Sulit untuk membayangkan bagaimana perasaan Nabi Ibrahim as saat meninggalkan Ismail kecil dan ibunya di lembah gersang Mekah. Kali ini linangan air mata terasa lebih transendental.
Godaan Toponimi
Baturraden tentu tidak untuk dilewatkan bila berkunjung ke Purwokerto. Salah satu landmark utama di kawasan ini.
Awalnya saya mengira nama kawasan ekowisata tersebut Baturaden. Dengan asumsi berasal dari kata "batu" dan "raden". Ternyata saya keliru.
Nama kawasan wisata tersebut yang benar adalah Baturraden - dengan huruf r-nya dua. Secara toponimi, Baturraden berasal dari kata "batur" dan "raden". Batur dalam bahasa Sunda berarti "teman" atau "orang lain".Â
Sementara dalam bahasa Jawa antara lain berarti "pembantu". Adapun kata raden nampaknya sudah umum kita ketahui, sebagaimana disebutkan Wikipedia sebagai gelar putra dan putri raja atau gelar keturunan raja, selain itu juga sebagai sapaan atau panggilan kepada bangsawan.
Konon legenda mengisahkan tentang seorang perawat kuda, bernama Suta yang jatuh hati kepada putri sang majikan setelah menyelamatkannya dari serangan ular raksasa.
Namun, sudah bisa diperkirakan, sang majikan tidak restu dan menolaknya. Lalu keduanya melarikan diri kawasan yang sekarang kita kenal sebagai Baturraden, yakni pembantu dan putri majikan.
Sementara Zoetmulder dan Robson dalam Kamus Jawa Kuna-Indonesia mengartikan "batur' sebagai teras dari batu atau pondamen; batu terapan di sekitar pokok pohon.
Boleh jadi kata "batur" dalam arti teras dari batu merujuk kepada batuan basalt yang berada di sungai Gemawang sebagai lelehan lava Gunung Slamet pada tahun 1712 sebagaimana dilaporkan dalam catatan VOC.
Gunung Slamet sendiri oleh Bujangga Manik disebut dengan nama Gunung Agung. Batuan basalt di Baturraden mengingatkan saya pada batuan yang sama di objek wisata Batu Mahpar di kaki Gunung Galunggung.