Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Resep Jadi Guru Bahagia

5 Juli 2024   14:53 Diperbarui: 5 Juli 2024   18:29 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.vectorstock.com/


Saya harus sampaikan disclaimer terlebih dahulu. Tulisan ini cenderung bersifat teoritis, meski sama sekali tidak hipotetis. Artinya, sebagian dari tulisan ini belum merupakan buah dari pengalaman saya sendiri. Sebagai seorang yang sedang belajar menjadi guru, posisi saya baru pada level aspiran. Saya masih terseok-seok belajar untuk sampai di level arrivee.

Guru, sebuah kata Sanskerta yang secara etimologis menurut ayat ke-16 dari Advayataraka Upanishad, berasal dari suku kata gu (kegelapan) dan ru (mengusir). Jadi guru secara semantik bermakna pengusir kegelapan. Sementara menurut Leza A. Lowitz dalam Sacred Sanskrit Words, kata guru berakar dari kata gri (memohon, atau memuji), dan mungkin memiliki hubungan dengan kata gur, yang berarti 'mengembangkan, mengangkat, atau berusaha'.

Masyhur diceritakan bahwa Syekh Zakariya al-Anshari ditanya apa resep kesuksesan beliau dalam dunia keilmuan. Beliau berujar: Duqiqtu baina Hajarain - Aku ditumbuk di antara dua batu.

Maksud sang Syekh adalah begini. Beliau punya seorang guru yang dikenal dengan panggilan Ibnu Hajar al-Asqalani dan seorang murid yang dikenal dengan panggilan Ibnu Hajar al-Haitami. Dapat dibayangkan betapa harus bersiap-siapnya sang syekh bila berhadapan baik dengan sang guru ataupun sang murid. Keduanya menjadi batu ujian bagi Syekh Zakariya. Ini yang beliau maksud dengan duqiqtu baina Hajarain. Oleh sebab itu, dalam riwayat lainnya, Syekh mengungkapkan dalam kata-kata: 'Aasya baina Hajaraini - aku hidup di antara dua batu.

Sedikit Elaborasi Kebahasaan

Secara teknis kebahasaaraban, pembagian tunggal-jamak sebuah benda memiliki tiga tingkat: mufrad (tunggal), mutsanna (dual/ganda), dan jam' (jamak). Misalnya kata hajar (batu), ia merupakan bentuk tunggal, bentuk dualnya adalah hajaraani, dan bentuk jamaknya adalah hijaarah. Jadi, dua batu dalam bahasa Arab adalah hajaraani. Sementara bentuk pengucapan ataupun penulisan hajaraini menunjukkan keadaan tersebut tidak dalam posisi sebagai subyek atau tidak dalam keadaan mandiri. Tidak mandiri di sini, kalau menurut rekan guru Kimia saya sih, merupakan unsur dari sebuah persenyawaan. Hanya dalam hal ini persenyawaan kata.

Sedikit saya lanjut elaborasi. Dengan demikian, hajaraani atau al-hajaraani (dua batu) adalah sebuah kata dalam keadaan mandiri. Contoh penggunaan dalam kalimatnya sebagai berikut: al-hajaraani jamaalaani (dua batu itu indah). Kata al-hajaraani pada kalimat tadi menempati posisi sebagai subjek. Sekarang bandingkan dengan kasus baina hajaraini (di antara dua batu), kata hajaraani bersenyawa dengan kata baina sehingga yang awalnya hajaraani, sesuai dengan tuntutan kaidah kebahasaan dalam bahasa Arab, sedikit berubah pengucapan dan penulisannya menjadi hajaraini. Fenomena kebahasaan seperti ini masuk dalam materi i'raab atau sederhananya 'bagaimana sebuah kata secara karaker menjadi benar-benar Arab'.

Orang Arab konon suka membanggakan diri berkenaan dengan rumit sekaligus kerennya i'raab ini dalam kata-kata: "Bila saja bahasa Arab tanpa i'raab, maka unta pun bisa." Sombong amat! kalau kata Bang Mandra dalam Si Doel Anak Sekolahan.

Dalam konteks i'raab ini kata muslimaani (dua orang Islam laki-laki), contoh lainnya,  akan berubah menjadi muslimaini, mutaqaaribaani (dua orang yang lagi PDKT, kalau kata murid-murid saya ) akan berubah menjadi mutaqaaribaini dan seterusnya. 

Kembali kepada Syekh Zakariya, kita dapat menarik simpulan bahwa menjadi guru yang bahagia bisa kita raih bila kita memiliki murid yang bahagia. Guru yang hebat adalah ia yang memiliki murid yang hebat. Hubungannya resiprokal. Lalu apa, misalnya bila ada bertanya, benang merah antara ilmu dan kebahagiaan? 

Saya akan mencoba menjawabnya dengan pendekatan vikaris. Bukankah ilmu adalah cahaya, sebagaimana pepatah Arab, al-'ilmu nuurun wal-jahlu zhulmun - ilmu adalah cahaya dan kebodohan adalah kegelapan/keaniayaan? Dan bukankah semakin terang terlihat makna etimologis guru dalam bahasa Sanskerta sebagaimana yang disebutkan sebelumnya?

Sementara untuk jawaban serius dan sedikit filosofisnya, akan kita coba bincang dalam parag-paragraf berikut ini.

Pernyataan Klasik yang Mengusik

"Waah makin lebar saja nih," ujar orang yang selama ini saya kenal tiap ada pertemuan. Lebar merupakan bentuk penghalusan dari gemuk, sebuah ungkapan yang terhitung sering saya terima. Jawaban default yang saya berikan biasanya, "Iya nih, banyak masalah." Hehehe

Tapi kadang ada versi jawaban serius yang saya berikan. Meskipun media, budaya diet dan kebugaran, dan sebagian besar komunitas medis, menurut Danielle Kelvas dalam Why body weight isn’t an indicator of health, mungkin menyindir kegemukan, ternyata tubuh yang lebih kurus tidak selalu berarti tubuh yang lebih sehat. Orang yang bertubuh lebih kurus masih bisa memiliki masalah kesehatan yang signifikan. Demikian juga dengan orang yang bertubuh lebih besar mungkin tidak memiliki peningkatan risiko kematian atau masalah lainnya, menurut beberapa penelitian.

"Beberapa penelitian, telah menyimpulkan bahwa sebanyak 50% orang yang mungkin dianggap "obesitas" oleh komunitas medis menurut pengukuran BMI sebenarnya sehat dan tidak mengalami gejala sindrom metabolik, seperti tekanan darah tinggi, gula darah, dan kadar kolesterol yang tidak normal. Masalah-masalah ini sering kali menjadi indikator yang lebih penting bagi kesehatan seseorang secara keseluruhan dibandingkan dengan berat badan mereka," ungkap Kelvas. 

Saya tidak terlalu tertarik dengan perdebatan mana yang lebih sehat antara gemuk dan kurus. Berbadan gemuk, bila itu lahir dari kondisi bahagia yang seseorang syukuri, hemat saya akan sama baiknya dengan mereka yang memilih kurus dengan tujuan lebih mulia daripada sekedar idealitas berdasarkan indeks massa tubuh (IMB). Tidak ada yang salah dengan bersyukur dan berhati-hati.

Adapun untuk jawaban yang sedikit filosofis, sebagai guru melihat keberhasilan murid-muridnya, atau setidaknya melihat mereka berusaha untuk lebih baik daripada sebelum mereka bertemu saya, merupakan sumber kebahagiaan tersendiri. Bila setiap kebahagiaan disyukuri dan itu membuat tubuh lebih efektif dalam mengkonversi asupan menjadi penambahan massa tubuh, tidak terlalu sulit untuk membayangkan pertambahan IBM dengan rasio jumlah murid yang dimiliki selama sekian tahun menjadi guru. Saya punya banyak alasan untuk bahagia. Dan saya rasa itu tidak salah sama sekali.

Malah, memodifikasi sebuah seloroh yang konon - kalau tidak salah - dari Stephen Hawking, jika saya bertemu jin yang suka mengabulkan permintaan (biasanya hanya sampai tiga, lho), maka saya akan mengajukan tiga permintaan berikut:

Pertama, saya ingin semua kebahagiaan yang saya dapatkan selama ini terus bertambah;

Kedua, saya ingin semua orang sebahagia saya dan itu membuatnya cukup gemuk untuk dikategorikan kurus kering;  

Ketiga, tentu saja, lebih banyak permintaan lagi.

Kembali, Sekolah Telah Menanti

Tahun pelajaran baru 2024/2025 yang sudah ada di depan mata. Belajar dari Syekh Zakariya, kita seyogianya bersiap untu menjadikan tahun pelajaran baru nanti penuh dengan kebahagiaan. Seringkali kita mendengar ungkapan bahwa kebahagiaan tidak untuk kita cari. Kebahagiaan adalah untuk kita ciptakan sendiri, atau bersama-sama mereka yang satu visi. 

Saatnya kita mulai 'menciptakan' murid-murid yang membuat kita bahagia. Sebagaimana kebahagiaan tidak untuk kita cari melainkan untuk kita ciptakan, maka demikian pula halnya dengan anak-anak didik kita sebagai sumber kebahagiaan.

Salam bahagia untuk kita semua, para guru!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun