"Pertanyaan tersulit yang dihadapi dalam penelitian tentang kesenangan dan kebahagiaan tetaplah sifat dari pengalaman subjektifnya, hubungan komponen hedonis (kesenangan atau afek positif) dengan komponen eudaimonik (penilaian kognitif tentang makna dan kepuasan hidup), dan hubungan masing-masing komponen ini dengan sistem otak yang mendasarinya. Meskipun beberapa kemajuan telah dicapai dalam memahami hedonisme otak, penting untuk tidak menafsirkannya secara berlebihan. Secara khusus, kita masih belum membuat kemajuan substansial untuk memahami neuroanatomi fungsional kebahagiaan," Morten L. Kringelbach dan Kent C. Berridge, The Neuroscience of Happiness and Pleasure
Tahun pelajaran baru sudah berjalan hampir satu pekan. Beberapa sekolah memajukan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) sepekan sebelum tahun pelajaran dimulai tanggal 15 Juli lalu. Sementara SMA Al-Wahid, sekolah di mana saya mengajar, menjadikan MPLS sebagai penanda dimulainya hari bersekolah untuk tahun pelajaran ini.Â
Tagar #GuruBahagiaSiswaCeria diusung sekolah demi terciptanya tahun pelajaran yang dipenuhi keceriaan ilmiah dan kebahagiaan bersekolah.Â
"Kita tidak dirancang untuk mencari kebahagiaan. Kita ada untuk menciptakan kebahagiaan," ungkap saya dalam salah satu sesi materi MPLS. "Begitu juga halnya dengan keajaiban. Jangan mencari keajaiban berdasarkan konon atau kata orang! Kalian sendiri adalah keajaiban tersebut," tambah saya.
Kata senang, bahagia, ceria, riang dan varian kata lainnya dari kondisi psikis yang umumnya membuat seseorang merasa nyaman setidaknya selalu menjadi perhatin saya. Apalagi dengan adanya Kurikulum Merdeka yang mengusung well-beingness baik pendidik maupun peserta didik, perhatian ke arah ini semakin teramplifikasi.Â
Saya sendiri adalah penikmat hidup. Apapun jalan hidup yang ditetapkan oleh Sang Pencipta, maka nikmatilah. Dan rasa syukur adalah nukleusnya.
Sebagai bagian dari dunia persekolahan, saya juga termasuk pengusung aliran sekolah riang. Sementara kepada kolega pendidik, saya sering mendakwahkan adagium bahwa guru adalah seniman.Â
"Guru adalah seniman. Di mana mengajar adalah seni, kelas adalah kanvas, dan murid adalah karya," ungkap saya sok bijak.Â
Tipe orang seperti saya sebenarnya berbahaya. Sangat mungkin untuk tersesat dalam kebijaksanaan. Namun, ketersesatan ini lebih saya pilih daripada mengingkari keriangan hidup yang disebabkan tidak adanya rasa syukur.