Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Meniru Sistem Pendidikan Finlandia, Bisakah (Atau Tepatnya, Berniat-Sungguhkah) Kita?

16 Juni 2024   13:32 Diperbarui: 16 Juni 2024   14:20 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Beberapa tahun yang lalu, saya menulis sebuah artikel blog dengan judul yang sangat bernada click-bait sekaligus kasar, sehingga saya tidak menyertakan tautannya, yang menarik perhatian pada betapa buruknya performa anak-anak Indonesia yang berusia 15 tahun dalam tes logika, matematika, sains, dan bahasa yang telah distandarisasi secara internasional. [Di sisi lain,] saya selalu menemukan bahwa performa tersebut sedikit bertentangan dengan kreativitas luar biasa yang dapat kita lihat di setiap sudut negara ini, (terutama dalam hal upaya penyelamatan)."

Kali ini, contoh yang dikemukakan Pisani adalah kreativitas seorang siswa SMA dalam menyosialisasikan cara mengenali obat asli dari obat palsu berupa video singkat yang ia buat dalam rangka lomba video  yang diselenggarakan STARmeds dan Universitas Pancasila. 

Dalam dokumen Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020–2035, seperti dikutip laman Kompas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menunjukkan contoh sekolah masa depan, yang mengatakan bahwa sekolah tersebut akan ”menonjolkan atau mengoptimalkan infrastruktur, sumber daya manusia, pedagogi pembelajaran, dan kesejahteraan siswa”. Persoalan utamanya adalah seberapa serius dan sungguh-sungguhkah kita dalam upaya memperbaiki sistem pendidikan kita.

Berkiblat ke Finlandia?

Kita teramat sering mendengar atau membaca tulisan tentang sistem pendidikan di Finlandia yang digadang-gadang sebagai sistem pendidikan terbaik di dunia. Salahkah bila kita berkiblat ke negara produsen Nokia yang pernah berjaya pada awal tahun 2000 lalu?

Tentu saja tidak. Hanya beberapa fakta kecil ini sangat perlu untuk kita cermati. Populasi Finlandia saat ini adalah 5.549.690 jiwa atau 0,069% dari populasi dunia. Sementara Indonesia, menempati posisi keempat negara dengan penduduk terbanyak di dunia dengan total 279.390.258 jiwa  atau 3,72% populasi dunia. Tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia tercatat sebesar 0,82 % sedangkan Finlandia hanya sebesar 0,078%. Belum lagi ditambah perbedaan luas wilayah yang sangat signifikan. Angka-angka ini perlu sangat perlu untuk dicermati.

Selanjutnya, kita juga perlu menilik 10 alasan mengapa sistem pendidikan Finlandia adalah yang terbaik di dunia sebagaimana dilansir laman World Economic Forum berikut ini:

Pertama, tidak ada pengujian standar. Finlandia tidak memiliki ujian standar. Satu-satunya pengecualian mereka adalah test yang disebut Ujian Matrikulasi Nasional, yang merupakan ujian sukarela untuk siswa di akhir sekolah menengah atas (setara dengan sekolah menengah atas di Amerika). Semua anak di seluruh Finlandia dinilai secara individual dan sistem penilaian yang ditetapkan oleh guru mereka. Pelacakan kemajuan secara keseluruhan dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, yang mengambil sampel dari berbagai sekolah.

Kedua, akuntabilitas untuk guru (tidak wajib). Banyak yang menyalahkan para guru dan memang seharusnya begitu. Namun di Finlandia, standar yang ditetapkan sangat tinggi bagi para guru, sehingga sering kali tidak ada alasan untuk memiliki sistem "penilaian" yang ketat bagi para guru. Pasi Sahlberg, direktur Kementerian Pendidikan Finlandia dan penulis buku Finnish Lessons: Apa yang Dapat Dipelajari Dunia dari Perubahan Pendidikan di Finlandia? mengatakan hal berikut tentang akuntabilitas guru: "Tidak ada kata akuntabilitas dalam bahasa Finlandia... Akuntabilitas adalah sesuatu yang tersisa ketika tanggung jawab telah dikurangi."

Ketiga, kerja sama, bukan kompetisi. Sementara kebanyakan orang Amerika dan negara-negara lain melihat sistem pendidikan sebagai satu kompetisi Darwinian yang besar, orang Finlandia melihatnya secara berbeda. Sahlberg mengutip sebuah kalimat dari seorang penulis bernama Samuli Paronen yang mengatakan hal tersebut: "Pemenang sejati tidak berkompetisi."

Ironisnya, sikap ini telah menempatkan mereka di posisi terdepan di dunia internasional. Sistem pendidikan Finlandia tidak mengkhawatirkan sistem berbasis prestasi yang dibuat-buat atau sewenang-wenang. Tidak ada daftar sekolah atau guru dengan kinerja terbaik. Ini bukan lingkungan kompetisi - sebaliknya, kerja sama adalah norma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun