Etimologia Manusia
Daras subuh pagi ini QS Al-Qashash: 29, perhatian tertuju pada kata Arab aanasa (melihat). Komposisi dasar huruf mabany kata aanasa sama dengan huruf-huruf yang menyusun kata ins (manusia). Kasus serupa, dengan sedikit perbedaan, terjadi pada hubungan kata nasiya (lupa) dengan naas (manusia).  Saya menyebut kondisi kognitif seperti ini sebagai momentum eurekaian. Letupan kognitif disebabkan tersingkapnya satu temuan atau dapatan yang membahagiakan. Boleh jadi semacam pengalaman ekstasisnya para mistikus.Â
Manusia disebut ins dan naas karena di dalam dirinya setidaknya terkandung dua potensi tersebut. Ia memiliki kemampuan mempersepsi diri - dan selain dirinya, termasuk pada puncaknya adalah Dazt Sang Pencipta - jauh di atas kemampuan makhluk Tuhan lainnya. Ia juga tidak bisa lepas dari sifat lupa. Sehebat apapun ia berusaha untuk mengatasinya. Al-insaanu mahallul-khathaa'i wan-nisyani . Manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Begitu ungkapan masyhur yang sering kita dengar. Atau, dalam redaksi lainnya menurut M. Alvin Nur Choironi dalam Al-Insanu Mahalul Khoto wan Nisyan, Hadis atau Bukan?, Al-insaanu mahallus-sahwi wan-nisyaani. Satu hal kecil yang menarik. Meskipun kata manusia banyak disebut para ahli berasal dari kata Sanskerta manusya (anak keturunan Manu), bagi yang mereka yang sedikit belajar Arab tidak akan terlalu sulit untuk merunut kata manusia dari kata Arab mansiyya (dilupakan, terlupakan).
Sebutan lain untuk manusia, selain ins dan naas adalah basyar. Kata basyar secara leksikal berarti menggembirakan, menguliti, memperlihatkan dan mengurus sesuatu. Al Raghib Al Ashfahani mengatakan bahwa basyar berarti al-jild (kulit). Manusia secara etimologis disebut basyar karena kulitnya terlihat jelas, berbeda dengan binatang, kulitnya tidak tampak karena tertutup oleh bulu. Saya sendiri lebih menekankan pada arti lainnya dari basyar, yakni gembira dan kabar suka. Manusia sejatinya adalah sumber kabahagiaan bagai makhluk lainnya. Kedudukan inilah yang membuat manusia dijadikan Allah sebagai Khalifah di muka Bumi. Kapasitas manusia dalam 'melihat' menjadikannya manifestasi sempurna sifat al-'Alim (Mahatahu) Tuhan. Kapasitas positifnya dalam 'lupa' menjadikan manusia sebagai manifestasi sifat al-Ghafuur (Maha Pengampun) Tuhan. Kedua kapasitas ini bila raih oleh manusia sesuai dengan fitrahnya akan menjadi sumber kebahagiaan bagi makhluk lainnya. Untuk itu, manusia disebut basyar. Manusia sejatinya adalah cerminan kasih sayang Tuhan bagi semesta alam. Untuk itu pula, Nabi Muhammad saw sebagai sebaik-baik manusia menyandang gelar Rahmatan lil-'aalamin.Â
 Â
Manusia Adalah Tribut Tuhan Atas Diri-Nya Â
Dalam sebuah hadits Qudsi, dikatakan bahwa man 'arafa nafsahu faq 'arafa Rabbahu -barangsiapa mengetahui dirinya bahwa ia telah mengetahui Tuhannya. Manusia adalah tribut Tuhan atas Diri-Nya. Dalam hadits Qudsi lainnya, menurut Ren Muhammad dalam Manusia itu Pilihan Tuhan, Allah berfirman: "Al-insaanu sirrii wa Ana sirruhu wa sirrii sifatii wa sifatii la ghairihi." Bahwa, manusia itu rahasia-Nya dan Dia adalah rahasia manusia, dan rahasia-Nya adalah sifat-Nya, dan sifat-Nya tiada lain adalah Dia.
Terus terang, saya malu mendaraskan kalimat-kalimat di atas meski melalui ketikan jari di atas bilah huruf-huruf di laptop ini. Teramat jauh tujuan yang dengannya saya ada di semesta dengan apa yang selama ini saya perbuat. Ada sebentuk rasa takut saya termasuk kategori manusia yang mansiyyan - ia yang tidak layak untuk diingat dan untuk dilupakan. Na'uudzu billahi.
Menuliskan kalimat-kalimat tadi seperti halnya Harry Potter saat bertemu dementor. Rasa riang dan bahagia menguap seketika dihisap dementor kelalaian diri dalam bermanusia yang untuk itu saya ada. Mantra Patronus diperlukan segera. Butuh sedikit kegembiraan untuk mengusir dinginnya aura kematian yang dihembuskan dementor. Sedikit kegembiraan itu adalah musik. Dan saya akan menggunakan Spain yang ditulis Armando Anthony "Chick" Corea sebagai mantra Patronus.Â
Spain: Komposisi Setua Diri