Inilah rekayasa sosial melalui media sosial yang membuat suara rakyat tidak lagi sesuci nurani. Ke arah fenomena sosial ini frasa vox populi, vox diaboli dimaksudkan. Dalam paragraf berikut saya inging membincang frasa vox populi, vox Dei dalam bingkai Ramadan.
Menjumpai Allah di Balik Kaum Papa
Masyhur diriwayatkan berkenaan dengan sebuah hadits Qudsi tentang keutamaan bersedekah kepada kaum papa. Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah saw bersabda, Allah ‘azza wa jalla berfirman “Hai anak Adam! Aku sakit, mengapa kamu tidak menjenguk-Ku?” Jawab anak Adam, “Wahai Rabbku, bagaimana mengunjungi Engkau, padahal Engkau Tuhan semesta alam?” Allah ‘azza wa jalla berfirman, “Apakah kamu tidak tahu bahwa hamba-Ku si Fulan sakit, mengapa kamu tidak mengunjunginya? Apakah kamu tidak tahu, seandainya kamu kunjungi dia kamu akan mendapati-Ku di sisinya?”. “Wahai, anak Adam! Aku minta makan kepadamu, mengapa kamu tidak memberi-Ku makan?” Jawab anak Adam, “Wahai Rabbku, Bagaimana mungkin aku memberi engkau makan, padahal Engkau Tuhan semesta alam?” Allah ‘azza wa jalla berfirman, “Apakah kamu tidak tahu, bahwa hamba-Ku si Fulan minta makan kepadamu tetapi kamu tidak memberinya makan. Apakah kamu tidak tahu seandainya kamu memberinya makan niscaya engkau mendapatkannya di sisi-Ku?”. “Hai, anak Adam! Aku minta minum kepadamu, mengapa kamu tidak memberi-Ku minum?” Jawab anak Adam, “Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku memberi Engkau minum, padahal Engkau Tuhan semesta alam?” Allah ‘azza wa jalla menjawab, “Hamba-Ku si Fulan minta minum kepadamu, tetapi kamu tidak memberinya minum. Ketahuilah, seandainya kamu memberinya minum, niscaya kamu mendapatkannya di sisi-Ku.” (Hadits Riwayat Muslim)
Inilah suara yang di baliknya kita bisa menjumpai Tuhan: vox inopum, vox Dei -- suara orang yang papa adalah suara Tuhan.
Ramadan melatih kepekaan kita akan kepapaan sesama. Puasa adalah bentuk pemapaan diri pelakunya (ash-sha'im) untuk merasakan bagaimana menjadi orang papa yang bahkan seringkali tidak mengenal kapan saat berbuka disebabkan tidak ada yang bisa mereka makan. Ramadan melalui zakat fitrahnya menyempurnakan kepekaan pelaku puasa untuk meringankan derita sesama. Fitrah ditujukan untuk menciptakan kebahagiaan bagi si papa saat menyambut hadirnya Idulfitri. Sebuah kebahagiaan yang boleh jadi tidak akan ia rasakan bila tanpa berkah Ramadan sebagai mustahik fitrah.
Bentuk lain dari kepapaan adalah ketertindasan dan keteraniayaan, yakni mereka yang terzalimi. Oleh hadits yang sangat populer kita diperingatkan, "Waspadailah doa orang yang terzalimi, karena tidak ada hijab (penghalang) antara ia dan Allah." (HR Bukhari).
Kandungan makna dari hadits ini adalah bahwa doa orang teraniaya didengar oleh Allah secara istimewa Sehingga apa yang disuarakan hati kecilnya akan disuarakan oleh Allah berupa pengabulan-Nya. Ke arah ini pun vox inopum, vox Dei ingin saya maksudkan.
Jadi, bila redaksi hadits pertama yang diriwayatkan Imam Muslim mengisyaratkan suara pasif orang-orang lemah maka redaksi hadits kedua yang diriwayatkan Imam Bukhari mengisyaratkan suara aktif mereka. Dua-duanya merupakan suara Tuhan, vox Dei.
Samar-samar sebuah kalimat dalam sebuah tulisan seseorang terlintas. Sayang saya tidak kunjung menemukan apa judul dan siapa penulisnya. Di sana tertulis bahwa Waliyullah terbagi dua. Pertama, mereka yang meniadakan segala sesuatu sehingga hanya menyisakan Allah satu-satunya. Kedua, mereka membiarkan segala sesuatu ada sehingga mereka dapat melihat Allah dalam segala sesuatu yang ada dilihatnya. Sungguh saya berhutang rasa kepada si penulis tersebut.
Ah, Ramadan tinggal enam hari ke depan. Semoga kita semakin peka dalam merasakan derita sesama yang dengannya kita dapat menjumpai Dia Sang Maha Penghilang segala derita.
Semoga.