Namun, sebagaimana juga telah disinggung sebelumnya, Islam tidak menginginkan kita terjebak dalam kecintaan kepada tanah air secara sempit. Di sinilah peran sentral hijrah. Dan salah satu bentuk hijrah adalah ibadah Haji. Fathani, dalam Cinta Tanah Air dalam Pandangan Islam menyebutkan bahwa hikmah berhaji dan pahalanya yang besar karena mendidik jiwa menjadi lebih baik dengan meninggalkan tanah air dan keluar dari kebiasaannya. Dalam kitab al-Dakhirah, menurut Fathani, al-Qarafi menyatakan, "Manfaat haji adalah mendidik diri dengan meninggalkan tanah air."
Ibadah Haji secara makani dan zamani adalah sebentuk latihan untuk meninggalkan tanah air dalam waktu tertentu. Sementara itu, secara rohani, ibadah Haji merupakan latihan untuk mencintai tanah air secara universal, yakni Bumi yang disimbolkan dengan Mekah sebagai simbol nasionalisme universal umat manusia. Sebuah kesatuan yang mengakui semua identitas kebangsaan - dengan tanpa membeda-bedakannya - di bawah satu identitas universal, yakni manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Satu, Allah.  Â
Masyhur diriwayatkan, saat akan meninggalkan Mekah sewaktu berangkat hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad saw bersabda:
"Betapa indahnya negerimu, dan betapa kamu sangat aku sayangi. Seandainya bangsaku tidak mengusirku darimu, niscaya aku tidak akan tinggal di negeri lain." (HR At-Tirmidzi) Â
Akan tetapi setelah beliau saw menjadi penduduk Madinah sebagai muhajir, beliau menetapkan niat untuk berintegrasi dengan negeri baru yang beliau tinggali sebagaimana terungkap dalam kata-kata:Â
"Ya Allah, jadikanlah Madinah dicintai oleh kami sebagaimana kami mencintai Mekah, atau lebih lagi, wujudkanlah, dan berkatilah kami dalam segala halnya." (HR Bukhari)
Inilah contoh agung dari bentuk integrasi seorang yang berhijrah dari tanah air yang lama ke tanah air yang baru. Dan demi menyaksikan kecintaan luar biasa yang diperlihatkan kaum Anshar (muslimin Madinah) kepada kaum Muhajirin (muslimin Mekah), beliau saw suatu kali berujar penuh syukur: "Hubbul Anshari minal-iman - cinta kepada kaum Anshar merupakan bagian dari iman."
Ya Lal-Wathan
Lagu Ya Lal Wathon adalah lagu sebuah nasional yang diciptakan oleh K.H. Abdul Wahab Chasbullah, salah satu ulama pendiri Nahdatul Ulama (NU), pada 1916. Lagu yang diciptakan saat Indonesia belum diproklamasikan kemerdekaannya. Sebuah lagu berbahasa Arab untuk menyalakan semangat perjuangan demi kemerdekaan bangsa-bangsa yang kemudian menyatu menjadi kesatuan bangsa di Nusantara yang bernama Indonesia. Lirik Arabnya sebagai berikut:
Ya lal wathon ya lal wathon ya lal wathon
Hubbul wathon minal iman
Wala takun minal hirman
Inhadlu alal wathon
Ya lal wathon ya lal wathon ya lal wathon
Hubbul wathon minal iman
Wala takun minal hirman
Inhadlu alal wathon