Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pascamodernisme, Pasca-Kebenaran dan Deepfake

21 April 2024   19:56 Diperbarui: 21 April 2024   19:56 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya termasuk yang kurang suka dengan istilah postmodernism (pascamodernisme), post-truth (pascakebenaran) dan deepfake (kepalsuan mendalam). Cenderung overstate alias terlalu berlebihan. Atau, bila saya meminjam ungkapan Noah Berlatsky, frasa-frasa yang bernada eufimistik untuk menyembunyikan citra yang sebenarnya. 

Postmodernism (Pascamodernisme) 

Daniel Palmer dari RMIT University dalam Explainer: what is postmodernism? menyebutkan bahwa pascamodernisme sering dipandang sebagai budaya kutipan. Bentuk hiperkonsepsi “intertekstualitas” ini menghasilkan pandangan dunia yang ironis, yang merupakan ciri khas pemikiran postmodern

"Sulitnya mendefinisikan pascamodernisme sebagai sebuah konsep disebabkan oleh penggunaannya yang begitu luas dalam berbagai gerakan budaya dan gerakan kritik sejak tahun 1970-an. Pascamodernisme tidak hanya menggambarkan sebuah periode, tetapi juga serangkaian ide yang hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan istilah lain yang sama kompleksnya: modernisme.

Modernisme adalah gerakan seni dan budaya yang beragam selama akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, dengan perlawanan terhadap tradisi menjadi benang merahnya. Ini diungkapkan oleh penyair Ezra Pound, dalam karyanya pada tahun 1934 yang berjudul Make It New! (Jadikan baru!).

Kata 'post' dalam postmodern artinya 'setelah'. Postmodernisme paling mudah dipahami sebagai sebuah pertanyaan tentang ide-ide dan nilai-nilai yang terkait dengan bentuk modernisme, yakni yang percaya pada kemajuan dan inovasi. Modernisme menekankan pemisahan yang jelas antara seni dan budaya populer.

Namun, seperti halnya modernisme, postmodernisme tidak menunjuk pada satu gaya seni atau budaya. Sebaliknya, postmodernisme sering dikaitkan dengan pluralisme dan pengabaian gagasan konvensional tentang orisinalitas dan kepengarangan demi imitasi sebuah gaya yang 'mati'." 

Kita secara umum dapat menarik simpulan bahwa pascamodernisme tidak menghendaki pemahaman tunggal atau universal tentang dunia, kebenaran, atau realitas. Gagasan menolak segala narasi tunggal atau pemahaman yang benar dalam hal sejarah, budaya, politik, atau bahkan identitas individu. Pascamodernisme mendewakan keragaman, kompleksitas, dan relativitas dalam segala hal.

Post-Truth (Pasca-Kebenaran)

Tentang Post-Truth atau Pasca-Kebenaran, Andrew Calcutt dalam The surprising origins of ‘post-truth’ – and how it was spawned by the liberal left, menyatakan bahwa pada tanggal 16 November 2016, Oxford Dictionaries mengumumkan bahwa post-truth telah dipilih sebagai kata yang, lebih dari kata lainnya, mencerminkan "tahun yang telah berlalu dalam bahasa". Kamus ini mendefinisikan post-truth sebagai "berhubungan dengan atau menunjukkan keadaan di mana fakta objektif kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik dibandingkan dengan daya tarik emosi dan keyakinan pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun