Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rekayasa Sosial dan Parasosial, Sebuah Rendezvouz

10 Juli 2024   19:47 Diperbarui: 10 Juli 2024   20:05 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Parasosial

Tidak kurang dari satu tahun belakangan, algoritma YouTube mengenalkan saya pada seniman jalanan, khususnya kereta bawah tanah New York, Devon Rodriguez. Setelah coba-coba mencari Kompasianer yang membincang pesohor TikTok ini, ternyata ada Kompasianer Efa Butar Butar yang menulis 5 Alasan Menyukai Devon Rodriguez, Kreator Konten yang Berkarya di Atas Subway. Dengan manis Efa mendeskripsikan aksi Rodriguez dengan kata-kata: 

Tangan laki-laki itu terus bergerak. Di jemarinya, ia menggenggam pensil, sedang telapak tangannya sibuk menekan kertas canvas agar tak berpindah tempat. Sesekali matanya melirik ke depan, memperhatikan target yang sudah dikunci dari awal. Sampai akhirnya nanti, coretan di kertas canvas akhirnya diberikan pada target. Katanya, I love your shirt, I love your tattoos, I love your hair, I love your dog. Macam-macam. Yang jelas, ia selalu melihat sesuatu untuk dicintai dari sang target.

Saya sendiri dengan mudah bisa menyukai apa yang Rodriguez lakukan. Sangat hangat untuk ukuran atmosfer stasiun bawah tanah New York yang dingin dan individualis.

Yang menarik adalah, konten Devon diracik dengan sangat manis dalam durasi yang singkat. Namun meski singkat, kita bisa menangkap sejuta bahagia di sana. Ada yang tak bisa berkata-kata, ada yang ternganga memandangi lukisan dirinya, ada yang menahan diri untuk tak histeris, ada yang merangkulnya bahagia, ada pula yang tak kuasa menahan derai air mata, tambah Efa pada bagian akhir tulisannya.

Akan tetapi tidak semua orang sesederhana Efa dan saya dalam mempersepsi konten seniman TikTok dengan jumlah pengikut yang fantastis ini. Ben Davis salah satunya. Dalam kritiknya, ia menulis review dengan judul TikTok Star Devon Rodriguez Is Now the Most Famous Artist in the World. But What About His Work? Davis membuka dengan sebuah paragraf yang bernada kecut:

Devon Rodriguez hampir pasti merupakan artis paling terkenal di dunia, setidaknya pada satu tingkat. Hampir tidak ada seorang pun yang saya kenal yang pernah mendengar tentang dia. Kecuali jika Anda mengatakan: "Dia adalah pelukis yang menggambar orang-orang di kereta bawah tanah, dari TikTok." Lalu baru terkadang mereka akan menyadarinya.

Padahal menurut Davis sendiri, tidak kurang dari bos UTA Artist Space, Arthur Lewis, dalam sebuah pernyataan untuk pertunjukan yang berjudul "Deeper Underground,"mengungkapkan kata-kata bernada puitis tentang visi Rodriguez: "Di tangannya, satu sapuan kuas menjadi sebuah orkestra, tarian, percakapan pedih yang dibekukan dalam pigmen. Kreasi Devon membawa kita ke dunia di mana warna-warna saling bercakap-cakap, bayangan berbisik, dan emosi melampaui batas-batas dua dimensi. Karya seninya mewujudkan esensi dari apa yang dimaksud dengan menjadi manusia-mengamati, menafsirkan, dan berbagi." 

"Ya, dia adalah seorang pelukis teknis yang luar biasa-ada alasan mengapa karya seninya akan menonjol bagi seseorang seperti John Ahearn. Tetapi bahkan menurut standar hype siaran pers, Lewis menjualnya secara berlebihan. Sapuan kuasnya sangat tidak ekspresif, bukan 'percakapan pedih yang dibekukan dalam pigmen.' Mengenai warna, lukisan-lukisan ini terutama terlihat seakan-akan Rodriguez berusaha sedekat mungkin dengan referensi fotografis.

Subjek Rodriguez memiliki kesedihan: para penumpang kereta bawah tanah yang tersesat di dunianya sendiri. Tapi ini juga agak konvensional. Rodriguez terinspirasi oleh, antara lain, gurunya di Sekolah Tinggi Seni dan Desain, pelukis James Harrington, yang menambang subjek yang sangat mirip dengan cara yang sedikit lebih mirip pelukis," komentar Davis.

Pada akhir ulasannya, Ben Davis membuat simpulan yang kritis menohok:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun