yang tidak kalah pentingnya adalah berbagi ruang dalam harmoni dengan sesama warga rumah besar kita, Bumi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun