Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nasihat Bumi Melalui Keanekaragaman Hayati

22 Mei 2024   01:00 Diperbarui: 22 Mei 2024   01:37 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rabu, 22 Mei 2024, saat sekolah tempat saya mengajar mengadakan acara pelepasan Kelas XII tahun pelajaran 2023/2024, dunia memperingati Hari Keanekaragaman Hayati Dunia. Saya akan mencoba menuliskan kedua hari istimewa ini secara beririsan. Hanya saja, saya memulainya dengan keanekaragaman hayati terlebih dahulu. 

Kehidupan dimulai di Bumi setidaknya 3,5 miliar tahun yang lalu. Sejak saat itu, kehidupan di Bumi telah terdiversifikasi dengan cara yang menakjubkan. 1 miliar tahun sebelumnya, Bumi terbentuk. 

Tak lama kemudian, ungkap Michael Marshall  dalam Timeline: The evolution of life, Bumi ditabrak oleh benda seukuran Mars yang dijuluki Theia, yang menguapkan permukaannya dan melontarkannya ke ruang angkasa. 

Materi yang terlontar ini mengembun dan membentuk Bulan. Dan 40 juta tahun sebelum Bumi terbentuk, atau 4,54 milyar tahun yang lalu, menurut Jason Davis  dalam How did Earth get its water?, setelah Matahari terbentuk dari awan gas dan debu yang runtuh. 

Sisa-sisa materi yang tersisa membentuk seluruh Tata Surya, termasuk planet kita - Bumi. Butuh waktu 1,54 miliar tahun bagi kehidupan untuk muncul di planet yang oleh Carl Sagan disebut sebagai a Pale Blue Dot - sebuah Titik Biru Pucat dalam hamparan jagat yang mahajembar.

Sejak air merupakan penanda kehidupan, sementara Bumi terlalu panas untuk menyimpan air dalam bentuk cairan apapun, maka pertanyaannya adalah bagaimana Bumi mendapatkan airnya?

Bagaimana dengan air yang terkunci di dalam batuan? Ungkap Davis. Sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa chondrite enstatite, sejenis meteorit yang dianggap mewakili bahan mentah yang membentuk Bumi, "mengandung hidrogen yang cukup untuk mengantarkan air ke Bumi, setidaknya tiga kali lipat dari massa air di samudra-samudranya." Tidak jelas kapan meteorit-meteorit ini mengirimkan airnya, tapi meteorit-meteorit ini sangat cocok dengan batuan-batuan yang ditemukan di bagian dalam Bumi. 

Jika Bumi terbentuk dengan air yang terperangkap di bawah permukaannya, aktivitas vulkanik bisa saja melepaskannya dalam bentuk uap air, yang kemudian mengembun dan jatuh kembali ke Bumi sebagai hujan. Inilah kisah bagaimana air dimiliki Bumi menurut Davis. Sulit untuk membayangkan bahwa air - pada masa teramat awal sejarah Bumi - dikirimkan berupa hujan batu kosmik.

Bumi kita pun akhirnya memiliki air. Jantung kehidupan di Bumi mulai berdetak. Lalu kemudian mikroba purba belajar untuk hidup di atmosfer yang penuh dengan karbon dioksida. Mereka akhirnya berevolusi menjadi organisme yang disebut cyanobacteria. 

Cyanobacteria menggunakan air, sinar matahari, dan karbon dioksida untuk menghasilkan makanan dalam proses yang disebut fotosintesis. Hasil sampingannya adalah oksigen, yang akhirnya menghasilkan atmosfer yang kaya akan oksigen seperti yang kita hirup saat ini. 

"Jadi, angkatlah segelas air ke asteroid, meteorit, hidrogen molekuler, gunung berapi, dan proses lain yang mungkin telah membawa air ke planet kita. Kita tidak akan berada di sini tanpa mereka," seloroh Jason Davis, Senior Editor dari The Planetary Society.

Ketika oksigen tersebar luas, 2,2 sampai 2,5 miliar tahunan lalu, menurut Marshall, oksigen ironisnya justru menyebabkan kepunahan massal di antara mikroba yang tidak mampu mengatasinya. Oksigen juga mendorong inovasi evolusi. Saat ini hampir semua hewan menghirupnya dan mungkin berada di balik asal mula jam sirkadian. Inilah tonggak keanekaragamaan hayati di Bumi. Episode ini membuat saya sedih. Gelas sulang perlu kita angkat untuk para mikroba yang telah berjibaku berjuang demi tersedianya oksigen namun tragisnya mereka sendiri tersingkir dari linimasa yang mereka buat. 

Sekretariat Konvensi Keanekaragaman Hayati (Ing. CBD) dalam Kelangsungan Hidup di Bumi menerangkan:

"Keanekaragaman hayati adalah istilah yang diberikan kepada variasi kehidupan di Bumi dan pola-pola alami yang terbentuk. Keanekaragaman hayati yang kita lihat saat ini adalah hasil evolusi selama miliaran tahun evolusi, yang dibentuk oleh proses-proses alami dan, semakin lama, oleh pengaruh manusia, oleh pengaruh manusia. Hal ini membentuk jaringan kehidupan yang merupakan bagian integral dari kehidupan kita dan di mana kita sepenuhnya bergantung.

Keanekaragaman ini sering dipahami dalam arti luas berbagai macam tanaman, hewan dan mikroorganisme. Sejauh ini, sekitar
1,75 juta spesies telah diidentifikasi, sebagian besar berukuran kecil makhluk kecil seperti serangga. Para ilmuwan memperkirakan bahwa sebenarnya ada sekitar 13 juta spesies, meskipun perkiraannya berkisar dari 3 hingga 100 juta."

Kita, manusia, bukanlah satu-satunya pemilik hak hidup di planet Bumi. Faktanya, kita hanyalah 1 dari 100 juta spesies makhluk Bumi. Terlebih, kita pun, menurut para ahli, baru ada sekitar 2 jutaan tahun lalu. Terdapat pesan halus dalam posisi 'bontot' kita dalam sejarah Bumi ini. Kita dirancang untuk mengambil banyak pelajaran dari apapun yang ada sebelum kita dan ditakdirkan untuk mencerminkan sifat kasih Sang Pencipta di hadapan segenap ciptaan-Nya. 

Tentang Pelepasan Siswa Kelas XII

Anak didik saya yang hari ini akan dilepas untuk lebih mengembangkan potensi dan kompetensi diri mereka diharapkan akan menambah keanekaragaman insani. 

Jejang SMA terhitung sangat strategis dalam linimasa pembelajaran formal. Masa belajar tiga tahun di SMA, setara dengan sisa usia siswa selepasnya. Bila usia seseorang mencapai usia 80 tahun, dan ia menamatkan masa SMA-nya pada usia 18 tahun, maka bisa dikatakan bahwa 62 tahun sisa hidupnya sedikit banyak ditentukan oleh tiga tahun SMA-nya.

Apa yang saya sering sampaikan di kelas ini bersifat generalis atau mungkin terkesan hiperbolis. Akan tetapi inti dari pernyataan di atas lebih kepada sebuah pengingat keras akan betapa pentingnya para peserta didik untuk mengoptimalkan upaya mereka di jejang akhir masa persekolahan sebelum mereka lanjut ke perguruan tinggi dan dunia kerja. 

Esensi dari kegiatan pelepasan seyogianya memperkaya keanekaragaman insani, yakni keanekaragaman kapasitas manusiawi yang akan memperkaya sumber daya manusia di lingkungan manapun yang para peserta didik masuki. 

Kata pelepasan pun mengimplikasikan makna sebuah akhir dari proses di mana peserta didik dipersiapkan dalam kurun waktu tertentu untuk kemudian dilepaskan demi memberikan manfaat. Analoginya seperti anak panah yang dilepaskan dari busur yang ditarik dengan maksimal. Tidak hanya itu, pelepasan pun sekaligus dimaksudkan untuk pengembangan diri agar dapat mengamplifikasi kemanfaatannya hingga tingkatan yang optimal.

Menutup tulisan ini, teruntuk anak-anak didik  saya: "Selamat melepas langkah Alwahidians XXII!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun