Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Litnum: Dua Pilar dalam Pembelajaran

6 Oktober 2024   14:23 Diperbarui: 6 Oktober 2024   17:52 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak dua tahun terakhir, akronim litnum mulai akrab di telinga para guru di sekolah. Litnum adalah ringkasan dari literasi dan numerasi. Keduanya merupakan komponen utama dalam Rapor Pendidikan yang diterbitkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Rapor Pendidikan sendiri merupakan implementasi kebijakan Merdeka Belajar episode ke-19 sebagai penyempurnaan dari Rapor Mutu. Data Rapor Pendidikan diambil dari berbagai sumber, seperti Asesmen Nasional (AN), Data Pokok Pendidikan (Dapodik), Sistem Informasi Manajemen Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (SIMPKB), dan Badan Pusat Statistik (BPS). Adapun fungsi utama dari platform ini adalah sebagai referensi utama untuk menganalisis, merencanakan, dan melakukan tindak lanjut untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Kita kembali kepada akronim litnum. Saat pertama kali mendengarnya, terpikir sebuah play word untuk litnum, yaitu lit the numbness  - membakar ketidaksemangatan. Numb dalam bahasa Inggris antara lain berarti: a lack of sensation (kurangnya sensasi), unable to move; paralysed (tidak dapat bergerak; lumpuh). Meski tentu saja ini hanyalah sebuah permainan kata, bahwa literasi dan numerasi dapat menyalakan pikiran sulit untuk dibantah kebenarannya. Atau, untuk kali keduanya, saya memilih salah lihat litnum menjadi Lithium, salah satu lagu Nirvana dari album Nevermind. Parahnya lagi, dalam lagu tersebut terdapat kata-kata Light my candles in a daze, 'cause I've found God. Kata kerja light (menyalakan, membakar) memiliki bentuk lampau lit. Orang serandom saya memang seringkali kali berbahaya bila sudah bermain kata. Beberapa barangkali akan mengakategorikannya sebagai absurditas kronis. Hehehe 

Secara keseluruhan, literasi dan numerasi merupakan kemampuan dasar yang saling melengkapi dan sangat penting untuk berfungsi dengan baik dalam masyarakat modern. Keduanya memberikan landasan untuk pembelajaran lebih lanjut dan pengembangan keterampilan dalam berbagai disiplin ilmu. Keduanya juga berperan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis, misalnya pertama, literasi memungkinkan seseorang untuk memahami konteks, sementara numerasi untuk memahami data dan angka. Kedua, melatih kemampuan dalam mengambil keputusan yang bersifat informasional yang dalam keseharian berupa memahami instruksi dan kalkulasi operasional. Ketiga, literasi dan numerasi seringkali saling beririsan. Misalnya, membaca grafik atau laporan yang mengandung data numerik memerlukan kedua keterampilan tersebut. Hanya saja kendati demikian keduanya memiliki fokus yang berbeda. Bila literasi lebih kepada informasi verbal, maka numerasi lebih kepada informasi kuantitatif.

Literasi lebih jauh membawa kita kepada sastra dan bahasa. Sementara numerasi membawa kita kepada matematika. Saat keduanya diposisikan secara dikotomis, maka simpulan adilnya adalah bahwa literasi menghaluskan budi pekerti sementara numerasi menajamkan akal. Adapun simpulan cerobohnya adalah bahwa literasi membuat seseorang ragu sebagaimana numerasi menjadikannya kaku. Para fans kedua kubu membuatnya semakin lebar dalam jarak. Banteran ledekan pun tidak bisa dihindari. Siapapun yang lemah di ranah literasi dirundung dengan sebutan kering. Sebagai balasannya, siapapun yang lemah dalam ranah numerasi dirundung sebagai lemot alias lemah otak. Pada puncak tertingginya, literasi melahirkan serapah bagi mereka yang lemah di ranahnya sebagai classless, tak-berkelas dan bagi mereka yang kurang di ranah numerasi sebagai brainless, tak-berotak.   

Kurikulum Merdeka hadir dengan visi rekonsiliatif. Akronimisasi litnum seolah simbol dari upaya itu sendiri. Literasi dan numerasi dalam Kurikulum terbaru ini didudukan setara sebagai dua pilar utama dalam pembelajaran. Keduanya melahirkan irisan-irisan yang dalam teori Multiple Intelligence-nya Howard Gardner diidentifikasikan sebagai beragam modalitas kecerdasan yang meliputi:

1. Kecerdasan Linguistik (bahasa)
2. Kecerdasan Logis-Matematis (pemecahan masalah, berpikir logis)
3. Kecerdasan Visual-Spasial (berpikir dalam gambar)
4. Kecerdasan Kinestetik (kemampuan fisik)
5. Kecerdasan Musik (memahami ritme, nada, dan musik)
6. Kecerdasan Interpersonal (berinteraksi dengan orang lain)
7. Kecerdasan Intrapersonal (pemahaman diri)
8. Kecerdasan Naturalis (pemahaman alam dan lingkungan)

Sebelum dipopulerkan oleh Gardner, sulit rasanya dulu seseorang yang berbakat di luar lungistik dan logis-matematis sebagai cerdas, pandai atau pintar. Namun, kini kita akrab dengan sebutan maestro di luar musik, seperti untuk pendidikan, olah raga dan sebagainya. Hal ini menunjukkan sebuah pengakuan atas kepakaran seseorang sesuai dengan bidangnya. Sudut pandang Gardnerian seperti inilah yang akan melepaskan sekolah sebagai lokus pembelajaran formal dari kutukan sebagai institusi perundung.

Delapan kecerdasan Gardner yang dipilari oleh literasi dan numerasi ini pada dasarnya berdiri di atas satu fondasi, yakni kualitas manusia sebagai sentient being (makhluk berkesadaran) atau homo sapiens (makhluk yang berkebijakan). Kesadaran adalah puncaknya kecerdasan. Dan puncak dari kesadaran adalah spiritualitas. Untuk itu, dimensi pertama dari enam dimensi Profil Pelajar Pancasila adalah beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia. 

Dengan literasi dan numerasi kita belajar untuk berkesadaran secara informasional, baik verbal maupun kuantitif-numerikal. Dengan menggabungkan keduanya kita belajar untuk berkesadaran emosional, sosial dan spiritual. Kita nampaknya perlu untuk kembali menapaki tahapan yang sekarang kita anggap primitif, seperti: tegur sapa, jabat tangan, membaca buku, ngobrol tatap muka dan sebagainya. Bicara sopan yang kemudian menjadikan kita terhindar dari respon buruk teman bicara kita -- terlebih dari seseorang yang berpotensi mengancam -- merupakan kemampuan verbal yang secara kalkulasi matematisnya mengecilkan probabilitas keterancaman kita. Roman muka tulus dari seorang pedagang yang kemudian membuatnya tergerak untuk membeli dagangannya, merupakan keterampilan informasional non-verbal yang berujung berkah numerikal yang kita sebut sebagai laba. 

Kita perlu menyadarkan anak-anak didik kita di sekolah bahwa literasi dan numerasi pada hakikatnya adalah ekspresi kesadaran kita sebagai manusia, satu-satunya ciptaan Tuhan yang diberikan anugerah kesadaran yang sempurna. Dalam konteks ini, semoga saya cukup aman untuk memfrasaulangkan literasi dan numerasi sebagai dua pilar dalam pembelajaran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun