Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kemiri dan Kerbau dalam Bingkai Budaya: Sedikit Elaborasi

25 Desember 2024   16:38 Diperbarui: 25 Desember 2024   16:38 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini saya maksudkan sebagai tambahan atas tulisan Kemiri (Muncang): Literasi tentang Sebutir Biji (10/12). Karena yang memicunya adalah peribahasa Sunda muncang labuh ka puhu, kebo mulih pakandangan, maka selain muncang (kemiri) maka kebo (kerbau) akan kita diskusikan. Kita mulai dengan muncang.    

Kemiri dalam Naskah Sunda Kuna dan Tradisi Hindu

Dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kandang Karesian (SSKK) yang berangka tahun 1440 Saka (1518 M), menurut Mumuh Muhsin Z. dkk dalam Kajian Identifikasi Permasalahan Kebudayaan Sunda: Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa yang Akan Datang (2011) dinyatakan bahwa kain bermotif atau kita kenal sekarang sebagai batik telah lama dikenal di tatar Sunda, antara lain motif kembang muncang, gagang senggang, sameleg, poleng rengganis, jayanti, dan gaganjar. Banyak dari motif yang disebutkan dalam naskah tersebut sudah tidak dikenal lagi saat ini, tetapi penyebutan tersebut sangat penting untuk menunjukkan bahwa kegiatan membatik telah dilakukan sejak lama oleh masyarakat Sunda. Selain motif kembangnya kayu pohon muncang biasa digunakan untuk membuat alat musik tarawangsa.  

Bujangga Manik,  di antara 1758 baris puisinya (Setiawan, 2014), pada baris 230-234 menyebut-nyebut kata mucang:

U(ng)gah tohaan ka manggung, deuuk teoheun palangka, na seupaheun dia(ng)seukeun. /4v/
(Sang putri turun, duduk di atas tandu, dan menawarkan sugi pinang.)

Saur a(m)buing sakini: "Anaking, nu mucang onam!"
(Ibuku berbicara demikian: “Anakku, silakan ambil sugi itu!”)

Saurna Ameng Layaran: "A(m)bu aing sadu mucang."
(Ameng Layaran berkata: “Ibunda, izinkan aku mengunyah.”)

I(ng)keun mangka o(ng)koh mucang. Carekeun si Jo(m)pong Larang.
(Kita tinggalkan mereka mengunyah pinang. Marilah kita berbicara tentang Jompong Larang.) 

Mu(n)cang yang disebutkannya merujuk kepada tradisi nyeupah (Sunda) atau menginang atau menyirih. Mu(n)cang berasal dari bahasa Jawa pucang (pinang), yang berarti mengunyah buah pinang atau menginang.

Adapun kata mu(n)cang seperti disebutkan Mumuh Muhsin Z. dkk (2011), terdapat dalam naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun