Semua ini terjadi karena kesalahan manusia membiarkan semut belajar. Membiarkan mereka menjadi cerdas dan berpengetahuan. Sementara itu, kita tahu bahwa pengetahuan adalah kuasa dan sejarah mengajarkan bila kekuasaan menjadikan pemiliknya korup, jahat, lalim dan loba. Semut yang dirasuki virus korup tidak pernah mengenal kata cukup. Ia menginginkan dunia berada dalam kuasanya. Dunia pun jatuh ke dalam rejim semut jahat. Sejarah kemanusiaan secara perlahan namun pasti memasuki malam tergelapnya di bawah tirani para semut. Semua ini terjadi gara-gara kecerobohan kita, ras manusia yang membiarkan makanan dibawa masuk ke perpustakaan. Gara-gara kita tidak mengacuhkan orakel yang disampaikan para penjaga kuil pengetahuan, yakni para pustakawan.
Perpustakaan - meskipun berupa sebuah lelucon - mendapatkan validasinya sebagai sarana untuk memerdekakan pemikiran.Â
Tulisan ini saya batasi hanya pada telisik kebahasaan. Untuk telisik kemerdekaan secara historis dalam konteks keindonesiaan hemat saya akan banyak kompasianer lainnya tulis sepanjang bulan kemerdekaan Republik kita tercinta ini.Â
Namun, kendati demikian, pada H-13 sebelum puncak peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-79, izinkan saya untuk menuliskan pekik lantang nan membahana kita: "Merdeka!"