Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Music

Al-'Ud, King of All Instruments

18 Mei 2024   11:23 Diperbarui: 18 Mei 2024   11:24 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Al-'Ud https://commons.wikimedia.org/

Al-'Ud, Sang Nenek Moyang Gitar 

Gitar, sebagaimana disebutkan dalam Semesta Dawai, saya anggap sebagai rajanya instrumen musik. Dalam tulisan tersebut juga saya sebutkan bila al-'ud (secara umum ditulis oud) adalah leluhur dari instrumen ini. Betapa menyenangkan saat menemukan paparan Filip Holm di kanal YouTubenya, Oud: An Introduction bahwa al-'ud oleh orang-orang Timur Tengah pada kisaran abad 9-10 dianggap sebagai the sultan of instruments - yang dalam istilah Arabnya sulthan al-alat (raja instrumen musik).

Ramy Adly dalam The Oud Instrument -- The King of Arabic Instruments berkenaan dengan asal-usul al-'ud menulis:

"Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Oud adalah alat musik yang sangat tua. Jika Anda bertanya kepada seseorang tentang berapa usia Oud, Anda mungkin akan mendengar jawaban yang beragam. Beberapa orang akan mengatakan bahwa Oud adalah nenek moyang dari Nefer Mesir Firaun, namun, orang lain mungkin akan mengatakan bahwa Oud adalah nenek moyang dari Barbat Persia. Apa pun yang Anda pilih untuk dipercaya, satu hal yang pasti, Oud adalah alat musik dengan sejarah musik yang panjang, kaya, dan menarik."

Sementara itu, menurut Daniel Gi dalam A Short History of the Oud, "King of Instruments", kehadiran al-'ud di dunia Arab bahkan dapat ditelusuri kembali ke abad ke-2 dan ke-1 SM, dan pengaruhnya tidak dapat dipungkiri dalam perkembangan musik di dunia Arab. Lebih lanjut Gi memaparkan:

"Mengenai penemuan oud, ada banyak kisah yang berbeda, bahkan beberapa di antaranya muncul dalam teks-teks keagamaan. Kisah Alkitab tentang alat musik ini menyatakan bahwa Lamak, keturunan langsung dari Kain adalah orang yang menciptakannya. Menurut cerita, anak laki-laki Lamak meninggal dan mayatnya digantung di pohon. Setelah beberapa lama, tubuhnya membusuk dan yang tersisa hanyalah kerangkanya, yang tampak menyerupai bentuk oud. 

Namun, teori yang lebih mungkin di balik penemuan atau penciptaan instrumen ini terletak pada teks-teks dari abad ke-14 di dunia Arab. Abu Al Fida dan Abu Al-Walid Ibn Shihnah adalah dua penulis terkemuka yang percaya bahwa asal usul Oud dapat ditempatkan di suatu tempat antara tahun 241 hingga 72 SM, di bawah pemerintahan Raja Shapur." 

Nama al-'ud dalam kebudayaan Islam muncul kembali pada abad kedua Hijrah untuk menunjukkan otoritas alat musik Arab setelah menggantikan mizhar dan barbat, yang diadopsi oleh para musisi terkemuka pada masa awal Islam, yang dipimpin oleh Saib Khatsir dan Ibnu Suraij. Nama ini kemudian digunakan dalam bentuk jamak (al-'awwad atau al-'aidan) untuk merujuk pada keluarga besar alat musik yang berbeda yang memiliki karakteristik morfologi yang sama, lansir laman Amar Foundation dalam tulisannya Rihlah al-'Ud fi Bilad al-'Arab.

Ishaq al-Mawsili (w. 850), ungkap Holm, yang konon secara populer memainkan al-‘ud di istana Khalifah Harun al-Rasyid Abbasi. Salah satu muridnya yang cermerlang, Ziryab (w. 857), kemudian pindah ke Spanyol. Melalui jalur inilah luluhur Lute Eropa menyambung kepada al-'ud, sulthanul alat.

Bentuk Al-'Ud

Berkenaan dengan bentuk rancang istrumen ini, dalam artikel Adly kita membaca:

"Oud memiliki badan berongga dengan bagian belakang yang membulat. Sisi terbuka pada bagian belakang sering disebut rossete. Setelah Anda merasakan kenikmatan melihat Oud, kemungkinan besar Anda akan mudah mengenali alat musik ini lagi. Secara umum, ada dua elemen utama yang akan membuat Anda langsung mengenali alat musik yang indah ini. Pertama, memiliki badan berbentuk buah pir. Kedua, memiliki leher tanpa fret.

Ada beberapa fitur lain yang bisa Anda perhatikan saat mengagumi alat musik tradisional ini dengan segala kemegahannya. Pertama, alat musik ini memiliki 11 senar. Anda akan melihat 5 pasang senar sedangkan senar paling bawah diatur dengan sendirinya. Kedua, alat musik ini cenderung memiliki 1-3 lubang suara, yang biasanya berbentuk melingkar atau oval. Terakhir, kotak pasak ditekuk dari leher dengan sudut 45-90 derajat." 

Gi, dalam artikelnya  A Short History of the Oud, "King of Instruments" berkenaan dengan jumlah senar dan lubang pada badan al-'ud menambahkan: 

"Meskipun ada banyak variasi, alat musik dawai akustik biasanya dibuat dengan 11 senar, 10 di antaranya dipasangkan bersama dengan nada ke-11 dan nada terendah yang dimainkan sendiri, biasanya, sebagai metronom melodi. Mirip dengan alat musik dawai lainnya, senar Oud diperkuat secara spiral yang dililitkan dengan sangat erat dan kemudian dipasang sehingga memberikan suara yang unik. 

Namun, tidak seperti hampir semua alat musik dawai yang biasanya ditemukan dengan satu lubang besar di bagian tengah badan dasar, Oud dapat memiliki hingga tiga lubang, dengan ukuran yang berbeda-beda. Ketiga lubang tersebut merupakan pemandangan yang jauh lebih tradisional, masing-masing melambangkan benda-benda langit. Lubang terbesar berada di tengah sebagai matahari, sedangkan dua lubang yang lebih kecil merupakan representasi dari bulan dan menghasilkan nada yang lebih tinggi." 

Dalam bahasa Arab, menurut Adly, 'ud secara harfiah berarti sepotong kayu tipis, seperti bentuk sedotan. Mungkin ini merujuk pada plektrum kayu yang digunakan oleh pemain tradisional dengan alat musik ini, atau bisa juga merujuk pada potongan kayu tipis yang menjadi bagian belakangnya. Sementara Daniel Gi menyebutkan al-'ud secara harfiah berarti 'ranting' atau 'batang yang fleksibel'. Saya sendiri lebih cenderung menarik arti 'ud kepada 'id atau 'aud yang berarti hari raya, berulang atau kembali. Penamaan al-'ud didasarkan kepada penggunaan instrumen ini dalam perayaan-perayaan besar atau festival dan kehormatan.  

Bentuk al-'ud  sendiri menjadi bahan kajian, diskusi bahkan karya tulis para filsuf muslim seperti Al-Farabi, Al-Kindi, Ibnu Sina dan para anggota kelompok elit, Ikhawan al-Shafa. Peter Adamson dalam Music in Islamic Philosophy berkenaan dengan Al-Kindi dan Ikhwan al-Shafa tentang musik, menulis:

"Kita menemukan kelompok penulis misterius yang disebut Ikhwan al-Shafa yang mengemukakan gagasan serupa dalam sebuah surat tentang musik, salah satu item dalam koleksi ensiklopedis surat-surat yang membahas semua cabang filsafat dan pembelajaran agama. Para Bruder setuju bahwa musik dapat mempengaruhi orang secara mendalam, bahkan entah bagaimana mencapai jiwa yang tidak berwujud. Hal ini terlepas dari kenyataan bahwa mereka mengetahui bahwa suara terdiri dari getaran fisik di udara. Mereka membandingkan suara yang memancar dari sebuah sumber dengan bola kaca cair yang ditiup menjadi bola oleh peniup kaca. Seperti al-Kindi, para anggota Ikhwan melihat kembali ke tradisi kuno yang memahami kosmos dan semua bagiannya dalam istilah matematika dan musik. Ini, tentu saja, adalah tradisi yang disebut Pythagoras, yang bertanggung jawab untuk memberi kita gagasan tentang "ruang musik."

Al-'Ud, Gitarnya Para Filsuf

Catatan bergambar tertua tentang al-'ud, menurut Adly dalam The Most Ancient Instruments in History berasal dari periode Uruk di Mesopotamia Selatan (Irak), lebih dari 5000 tahun yang lalu pada segel silinder yang diperoleh oleh Dr. Dominique Collon dan segel tersebut saat ini disimpan di British Museum. "Menurut al-Farabi, Oud sudah ada sejak zaman Lamech; seorang keturunan generasi keenam dari Adam. Lamech dikenal sebagai "Bapak para pemain Oud".  Kemunculan pertama Oud adalah pada tahun 3000 SM. Kerangka anaknya yang telah meninggal menunjukkan bentuk Oud. Oud dikenal sebagai alat musik petik pertama dalam sejarah," tulis laman School of Oud Online, "Suara Oud yang menghantui sudah ada sejak 5000 tahun yang lalu dan pernah dimainkan oleh Raja Daud dan masih dimainkan orang hingga kini."

Istilah gitar, menurut Adly, berasal dari kata Latin cithara, tetapi gitar modern itu sendiri secara umum tidak diyakini berasal dari alat musik Romawi tersebut. Banyak pengaruh yang disebut-sebut sebagai pendahulu gitar modern. Meskipun perkembangan "gitar" paling awal hilang dalam sejarah Spanyol abad pertengahan, dua instrumen biasanya disebut sebagai pendahulunya yang paling berpengaruh, lute Eropa dan sepupunya, oud empat senar; yang terakhir dibawa ke Iberia oleh bangsa Moor pada abad ke-8.

Al-'ud khususnya 'Ud Arab memiliki hungan erat dengan dunia filsuf dan sufi. Figur besar seperti Abu Nasr al-Farabi (874-950) merupakan empu alat musik sekaligus ahli pembuat al-'ud  - yang dalam tradisi Barat biasa disebut Luthier. Al-Farabi berkat studi dan penelitian yang dilakukannya dan memiliki banyak karya dan salah satunyaa adalah Kitab Al-Musiqa Al-Kabir. Lalu, filsuf Abu Yusuf Yaqub bin Ishaq Al-Kindi (805-873 ) yang menerjemahkan banyak karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab dan menulis banyak buku tentang musik, antara lain: Risalah fi al-Luhun wa al-Naghmi, al-Kubra fi al-Ta’lif, Tartib an-Nagham al-Dallah ala Taba’i al-Ashkhas al-Aliyah wa Tasyabuhal-Ta’lif, al-Madkhal ila Sina’at al-Musiqi, al-Iqa', Khabar Ta’lif al-Alhan, Shina’at al-Syi’r, al-Ajza’ Khabariyyah fi al-Musiqa, dan al-Mukhtasar al-Musiqa fi Ta’lif al-Nagham wa Sina’at al-Ud. 

Kitab Al-Kindi, al-Mukhtasar al-Musiqa fi Ta’lif al-Nagham wa Sina’at al-Ud (Ikhtisar Musik Mengenai Komposisi Nada dan Pembuatan 'Ud) secara khusus membahas mengenai al-'ud. Menurut satu sumber, kata al-Musiq dalam beberapa kitab al-Kindi tersebut dipercaya sebagai asal usul dari kata ‘musik’ yang kita kenal sekarang. Menurut Filip Holm, Al-Kindilah yang konon menyebut al-'ud sebagai alat musik para filsuf, Alat al-Hukama'.  

Al-'Ud dalam Ikatan Persaudaraan

Dari berbagai sumber kita menemukan bila al-'ud ataupun varian leher panjangnya dapat kita temui di berbagai budaya musik dunia, termasuk di Nusantara.  Budaya Armenia memiliki duduk,  Anatolia/Turki: saz, Sumeria: gish-gu-di dan pan-tur, Mesir: nefer, India: sitar, dataran tinggi Iran/Persia: Tar, Mesopotamia: sinnitu, Yunani/Eropa: lute dan pandura, Mesoamerika: la concha, Afrika yang kemudian mengemukan di Amerika: banjo. Sebutan lainnya di beberapa tempat, antara lain: pipa, citole, gittern, mandore, tanbura, baglama, bouzouki, veena, theorbo dan archlute.

Sementara di Nusantara, kita mengenal sape (Kalimantan), hasapi dari Batak Toba, Sumatera Utara, ketadu mara dari Nusa Tenggara Timur, gambus dari daerah Riau, dan panting dari suku Banjar, Kalimantan Selatan dan banyak lagi.

Al-'ud, seperti kemudian penerusnya, gitar membuktikan diri dalam lintasan sejarah yang panjang menjadi 'Raja Alat Musik' dan salah satu penentu arah sejarah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun