Dari sudut pandang manusia, menurut  Richard J. Sima  dalam Mountains Sway to the Seismic Song of Earth, gunung berdiri tegak dan tenang, simbol agung dari daya tahan yang tenang dan tak tergoyahkan. Namun, penelitian terbaru mengungkapkan bahwa gunung sebenarnya bergerak sepanjang waktu, bergoyang lembut mengikuti irama seismik yang mengalir di bumi tempat mereka berpijak.
Jeffrey Ralston Moore, seorang geolog dari University of Utah merekam suara yang dihasilkan oleh puncak gunung  Matterhorn. "Ini semacam nyanyian gunung yang sesungguhnya," ungkap Moore, "Gunung hanya bersenandung dengan energi ini, dan frekuensinya sangat rendah; kita tidak bisa merasakannya, kita tidak bisa mendengarnya. Itu adalah nada dari Bumi."
Menarik sekali, bahkan Moore membuat animasi yang menunjukkan 'gerakan' dari Matterhorn. Saat melihat animasi tersebut, pikiran melayang kepada satu ayat dalam Al-Qur'an yang menyatakan bahwa, "Sesungguhnya Kami telah menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersamanya pada waktu petang dan pagi (QS Shad: 18)."Â
Bahkan, menurut Al-Qur'an, gunung-gunung tidaklah sebagaimana kita anggap tetap di tempatnya, melainkan ia berjalan seperti halnya awan (QS An-Naml: 88). Sulit rasanya secara awam untuk membayangkan gunung yang begitu kokohnya, bahkan dianggap sebagai pasaknya bumi, untuk bergeser seperti halnya awan di langit. Namun, ternyata perkembangan ilmu di bidang Geologi membukakan wawasan kepada kita bahwa di dasar perut bumi terdapat lempengan-lempengan yang di atasnya daratan dan lautan berada. Ternyata lempengan-lempengan itu bergerak dengan sangat pelan. Bergeraknya lempengan-lempengan terserbut secara tidak langsung membuat daratan dan lautan di atasnya pun bisa dikatakan turut bergerak. Seibarat kita berada di dalam sebuah gerbong kereta api yang tengah bergerak, maka meskipun kita duduk sebenarnya kita turut bergerak bersama kereta api.Â
Lempengan tektonik yang mengapung di atas cairan magma di perut bumi - dengan benua yang mana gunung berada di atasnya -dapat dipersamakan halnya dengan mengapungnya awan di langit. Dalam sudut pandang inilah gunung-gunung bergerak seperti halnya pergerakan awan di langit. Proses ini tentu saja berskala ribuan hingga jutaan tahun. Untuk itu, dalam keseharian, gunung-gunung kita anggap sebagai sesuatu yang statis dan tidak bergerak.
Berkenaan dengan betapa dinamisnya permukaan bumi dengan lempeng tektonik di bawahnya, Brett Israel dari Life Science dalam Inner Earth Moves Mountains, Study Reveals menyatakan bahwa gunung berapi di Mediterania, seperti Gunung Etna yang eksplosif, secara teknis seharusnya tidak ada, setidaknya menurut model lama tentang bagaimana gunung berapi tumbuh. Sebuah studi baru mengungkapkan bagaimana mereka bisa sampai di sana.
"Bagian kerak Bumi yang sangat besar - lempeng-lempeng batuan yang mengambang di atas batuan cair yang membara di dalam Bumi, yang dikenal sebagai mantel - dapat bertabrakan dan memicu letusan gunung berapi, gempa bumi, dan menghasilkan pegunungan. Tabrakan ini adalah penyebab yang menciptakan banyak gunung berapi di dunia, termasuk di sepanjang 'Cincin Api' Pasifik.
Namun, beberapa letusan gunung berapi terjadi jauh dari lokasi-lokasi tersebut. Studi baru, yang dirinci dalam jurnal Nature edisi 3 Juni, menunjukkan bahwa mantel mendorong kerak bumi di beberapa daerah, menciptakan tekanan ekstrem yang dapat menyebabkan gunung berapi - dan gunung - tumbuh, kata para peneliti yang mempelajari daerah-daerah ini. Dorongan mantel inilah yang menciptakan gunung berapi di Mediterania," ungkap Israel.
Para ahli dari Universitas Nevada, seperti dilansir Science Daily dengan judul Moving Mountains, melaporkan:
"Kami telah mengamati gempa bumi selama 30 tahun di daerah Tahoe dan belum pernah menyaksikan gempa bumi yang 'berkerumun' seperti ini," ujar Ken Smith, ahli seismologi riset di Laboratorium Seismologi Nevada di universitas tersebut, dan penulis utama artikel yang akan diterbitkan pada bulan Agustus di jurnal Science, dan di situs web Science Express pada tanggal 5 Agustus [2004]."
Pada bagian lain dari laporan tadi disebutkan bahwa bagian depan timur Sierra Nevada merupakan salah satu batas tektonik yang mendasar di Amerika Serikat. Pegunungan ini bergerak dengan kecepatan sekitar 12 hingga 14 milimeter per tahun ke arah barat laut. Para peneliti percaya bahwa peristiwa dalam yang diamati di Danau Tahoe merupakan bagian dari proses evolusi dan pertumbuhan ke arah barat dari Basin and Provinsi Range.
Selain disebabkan oleh pergerakan lempengan tektonik, hasil riset dari Universitas Cincinnati menyebutkan bahwa perubahan iklim juga bisa 'menggerakan' gunung. Science Daily menurunkan tulisan tentang hasil riset dari ilmuwan Universitas Cincinnati tersebut dengan judul Climate Change is Moving Mountains.
Berdasarkan penelitian yang dipimpin oleh ahli geologi Universitas Cincinnati, Eva Enkelmann, lansir Science Daily, di Pegunungan St. Elias - yang terletak di sepanjang wilayah pantai Pasifik di Amerika Utara - cara pegunungan bergerak dan berperilaku secara topografis juga dapat mengubah dan menciptakan iklim lokal dengan mengarahkan angin dan curah hujan. Dampak dari perubahan ini pada gilirannya dapat mempercepat erosi dan aktivitas seismik tektonik di pegunungan tersebut.
"Untuk memahami bagaimana struktur gunung berevolusi melalui waktu geologi bukanlah tugas yang cepat karena kita berbicara tentang jutaan tahun," kata Enkelmann, geolog Cincinnati. "Ada dua proses utama yang menghasilkan pembentukan dan pengikisan gunung dan kedua proses tersebut saling berinteraksi."
Melihat Pegunungan St Elias secara khusus, Enkelmann mencatat betapa keringnya bagian utara pegunungan tersebut. Namun, curah hujan sangat tinggi di daerah selatan, mengakibatkan lebih banyak erosi dan material yang keluar dari sisi selatan. Jadi, karena perubahan iklim mempengaruhi erosi, maka hal itu dapat menghasilkan pergeseran tektonik.
Pengetahuan membuat kita istimewa. Kita dapat sedikit banyak menyingkap rahasia alam yang kita tinggali. Sebuah kapasitas yang diberikan kepada kita, manusia. Pergeseran secara horisontal atau bahkan timbul-tenggelamnya gunung pada bagian permukaan bumi seakan telah menciptakan nyanyian dan tarian gunung. Sungguh sebuah simfoni geologis yang magis. Bila kita diberi kesempatan untuk sedikit membaca partitur yang ditulis Sang Maestro Jagat Raya, tidakkah kita tergerak untuk bersyukur?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H